Cerpen
Disukai
1
Dilihat
8,795
ChocoTine
Romantis

"Maaf, kita gak bisa lanjutin," ucap David mengakhiri hubungan asmara dengan Valentina.

"Alasannya apa?" Valentina tentu ingin tahu alasannya. Meskipun dia jauh-jauh sudah buat David kesal.

"Kita sudah gak cocok lagi, mungkin kita jalani saja seperti biasa. Apalagi yang aku lihat sekarang ini, kamu merasa aku terlalu menekan dirimu atau karena kurang nyaman," ucap David dengan sikap tidak biasanya.

"Apa ... kamu sudah punya yang lain? Makanya kamu memutuskan hubungan ini?" Valentina hanya menebak. Bukan karena dia seperti apa. Dia sadar diri, siapa tidak kenal dengan David. Cowok paling disukai semua cewek-cewek di sekolah.

"Gak juga, aku hanya mau akhiri saja, soalnya bagaimana aku jelasin ... seperti yang kamu lihat. Aku mau fokus pendidikan yang sebentar lagi lulus. Apa kamu gak memikirkan masa depanmu?" ujar David dengan menatap ke arah lain.

"Baiklah, kalau itu keputusanmu. Aku juga gak bisa memaksa," ungkap dengan nada lesu dan sedih.

Lagi-lagi Valentina mendapat patah hati untuk kelima kalinya. Tepat di hari kasih sayang dan di hari ulang tahun yang sama. Kesal rasanya untuk dirinya sendiri. Bukannya ia dapat selamat bahagia, malah ia dapat selamat perpisahan.

Cokelat yang ia beli susah payah menjadi sumber malapetaka, duduk di taman adalah tempat yang paling ampuh. Ia paksa buka bungkusan cokelat di tangannya dan hanya menatap tanpa mencicipi.

"Aaahh, sial!" Valentina membuang cokelat itu sembarang tempat.

Beberapa menit kemudian terdengar suara mengadu kesakitan. Valentina dengan spontan mencari sumber suara itu. Lalu sosok dari semak-semak muncul dan memungut sesuatu mengenai kepalanya. Valentina terdiam di tempat, pura-pura tak melihat, sibuk dengan ponsel androidnya.

Orang yang mendapat sial karena cokelat itu, ia mencari-cari hanya ada satu pelaku melakukannya, ya, tertuju adalah Valentina. Valentina terus berdoa dalam hati berharap orang yang ia celakai tak menghampirinya.

Namun, Tuhan tak berpihak padanya. Valentina menatap sesuatu di bawah, sepatu sport yang bagus, dan pastinya bermerek sangat mahal. Valentina dengan polos mendongak dan orang yang berdiri menatap dirinya dengan wajah menginterogasi.

"Ini punyamu?" Cowok itu menyerahkan sebatang cokelat silverqueen masih utuh.

Valentina mengernyit dan kembali menatap cowok di depannya. "Bukan punyaku," ucapnya tanpa dosa.

Cowok itu menoleh kiri-kanan dan samping-belakang tak ada siapapun di taman ini. "Benarkah? Sepertinya cokelat ini hanya milik satu or ..., hei!"

Valentina buru-buru kabur dari taman itu, sebelum dirinya diinterogasi tak jelas. Mendengar cowok itu berteriak. Dengan kecepatan kilat pula Valentina tak menghiraukan cowok di sana.

Ia berhenti, ia mengatur napas yang terengah-engah satu-dua-tiga. Ia menoleh merasa sudah aman tak ada yang mengejar atau mengenali dirinya. Ia pun kembali duduk di salah satu kursi panjang letak sebuah rumah.

Seseorang keluar dari rumah itu dan memerhatikan saksama. Kemudian menghampiri Valentina yang masih belum normal napasnya. "Ngapain kamu di sini?!" tegur Rere, spontan Valentina terkejut mundur. Ia pikir cowok itu menemukannya ternyata adik sepupunya.

"Ah sialan, kamu! Kagetin, aku kira cowok cokelat!" kesalnya, kembali menegakkan tubuhnya dan melanjutkan ponsel tersebut.

"Cowok cokelat? Memang siapa tuh?" tanya Rere ikut gabung di sebelahnya.

Valentina mengangkat bahu, tandanya ia tak tau, Rere menculik sekilas ponselnya. "Loh, kok foto berdua dengan bang David dihapus?" sewot Rere, akan suara hebohnya.

"Buat apa disimpan bikin panas ponselku aja!" ucap Valentina ketus.

Rere melenguh dan kembali bertanya, "Loh? Memang kenapa? Kak Valen putus lagi sama bang David?" tebaknya

"Situ tau, pakai tanya lagi," cicit Valentina.

Rere langsung shock mengetahui pengakuan mulut saudara sepupunya. "Yang benar, Kak? Kok bisa?" sorak Rere heboh. 

Valentina menyumpal kain entah dari mana berasal, pokoknya ia sumpal biar mulut bocor gak sembarang teriak-teriak.

"Ssstt! Bisa gak itu suara dikecilkan!" Valentina menekankan pada Rere, Rere hanya mengangguk pasrah.

Valentina masuk ke rumah dan diikuti oleh Rere, Rere membuang kain sialan dari mulutnya. Ya, Valentina tinggal bersebelahan dengan saudara adik mamanya. Jadi suka-suka Valentina menginjak rumah siapa pun. Tak ada yang melarangnya, terkecuali kalau mamanya memaki atau herteriak.

"Pinjam handukmu!" pinta Valentina, Rere langsung ambil di lemari dan berikan padanya.

Lalu Valentina masuk kamar mandi, sedangkan Rere kembali melanjutkan dapur membantu mamanya masak. Tak lama kemudian Valentina keluar dan sudah segar seluruh tubuhnya. Ia pun meletakkan handuk di tempat dan menuju tempat aroma sedap.

"Wangi banget, acara apa hari ini? Kok, banyak banget menu makanan beraneka macam?" tutur Valentina mencomot ayam goreng di meja.

Diana - mamanya Valentina dengan cepat memukul tangan putrinya. Valentina sontak menjauhkan tangan dari ayam goreng.

"Issh, Mama, jangan pelit kenapa sih!" protesnya

"Ke mana saja kamu? Dari pagi sampai siang keluyuran, pacaran?" tegur Diana.

Valentina cuma meniru omelan mamanya dan tak membalas tegurannya. Ia lebih sibuk mencomot beberapa makanan di sana.

"Ini bantu Mama aduk saus dulu, nanti malam akan ada tamu berjamu ke rumah. Awas, kalau Mama nampak kamu keluyuran sama cowok gak jelas itu!" omel Diana. Valentina cuma bisa menciut dan menuruti saja. Disuruh aduk saus, ya, aduk. Daripada gak dikasih jatah makanan.

***

Malam telah tiba, Valentina duduk santai, setelah beberapa jam mengaduk saus di dapur. Ia duduk sambil memainkan ponselnya dan memeriksa setiap media sosialnya.

"Akh!" Valentina mendesis kesakitan.

Diana memukul kepala dari belakang. Diana mendengkus kesal, melihat sikap putrinya yang tidak pernah bisa menjadi perempuan sopan dan jaga sikap. Valentina pun menoleh kesal dan ingin mengumpat. Namun diurungkan, karena yang ia hadapi sekarang adalah mamanya.

Diana memelototi putrinya, "Apa? Mau mengumpat?" Diana bertanya dan mengacak pinggang.

Valentina menggeleng cepat, "Gak kok, Ma. Tadi Valen kira Rere yang kurang ajar main pukul-pukul," jawabnya.

"Alasan! Buang sampah ini, setelah itu kembali dan siapkan makanan di meja, sebentar lagi tamunya datang!" Diana menyerahkan bungkusan plastik hitam pada putrinya.

Valentina bisa apa? Melawan? Oh, tak bisa ... melawan adalah karma yang paling berat untuk dirinya. Dengan langkah malas menuju tempat buang sampah. Di tatap langit gelap, ia mengharapkan segeralah hari esok dan ia akan melupakan semua kenangan pahit bersama David.

Merasa sudah beres, ia pun kembali, dan tiba di depan rumah. Valentina berhenti sejenak sambil melihat-lihat sebuah mobil sudah parkir cantik di depan rumahnya. Merasa penasaran ia tanpa rasa malu atau takut mengintip di cela jendela hitam.

"Valen! Ngapain kamu di sana!" teriak Diana mengacak pinggang, mengawasi putrinya asyik dengan mobil di depan rumah. Lama-lama Diana makin tua dan serangan jantung atas sikap putrinya.

Valentina cengegesan dan berlari masuk. Lalu ia kepo bertanya sama mamanya soal mobil terparkir di depan rumah mereka.

"Itu mobil siapa, Ma?" tanya Valentina

"Tamu kita! Sudah cepat mandi dan pakai baju yang sopan!" jawab Diana ketus dan masuk ke rumah.

Valentina melirik mobil di depan, setelah itu ia pun masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap berjumpa dengan tamu yang disampaikan oleh mamanya.

Dua puluh menit kemudian, Valentina sudah rapi dan sopan dengan pakaian ia kenakan. Kemudian ia pun keluar dari kamar dan ikut bergabung dengan keluarganya. Di ruang tamu terdengar suara bercengkerama. Valentina pun dengan polos menyambut tamu keluarga mamanya.

"Akhirnya keluar juga, ayo sapa Tante Friska dan Om Aldo! Jangan berdiri saja!" pinta Diana meminta Valentina menyambut kedatangan tamu itu.

Valentina pun menyalami mereka berdua. Lalu Valentina pun duduk di sebelah mamanya. Perbincangan yang heboh menjadi hening.

"Ma, ini mau taruh di mana?" Suara asing menyambut seluruh ruangan, perbincangan itu pun terhenti dan menoleh bersamaan.

Tentu Valentina melebar dengan siapa ia jumpai, cowok cokelat ia gelar untuk Rere tadi. Ya, cowok di taman tadi sudah buat Valentina kabur karena melempar cokelat batang silverqueen.

***

"Haish ... kenapa ketemu dia sih!" gerutu Valentina mondar-mandir di teras rumah.

Sementara di dalam tentu sedang berbincang-bincang pembahasan yang tak dimengerti oleh Valentina. Makanya ia pamit untuk ke kamar kecil, eh, malah di depan rumah.

Valentina mendesah, desahan yang panjang dan berat. Ia berharap kalau cowok cokelat itu gak mengenali dirinya.

"Aahh! Bego, bego, bego!" umpat Valentina.

"Memang bego!" sambung seseorang, Valentina tercegah dan menoleh suara itu. Cowok itu menghampirinya terpaku mematung.

"Kenapa ekspresimu?" tanyanya menjiwir hidungnya. Seolah mereka sudah akrab. Bahkan si cowok itu dengan santai duduk di bambu kursi panjang sembari meminta Valentina ikut duduk bersamanya.

"Sudah jangan bengong kayak orang tolol! Sini, duduk!" ajaknya menarik tangannya.

Valentina turut saja, seperti terhipnotis oleh cowok di sebelahnya. Seluruh tubuh Valentina seperti es, tak ada tanda rasa apapun di dalam dirinya.

Lalu si cowok itu mengeluarkan sebatang cokelat yang masih sama saat ia mendapat lemparan dari cokelat tak bertuan. Kemudian ia membuka cokelat masih bungkusan sangat rapi.

"Nih!" cowok itu berikan cokelat silverqueen kepada Valentina.

Valentina malah menatap lama pada cokelat itu. Cokelat yang bikin hatinya retak dan kecewa. Ia teringat dengan seseorang, dan rasanya ia ingin hancurkan cokelat dengan cara memanasi dan melelehkan hingga tak berbentuk. Tetapi sama saja, dilelehkan juga akan kembali.

"Kenapa dilihat terus, kasihan cokelatnya kedinginan asyik kamu tatap seperti itu?" ucapnya lagi.

Valentina masih membisu, terbayang kembali wajah cowok sialan yang tega memutuskan dirinya di hari penuh kasih sayang.

"Patah hati di putusi sama cowok? Hal itu sudah biasa, gak usah dipikirin. Lebih bagus kamu diputusin daripada sakit hati tapi gak berdarah," ucapnya lagi untuk menghibur. 

"Sok tau! Kamu itu menghibur atau merusak suasana mood-ku?" Valentina mengangkat suara dengan nadanya sangat dingin.

Cowok itu senyum dan membelah cokelat batang silverqueen dan berikan kepada Valentina.

"Sudah aku bilang, cokelat itu gak bersalah. Kamu seharusnya bersyukur kalau cowok itu sudah memutuskanmu, kamu harus rasakan cokelat ini," ucapnya lagi kali ini lebih bijak.

Lalu ia pun menggigit cokelat silverqueen dan ia merasa cokelat di mulutnya terasa aneh. "Kok pahit?" ucap Valentina sambil meliriknya. Cowok itu ketawa semakin buat Valentina bingung.

"Apa yang lucu?" tanya Valentina,

Cowok itu pun diam dan dia berkata, "Tentu karena cokelat tak bertuan, kadang pahit tanpa pemanis. Sebab cokelat yang kamu berikan pada cowokmu tadi siang, dia tau kalau kamu itu tipe cewek gak romantis."

"Sok tau!"

Valentina tak tahu harus protes bagaimana. Entah karena sifat toxicnya ini, membuat dia sedikit tenang dan tidak ada kekecewaan sejak bertemu dengan si cowok cokelat sudah menjadi status gelarnya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)