Masukan nama pengguna
Dia ... selama menyebut dirinya adalah 'Dia' bukan suatu yang buruk untuk dipertanyakan. Dia segala-galanya yang tidak bisa dibandingkan dengan harta atau pun material. Kenapa disebut itu lebih berarti daripada orang-orang yang selalu mengolok-olok kehidupannya.
Karena dia segala harapan yang pantas memiliki, dia adalah sumber semangat. Tanpa adanya dia, raga dan jiwa seseorang yang telah menyayangi dan mencintai akan kehilangan rasa semangat untuk bangkit kembali. Walaupun dilahirkan dan ditempatkan bukan orang-orang berada, baginya adalah kebahagiaan yang tidak pernah orang rasakan dan memiliki.
Sebut saja namanya Herma Elfira Luis. Seorang wanita berumur 23 tahun tinggal di Ibu kota yang sangat kecil, perkotaan ramai dan penuh dengan bangunan pabrik besar penuh polusi asap. Saat ini Herma masih duduk di bangku kuliah semester 5 mahasiswi manajemen.
Herma tinggal seorang diri di rumah kontrakan, seorang anak perantauan yang jauh demi karir dan juga pendidikan tinggi. Selama ini dia menjalani hidup dengan caranya sendiri yaitu tanpa menggantungkan orang lain atau merepotkan orang-orang yang ada disekitarnya. Dia menghidupi diri sendiri dengan cara bekerja part-time di salah satu swalayan alfamart.
Dari pekerjaan yang gaji kecil itu dapat dihidupi dengan bersyukur, Herma tidak pernah merasa mengeluh. Meskipun kebutuhan yang didapat kurang tetap bagi dirinya telah bersyukur kepada maha Kuasa di atas.
Langit senja telah berganti menjadi malam. Telah pukul tujuh, waktunya Herma pulang. Dia bergegas untuk keluar dari tempat kerjanya tidak lupa dengan semua kebutuhan untuk sebulan penuh.
"Herma ... sebentar!" Suara teriakan membuat dirinya berhenti di depan.
Suara petir telah memperingatkan para orang-orang untuk segera bergegas kembali berteduh. Herma mendongak menatap langit yang gelap dan sebuah kilatan dari petir itu berkedip, sebentar lagi akan turun hujan.
Dia menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya, dan seseorang berlari kecil membawa sesuatu di tangan. Orang itu berhenti tepat di depan berdiri untuk bergegas meninggalkan tempat kerjanya.
"Ini ... untuk Sania, semoga dia suka." Senyum orang itu menyodorkan bungkusan kue basah dan beberapa bungkusan kotak susu bubuk untuk usia bayi 1 tahun.
Herma hanya melirik bungkusan transparan meskipun tahu bahwa orang di depannya selalu bersimpati kepadanya. Hanya orang inilah yang mengerti keadaan saat menemukan Sania di samping rumah kontrakan, seseorang tega membuang bayi yang masih merah itu dalam keadaan kedinginan.
Herma mengira itu adalah suara kucing para warga suka membuang anak kucing ke sembarang tempat. Karena merasa kasihan dengan bayi kucing kedinginan ia mencoba untuk memungut dan memelihara. Tapi yang ditemukan bukan bayi kucing melainkan bayi manusia yang baru saja lahir dan merah itu terbungkus kardus dan beberapa kain menutupi tubuh menggigil itu.
Herma tanpa ragu memungut bayi itu dari tempat pembuangan dekat rumah kontrakan. Ia membersihkan dengan hati-hati takut melukai kulit yang masih sensitif itu. Sejak itulah, ia yang masih menduduki bangku kuliah dan merawat bayi itu serta memberi nama Sania Diana Luis. Meskipun Herma menggunakan nama belakang untuk bayi perempuan itu.
Herma sangat menyayangi Sania meskipun selalu membuat bayi itu harus menunggu dan menitipkan anak, dekat rumah kontrakannya. Saat merawat Sania banyak warga sekitar mengira bahwa Herma hamil di luar nikah. Karena saat merawat dan menjaga penuh sabar selayak seorang ibu kandung sendiri. Herma tidak merasa tersinggung atas olok-olokan dari warga sekitar tempat ia tinggal. Tapi masih ada orang yang berbaik hati menerima sebagai penitipan anak. Karena Herma percaya orang yang menjaga Sania juga sayang kepadanya.
"Sudah aku bilang tidak perlu repot-repot untuk beli kebutuhan Sania. Aku bisa membeli," ucap Herma menerima pemberian dari teman kerjanya. Temannya bernama Riana.
Riana sangat mengenal Herma, meskipun Riana telah di tinggal jauh oleh orang tersayang. Bagi Riana, Herma itu sudah ia anggap seperti adik perempuan satu-satunya. Karena Herma jugalah, kehidupan yang terpuruk telah membawa pencerahan yang indah.
Giliran Riana akan membalas budi untuk Herma. Riana mengetahui Herma merawat seorang bayi perempuan yang Herma pungut itu. Dari cerita Herma membuat Riana turun tangan untuk membantu. Riana pasti akan berjumpa dengan Sania, karena baginya Sania seperti keponakan yang lucu. Walaupun ia hanya bisa mendengar cari cerita dari Herma hingga sekarang Sania mulai mencoba untuk belajar berbicara. Walau pun masih belum lancar.
"Sudah kewajiban aku untuk membantumu. Bukankah dulu kamu yang selalu membantuku yang dari hidup terpuruk, berkat kamu juga aku bisa mengenal dirimu. Jangan pernah sungkan lagi jika kamu memerlukan sesuatu, aku pasti akan membantumu," ucap Riana menepuk bahu kiri Herma.
Herma terharu karena ia sangat bersyukur memiliki teman yang setia saling membantu. Terlalu lama berdiri dan suara petir kembali memperingatkan pada penduduk untuk segera berteduh. Tak berapa lama kemudian air hujan telah turun dan rintihan pun mendarat di atas kepala Herma dan Riana juga. "Ya sudah, aku pulang dulu. Kasihan Sania sudah menunggu, sekali lagi terima kasih untuk Sania." Herma pun memutar badannya dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Dia menyeberang jalanan kemudian melambaikan sebuah mobil mendekatinya. Mobil angkot pun berhenti sedangkan di seberang lain, Riana melambaikan tangan kepada Herma. Herma segera menaiki angkot itu. Dan mobil itu pun meninggalkan pekarangan gelap tersebut.
***
Tak berlama kemudian Herma turun dari angkot yang ia naiki lalu diberikan beberapa ribuan kepada sopir angkot tersebut. Herma melangkah kakinya ke pekarangan gang satu persatu rumah yang tertutup rapat.
Setelah itu ia pun berdiri kemudian menepuk baju yang basah mengenai air hujan saat menyeberang dari tempat kerjanya. Dia pun mengangkat tangan kanan untuk mengetuk daun pintu di hadapannya.
Beberapa menit kemudian suara daun pintu terbuka seseorang muncul. Seorang wanita paruh baya usia sekitar 50 tahun. Tersenyum kepada Herma, dan Herma juga membalas pada wanita paruh baya itu. Dia adalah bunda Ely. Bunda Ely seorang diri di rumahnya. Semua sanak saudara dan keluarganya telah jauh dan menikah.
Herma menyewa rumah kontrakan juga pemilik rumah dari Bunda Ely. Meskipun kecil bagi Herma itu sudah sangat nyaman. Herma terlalu merepotkan Bunda Ely untuk menjaga Sania jika dia sedang kuliah dan kerja.
"Kamu sudah pulang? Sania baru saja tidur habis minum susu," ucap Bunda Ely beritahu kepada Herma.
"Maaf, Herma merepotkan Bunda Ely, oh ya Bunda Ely sudah makan? Tadi aku sempat mampir beli martabak, aku pikir Sania belum tidur. Kita bisa makan bertiga," kata Herma masuk dalam rumah kontrakan kemudian meletakkan kantong plastik atas meja ukuran sedang. Di keluarkan semua isian dan juga pemberian dari Riana tadi.
"Tidak perlu repot-repot," tolak Bunda Ely sangat tidak enak hati meskipun ia hanya membantu menjaga Sania.
"Tidak apa-apa, Bun. Justru aku yang merepotkan Bunda Ely. Aku sudah memutuskan akan berhenti kuliah dan mengutamakan kerja demi Sania," ucap Herma melirik di mana Sania tengah tertidur pulas di tempat baby box.
"Kenapa harus berhenti, lanjutkan saja. Bukankah itu impian mu untuk bisa mencari pekerjaan lebih layak?" ucap Bunda Ely tidak setuju jika Herma memutuskan untuk berhenti kuliahnya.
"Bunda Ely benar, tapi setelah aku pikir-pikir lebih baik aku mengutamakan Sania. Bukankah Sania butuh kasih sayang seorang Ibu? Meskipun Sania bukan darah daging ku, bukan aku yang melahirkannya. Bagiku dia sangat berarti untukku, setiap hari, di mana pun aku berada. Aku terus memikirkan bagaimana Sania apakah dia masih rewel? Masih suka menangis?" ucap Herma lesu.
Bunda Ely menggenggam tangan Herma, ia sudah menganggap Herma seperti putri nya sendiri. Meskipun ia telah lama di tinggal seorang diri dari keluarganya demi karir dan keluarga baru. Bagi Bunda Ely, Herma itu adalah wanita yang tanggung penuh tanggung jawab.
Saat warga di tempat mencoba mengusir Herma dari wilayah dia tinggal karena telah merusak nama baik penduduk. Membuat orang sekitar tidak nyaman karena suara bayi menangis di rumah kontrakannya.
Dengan itu pula Bunda Ely turun tangan dan meluruskan masalah kericuhan di wilayah ini. Bunda Ely sangat mengenal baik terhadap Herma. Bunda Ely juga tahu Herma tidak akan pernah melakukan senonoh buruk terhadap tempat ia tumpangi.
Selama ini Bunda Ely tahu bahwa Herma adalah anak perantauan demi pendidikan yang dia tekuni. Hanya karena bayi saat Herma memungut dan merawat dengan baik. Dengan itu pula Bunda Ely mengulurkan tangan dan berbohong kepada warga setempat bahwa Sania ia titipkan kepada Herma untuk merawatnya saat ia tidak ada di rumah.
Memang saat itu Bunda Ely sedang berada di kampung halaman putra bungsunya yang baru saja sukuran tujuh bulan dari anak pertamanya. Untung warga setempat mempercayai ucapan Bunda Ely. Sejak itulah Bunda Ely selalu datang ke rumah kontrakan Herma hanya menjaga Sania saat dia kuliah dan kerja.
"Bunda sangat mengerti keadaanmu. Tapi apa sebaiknya kamu lanjutkan. Bukankah Bunda sudah katakan, soal Sania biar Bunda menjaganya. Sampai sekarang Sania tidak pernah rewel lagi, apalagi menangis saat kamu berangkat kuliah. Sania juga mengerti situasi kamu bekerja untuk dia, kamu kuliah untuk dia juga, jadi Bunda harap jangan putus dengan impian mu," ucap Bunda Ely memberi saran dan nasihat serta motivasi untuk Herma.
Herma mengangkat kepalanya menatap bunda Ely. Meskipun wajah bunda Ely masih terlihat tidak muda. Perasaan Herma seperti melihat bunda Ely adalah ibu kandungnya. Ia pun merindukan ibunya yang ada di kampung. Bagaimana kabar mereka sekarang?
"Terima kasih Bun, tanpa Bunda Ely. Aku tidak tahu harus melangkah. Tapi aku sudah terlalu banyak merepotkan Bunda Ely," cicit Herma tiba-tiba setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.
"Sudah tidak perlu ucap terima kasih. Ayo makan, martabaknya sudah dingin."
Keakraban berbicara bukan hal berbasa-basi tapi sesuatu yang selalu menjadi dunia Kedua menjadi keluarga sederhana. Bagi Herma ia bersyukur memiliki orang yang mulia selalu memberi dorongan semangatnya. Berkat Sania juga sekarang Herma menyadari arti sebuah kehidupan untuk dirinya kelak.
Selesai, 18 Desember 2019