Masukan nama pengguna
Robohnya Istana Pangeran Kuda Sembrani
******************************************
Siang jelang tengah hari, jam dinding menunjukkan pukul 11.00 wib. Suasana Desa Teluk Dalam Tanjung Berakit, Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan, terlihat sepi.
Di warung-warung gubuk kayu, pinggir jalan, beberapa penjual otak-otak (makanan khas Melayu, berbahan ikan tenggiri/sotong, diberi bumbu rempah-rempah dan cabe. Lalu dibungkus daun janur hijau, dan dibakar) terlihat sibuk mempersiapkan dagangannya.
Desa Berakit, dikenal banyak orang, sebagai sebuah desa nelayan yang sangat tradisional.
Rumah-rumah penduduk sebagian masih ada yang beratap jerami. Di kampung ini, bisa melihat aktivitas sehari-hari para nelayan menjemur ikan bilis.
Tak hanya itu, di Desa Berakit juga punya tempat wisata yang dikenal dengan nama Kampung Panglong. Sebuah kampung wisata yang berada di Kabupaten Bintan.
Kampung ini menarik banyak wisatawan, karena terdapat dapur arang yang unik, serta merupakan tempat tinggal bagi suku laut. Sekarang, di dapur arang itu tak ada aktifitas, sejak ada pelarangan pemerintah melakukan aktifitas penebangan pokok bakau.
Jalanan di sana bakal ramai, setelah jam 12.00 wib. Ketika bocah-bocah berseragam SD pulang sekolah. Mereka terlihat jalan beriringan, menuju rumah masing-masing.
Pedagang otak-otak pun terlihat bergembira di jam itu.
Karena, selain jualan otak-otak, para pedagang itu jualan pop ice. Sekantong plastik kecil, harganya seribu. Harga minuman anak SD.
Mereka yang masih punya sisa uang jajan, pasti mampir untuk beli pop ice, untuk menghilangkan rasa hausnya.
Ada dua sampai tiga penjual otak-otak yang berlomba menjual minuman pop ice. Selebihnya, para pedagang, menyandingkan otak-otak, dengan menjual lontong sayur dan makanan tapai (makanan yang terbuat dari singkong yang diberi ragi).
Mereka, para pedagang itu, buka lapak di pinggir jalan sejak pagi jam 09.00 wib. Warung mereka tak permanen. Hanya dibangun dari triplek dan kayu-kayu bekas.
Saban hari Sabtu dan Minggu, Kampung Berakit pasti ramai dengan kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara.
Sementara Jum, salah seorang warga Desa Berakit, tampak bersemangat menggarap kebun sayur di belakang rumahnya.
Sudah sejak tahun 1991, Jum, mendiami perkampungan itu. Tak banyak yang berubah, meski sudah tahun 2019.
''Sampai sekarang, Berakit masih sepi. Tapi, lumayan. Jika dibandingkan tahun 1991. Mungkin, karena ada beberapa resort yang dibangun pihak swasta, menjadikan Berakit sedikit berubah jadi ramai.'' kata Jum, pria gaek berusia 60 tahun itu, saat bercerita pada Iskandar, salah seorang mahasiswa yang sedang melaksanakan KKN di Desa Berakit.
Jum tampak lelah. Ia bolak-balik menyeka keringat yang mengucur di keningnya.
Hari sudah siang. Perutnya serasa keroncongan, karena menahan lapar. Ia pun berniat menghentikan pekerjaannya, rehat sejenak. Ia meneguk segelas air putih. Melepas dahaga. Menarik nafasnya dalam-dalam.
''Siang itu, kejadiannya, pertengahan Februari tahun 2011. Di depan mata kepala, pesawat Cassa 212-100 milik Sabang Merauke Raya Air Charter ( SMAC ), jatuh menukik dan menghunjam ke dalam rawa-rawa. Sedalam 4 meter.'' terang Jum.
''Ini namanya Kampe. Kalau istilah orang Melayu, artinya Kampung. Kampung kami ini, Kampung Teluk Dalam Desa Berakit.'' jelas Jum.
Waktu itu, Jum mengaku syok, saat mengetahui ada pesawat jatuh di depan matanya.
''Gimana nggak syok, pas lagi enak-enaknya mau makan siang. Tiba-tiba ada pesawat jatuh. Blummmmmmmmmm!!!! Di depan mata saya. Rasanya saya gemetaran. Alhamdulillah saya nggak kenapa-kenapa.'' kenang Jum.
''Bahkan, waktu itu, mau jalan ke rumah saya yang jaraknya hanya beberapa meter dari lokasi jatuhnya pesawat, itu pun tak sanggup. Lemes, lemah lunglai. Tapi, alhamdulillah, saya tak kenapa kenapa. Rumah saya juga tak kena dampaknya.
Sujud syukur, Allah masih melindungi saya waktu itu.'' cerita Jum lagi.
Tubuh Jum masih gemetaran, nafasnya tak beraturan, karena masih syok melihat peristiwa naas itu.
''Blummmmmmmmmmmmmmmmm!!!!!!!!!!!!!!! suaranya keras sekali! seperti ada gempa, pokoknya. " ulang Jum.
Warga sekitar panik. Mereka berhamburan keluar rumah. Mencari tahu, dari mana sumber suara itu berada. Hanya dalam hitungan menit, warga sekitar Berakit, yang tahu kejadian ini, langsung berdatangan. Menuju lokasi pesawat jatuh. Beberapa orang berusaha melapor ke RT.
Tak lama, polisi datang ke lokasi. Tempat itu pun dipolice line. Meski dilarang berkali-kali, agar tak mendekati lokasi, warga masih membandel. Mereka penasaran, ingin melihat pesawat jatuh itu.
Warga heboh. Tua, muda, perempuan dan lelaki, serta bocah-bocah kecil, berbondong-bondong mendatangi lokasi terjadinya pesawat jatuh.
Tak hanya warga sekitar Berakit, bahkan, warga Tanjungpinang yang mendengar informasi ini, langsung meluncur ke Berakit.
Dalam hitungan menit, Desa Berakit banyak dikunjungi ribuan orang dari berbagai penjuru Kabupaten Bintan dan
Kota Tanjungpinang.
Menyusul tim Basarnas. Aparat TNI AD, AL dan AU. Mereka, sibuk melakukan evakuasi korban yang ada di dalam pesawat.
Tak ada yang berhasil diselamatkan. Kelima awak pesawatnya, tewas di tempat.
Satu per satu, jasad awak pesawat itu dikeluarkan dari badan kapal. Kelima awak yang tewas adalah pilot, co-pilot, mekanik dan pembantu mekanik.
''Ironisnya, dari lima awak pesawat, yang mengalami kesulitan untuk dilakukan proses evakuasi, adalah sang Pilot,'' jelas Jum.
''Kalau nggak salah, nama Pilotnya, Wisnu. Dia, tubuhnya terjepit di badan pesawat. Betapa tidak, pesawat yang sedang melakukan tes penerbangan Batam-Tanjungpinang itu, jatuh di lumpur berkedalaman 4 meter.'' cerita Jum penuh semangat.
Siang hingga menjelang tengah malam, berbagai upaya dilakukan tim evakuasi, dari pihak Basarnas, kepolisian, TNI dan aparat lainnya. Namun, semua sia-sia.
Tim evakuasi, waktu itu sepertinya hampir menyerah. Sebab, masih ada satu orang lagi yang susah dikeluarkan dari badan pesawat itu.
Bayangkan saja, dari jam 14.00 wib, hingga dini hari, jam 05.00 wib, jasad pilot Wisnu tak juga kunjung berhasil dievakuasi.
Seorang pria paruh baya, berbisik kepada Kapolres. ''Sampai kapanpun, pilot itu tidak akan berhasil dikeluarkan dari tubuh pesawat. Karena, ada yang tak berkenan atas kejadian ini.'' katanya setengah berbisik.
''Jadi, bagaimana ini Pak?'' tanya Kapolres.
''Panggil orang pintar Pak, solusinya. Karena ini berhubungan dengan makhluk ghaib.'' jelas Pak Atan.
Jam dinding menunjukkan pukul 03.00 wib dini hari. Kapolres terlihat gelisah. Dia mondar-mandir di lokasi itu. Mendekati satu per satu beberapa pria sepuh (tua), dan bertanya soal siapa orang pintar yang bisa dipanggil untuk diminta bantu, mengeluarkan awak pesawat yang masih terjepit di badan pesawat.
Salah seorang pria sepuh yang didekati Kapolres, mengatakan dia minta kencur dan asam. Dalam hati, kapolres yang merasa asli orang Jawa, sedikit heran.
"Bukannya asam dan kencur itu buat jamu Pak?'' katanya sambil menahan ketawa.
''Maaf. Sudahlah. Kalau memang bapak tidak percaya. Tidak jadi masalah. Trimakasih.'' katanya sambil meninggalkan lokasi.
Kapolres pun bingung. Tak ada maksud hati untuk meragukan apa yang jadi petunjuk pria itu.
Dia (Pak Atan) terlanjur marah. Kapolres sedikit menyesal dan bingung. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Pak Atan bakal marah dengan pertanyaannya tadi.
''Ya ampun, bagaimana ini. Tolong bilang sama bapak tadi, saya minta maaf, dan sama sekali tak ada niat meragukan apa yang disarankannya tadi.'' kata Kapolres dengan nada bingung, berbisik ke anggotanya.
Tak ada yang berhasil merayu Pak Atan. Karena pria itu sudah terlanjur tersinggung atas sikap Kapolres.
Solusi lain, harus mencari orang pintar lainnya yang ada di desa itu. Orang pintar kedua yang bersedia membantu untuk melancarkan proses evakuasi ini, Pak Agung.
Apa yang disarankan, sama. Tetapi, ada tambahan, dari bahan asam dan kencur, harus ditambah uyah grosok.
''Apa itu, Pak. Uyah Grosok? tanya Kapolres heran.
''Sampaian (anda), orang Jowo toh?'' tanya Pak Agung balik.
''Oh iya. Itu garam kasar ya. Oke-oke! kata Kapolres. Tak lama ia memerintahkan anggotanya, mendatangi rumah-rumah warga. Menanyakan apakah mereka punya persediaan garam kasar.
Tak satu pun dari warga di Desa Malang Rapat Tanjung Berakit itu, menyimpan garam kasar di dapur mereka.
Ada negosiasi antara Kapolres dengan Pak Agung. '' Pak. Gimana ya garam kasarnya belum ketemu. Warga tak ada yang punya garam kasar. Kalau dengan garam halus tak bisakah?'' kata Kapolres dengan nada gelisah.
Akhirnya Pak Agung mencoba menerima bahan sesajen, apa adanya. Entah apa yang dibaca Pak Agung. Yang pasti mulutnya terlihat komat-kamit, dengan mata terpejam.
Hampir satu jam, menjelang subuh. Namun, usaha Pak Agung belum juga berhasil.
''Gelap. Maaf. Masih gelap. Pilot Wisnu masih menjadi tahanan mereka. Mereka belum bisa melepaskan jasadnya. Kalau mau, ada syarat lain yang harus dipenuhi.'' kata Pak Agung, setelah itu mengakhiri komat-kamitnya.
''Apa Pak?'' tanya Kapolres penasaran.
''Tapi, saya juga sudah berdialog dengan dia (penguasa ghaib). Dia bilang minta maaf tak akan melepas jasad Pilot Wisnu. Jadi, saya juga angkat tangan pak.'' kata Pak Agung.
Hingga 10 orang pintar, didatangkan, untuk meminta kepada penguasa ghaib di hutan belantara dan rawa-rawa itu, agar melepaskan jasad pilot Wisnu.
Tentu saja, dari semua orang pintar itu, meminta sesajen yang berbeda. Dengan kekuatan beberapa orang pintar itu, jasad Pilot Wisnu berhasilkah dibebaskan, dari tahanan para penguasa ghaib di sana?
Warga Berakit, merinding mendengarnya. Betapa kuat, penguasa ghaib yang menahan jasad Pilot Wisnu waktu itu.
Di sana, di lokasi rawa dimana pesawat jatuh itu, memang angker. Tak ada warga yang berani menebang pokok bakau di sana.
Pernah ada kejadian, orang yang pernah menebang pokok Bakau di sana, keesokan harinya sakit sampai berhari-hari.
Katanya, orang itu, melihat penampakan seorang perempuan tua, yang diyakini penunggu hutan Bakau itu.
Satu hal yang menyeramkan. Pokok Bakau itu sudah dipotong. Padahal, hanya dalam hitungan semalam, pokok Bakau itu tumbuh lagi.
Orang-orang Desa Berakit meyakini, di daerah hutan Bakau, khusus yang letaknya di belakang rumah Jum, angker.
Sejak itu, tak ada warga yang berani menebang pokok Bakau di sana. Sedangkan Jum sendiri, anehnya tidak pernah melihat penampakan sosok perempuan tua itu.
Hanya, kata Jum, rasanya bulu kuduk berdiri, kalau saat di jam-jam menjelang maghrib, berada di lokasi hutan Bakau itu.
''Alhamdulillah, sejak 1991 saya tinggal di sana, tidak ada gangguan apa pun di sana. Soal orang tua penunggu pokok Bakau yang diceritakan orang-orang Desa Berakit, saya belum pernah ketemu. Semoga juga jangan sampai ketemu.'' ungkap Jum.
''Tapi,'' lanjut Jum. ''Ada kejadian menyeramkan waktu itu. Di tengah berlangsungnya proses negosiasi antara orang-orang pintar itu berlangsung, warga juga disibukkan dengan peristiwa seorang jurnalis perempuan yang kerasukan/ kesurupan di lokasi jatuhnya pesawat itu. Namanya kalau tak salah, Juwita. Jurnalis itu, duduk di kursi. Bak Raja. Sambil berkacak pinggang. Pandangan matanya nanar. Dia melotot ketika bicara. Dia marah besar!'' cerita Jum berapi-api.
''Saya tidak akan memaafkan kesalahan lima awak pesawat itu. Sebab, mereka telah merusak istana saya. Saya adalah Pangeran Kuda Sembrani, raja besar di wilayah Berakit .'' kata jurnalis perempuan itu, dengan suara lelaki, seperti diceritakan Jum.
Perhatian aparat, tak lagi fokus soal evakuasi awak pesawat. Begitu juga beberapa orang yang ada di lokasi itu, tampak mendekati tempat duduk Juwita, menyimak apa yang dilakukan perempuan usia 35 tahunan itu.
Kapolres, tambah terlihat bingung. Konsentrasi terpecah. Memperhatikan proses evakuasi atau menangani jurnalis yang lagi kesurupan itu.
''Kita sedang panggil tokoh masyarakat setempat, untuk menenangkan jurnalis itu, Pak. Katanya dalam perjalanan.'' salah seorang personil polisi berbisik ke kapolres.
''Oh. oke. Syukurlah semoga cepat datang!'' jawab kapolres yang terlihat gelisah sejak dari siang tadi.
Tak lama, dia (Jurnalis) minta melati putih, pulut kuning, kelapa hijau. Bunga kantil. Baju warna kuning.
''Saya mau bunga melati putih yang masih kuncup satu piring. Pulut kuning. Kelapa hijau. Bunga kantil. Baju kuning!'' perintah Juwita dengan nada membentak.
''Jangan turuti permintaan setan!'' celetuk seseorang diantara kerumunan itu.
''Untuk apa kamu minta semua itu.'' tiba-tiba suara itu muncul di hadapan Juwita.
Dia, ternyata seorang pria tua berambut putih. Muncul menyeruak, diantara kerumunan, memecah suasana tegang malam itu.
''Kalau kalian mau mendapat maafku, sediakan makanan yang aku minta. Kalau tidak sanggup, biarlah pilot itu disana, jadi tahanan istana.'' jawab Juwita masih dengan suara serak seperti lelaki.
Beberapa tokoh masyarakat, yang melihat kejadian ini, menanggapi tidak serius. Bahkan, perkataan Juwita yang dalam pengaruh roh halus itu, dianggap syirik andai permintaan dia dikabulkan.
Kapolres tampak mendekati pria berambut putih itu. ''Pak. Maaf. Bapak Pak Cik Lah ya?" tanya Kapolres galau.
"Iya. Pak. Tenang. Saya akan selesaikan malam ini juga. Ijin. Saya tangani dulu perempuan ini. Roh yang ada di tubuh perempuan ini, marah. Dia itu pangeran Kuda Sembrani.'' kata pria itu meyakinkan.
''Silakan. Silakan Pak. Tolong kami ya.'' ujar Kapolres.
''Siap Ndan!'' kata pria itu lagi.
Dia terlihat memanggil seorang anggota polisi, dan berbisik ke telinganya.
''Tolong sediakan berteba baso!" pinta lelaki tua itu.
Polisi muda itu bingung. "Maaf pak. Apa itu bartebo baso?" tanya dia.
"Oh iya. Bartebo baso itu, beras dua warna. Beras putih dan beras kuning. Yang beras kuning itu beri kunyit. Sama padi.'' pemuda itu terlihat masih bingung.
Dia melapor ke atasannya. "Ndan, bapak itu minta beras dua warna. Satu beras warna kuning dan satu lagi beras tapi masih dalam bentuk padi." jelas polisi muda itu.
"Aduh. Apa lagi itu. Tapi, sana cari ibu-ibu dan minta tolong mereka yang carikan." perintah kapolres.
Dengan langkah gamang, polisi muda itu mencari ibu-ibu di kampung itu. Beberapa orang mengatakan susah mendapatkan padi.
Untung ada orang yang berbaik hati. Dia memang sengaja menyimpan padi di dapurnya. Sebagai jimat. Entah jimat apa. Yang pasti dia memberikan segenggam padi, kepada polisi muda itu.
Lalu, dia meminta salah seorang ibu-ibu lainnya, berusaha membuatkan beras warna kuning yang diberi kunyit.
''Tunggu ya. Saya buatkan.'' kata perempuan paruh baya itu.
Perempuan itu pun bergegas, beranjak dari lokasi dimana tempat Juwita dikerumuni orang banyak.
Berselang satu jam kemudian, polisi muda itu, menyerahkan semangkok beras putih dan semangkok lagi beras kuning (beras yang sudah dicampur kunyit) kepada lelaki tua tadi.
''Airnya mana!'' pinta lelaki itu lagi.
''Air tolong. Tolong siapa yang bisa ambil air!'' celetuk salah seorang pria berseragam polisi, diantara kerumunan itu.
Tak lama, seorang lelaki menyerahkan air kemasan botol Aqua besar, kepada pria tua berambut putih itu.
''Kalau sudah aku serahkan emas kawinnya. Mau kah kamu meninggalkan perempuan ini!'' kata pria berambut putih itu membentaknya.
''Tidak mau!'' bentak Juwita.
''Jangan keras kepala kamu!'' balik pria berambut putih itu, membentak Juwita.
Sembari mengatakan itu, pria berambut putih itu pun menaburkan kedua beras itu ke tubuh Juwita.
''Tolong jangan ganggu perempuan ini. Dia tidak salah. Dia hanya berkunjung ke daerah ini. Dia baik. Tidak punya niat jahat apa pun!'' katanya sambil terus-terusan menaburkan beras yang ada di kedua mangkuk itu.
''Selama permintaanku tak disediakan, jangan harap urusan kalian selesai malam ini.'' ancamnya.
Menurut cerita sesepuh di desa itu, ada kisah legenda jaman dulu, di kawasan Desa Berakit, diyakini ada sebuah istana Pangeran Kuda Sembrani.
Namun, ketika ditelusuri dengan kasat mata, istana itu tidak akan pernah ditemukan jejaknya.
Di istana itu, dipimpin oleh seorang raja, yang dikenal dengan nama Pangeran Kuda Sembrani.
Ada kolam pemandian, nan indah, di istana Pangeran Kuda Sembrani itu. Kolam itu, dibuat untuk mandi para dayang-dayang istana. Hanya orang tertentu yang bisa menyaksikan keberadaan istana Pangeran Kuda Sembrani.
Menurut pengakuan orang-orang pintar itu, yang membuat Pangeran Kuda Sembrani marah, selain istana yang sudah hancur, kolam renang pemandian dayang-dayang itu kotor, diterjang pesawat yang jatuh itu.
Hingga akhirnya kapolres memutuskan memenuhi apa yang jadi permintaan juwita.
"Bilang sama ibuk yang buat beras kunyit itu, minta tolong carikan bunga melati putih yang masih kuncup satu piring. Pulut kuning. Kelapa hijau. Bunga kantil. Baju kuning!'' perintah kapolres setengah berbisik pada anggotanya tadi.
Sesajen tadi, dimakan sedikit demi sedikit oleh Juwita. Sampai bersih tak bersisa. Memang benar adanya, bersamaan dengan itu, pelan-pelan jasad Kapten Wisnu berhasil dievakuasi.(***)