Cerpen
Disukai
0
Dilihat
2,878
Kupu-kupu Kertas
Romantis


Detik demi detik terlewati, begitu juga perjalanan panjang yang begitu melelahkan ini. Tempat persinggahan yang tepat ialah persinggahan yang menyuguhkan kenyamanan dan kenikmatan walau sesaat. Menurutmu apa perhiasan paling indah di dunia?, Kristal?, Zamrud?, Permata?, Ataukah berlian?.

Apakah itu sepadan dengan para perempuan molek nan memanjakan? Aku berani bertaruh bahwa perhiasan semacam emas permata hanya seujung kuku daripada seonggok perempuan molek.


Pria mana tak kepincut dengan kemolekan perempuan?, Kuyakin tak ada!. Aku yakin seyakin yakinnya. Dan perempuan molek itu berdiri di sudut jalan menjajakan diri menarik kaum adam. Makian dan hinaan sudah biasa ia terima dari para manusia suci yang menganggap dirinya paling dekat dengan penguasa alam dan bahkan manusia itu tak tau siapa dan bagai mana bentuk penguasa alam itu. Terlebih perempuan itu tidak tahu apa yang membuatnya demikian, menjadi hina seperti ini memang butuh pengorbanan terbesar yaitu harga diri. Harga diri terinjak injak demi perut sendiri maupun perut terdekatnya.


Semua pemikiran kehidupan para perempuan ini membuatku hampir tak bisa bernafas ditambah lekukan tubuh wanita di depanku, lekuk tubuh meliuk-liuk bagai kehidupannya yang tak menentu. Sungguh indah namun tragis, indah untuk dinikmati nan tragis untuk dijalani.

Di setiap waktu engkau tersenyum, sudut matamu memancarkan rasa. Gerakan tubuh meliuk-liuk membangkitkan nafsu, sengaja dilakukan demi membangkitkan gairah lelaki. Dan terpaksa jalani demi sesuap nasi.


Lelaki manapun tak akan pernah lolos dari jerat bibir manisnya. Dalam senyuman ia menyimpan tangis duka dan dalam duka tangisnya ia tersenyum. Akhirnya alunan lagu desahan lembut itu keluar dari bibir indahnya, aku tak tahu lagu apa yang engkau nyanyikan dan sesungguhnya aku tak ingin tahu karena beberapa hal terbaik yang tersisa memang tak perlu dikatakan. Bayanganku makin tinggi ketika engkau menyanyikan sesuatu yang indah tak terlukis kata kata dan membuat hati ini mencinta karenanya. Ku katakan!, Suaranya naik tinggi melebihi seseorang dari kegersangan yang berani memimpikan suatu hal. Layaknya burung indah mengepakkan sayapnya dan untuk kenangan singkat, jiwanya merasakan kebebasan.


Aku bukan orang yang pandai merangkai kata-kata, namun untuknya?, Tak ada yang lebih tinggi dari Cinta. Dan seandainya bisa, kan ku buat kata baru yang melebihi makna cinta. Tetapi hal itu mustahil bagi siapapun insan yang menginjakkan kaki di muka bumi ini, dan demi dirinya aku tak akan menyerah. Bukan lainya yang membuat hidup penuh warna, hanya nafsu lelaki yang bisa membuat keajaiban seperti itu.


Dan ketika engkau tahu ini nyata, hidup sempurnamu hilang dalam sekejap mata!. Tak ada yang tertinggal sepanjang waktu memikirkannya. Awalnya kau bisa menjaga diri, dan kurasa kau bisa memikirkan untuk sekadar terbiasa dengan semua hidupmu ini. Tak sampai beberapa masa berjalan sebelum kau membuka mulut untuk mengatakan lebih dari dua hal kepada seseorang. Dan ketika kata itu keluar, seseorang itu ialah aku yang kau lambai dengan lembut nafasmu.


Dia punya cara berjalan tersendiri dan berbicara tidak normal di sekitar sini. Dia berjalan seperti orang di taman bunga tanpa perhatian dan khawatir dunia. Seperti dia memakai jubah tak terlihat yang melindunginya dari tempat ini. Ku akui tak berpikir banyak tentangmu saat pertama kali melihatmu. Terlihat seperti angin kencang akan mengempaskan nya, itulah kesan pertamaku padanya. Dan ku pikir, aku sangat senang mengulang-ulang bahwa aku menyukai tubuh indahmu.


Lantunan Irama desah surga kau panjatkan, gerakan tubuh polosmu mengugah jiwa lelakiku dan melayaniku dengan sepenuh jiwa hinamu membuatku mabuk kepayang. Dalam senyummu tersirat mimik wajah tak dapat ku artikan. Dan sebaliknya, raut wajahku bisa dengan mudahnya kau artikan. Kau memberiku wajah gembira sumringah, kau lukiskan senyum di sudut bibirmu. Kau memberiku surga meskipun neraka yang kan kau dapat sebagai balasan.


Lelah ini membuatmu bersandar di dadaku. Lelah ini membuatmu melukis sesal sebab bermain-main dengan banyak pria termasuk aku. Kita saling menatap, sorot matamu yang paling tajam seolah tengah bercerita mengenai penderitaan selama ini. Aku terenyuh dengan hal-hal yang selama ini tak pernah kau inginkan. Maka biarlah aku mencintaimu.


Mencintaimu.


Kau hanya memandangiku dengan goresan senyum kecil dibibirmu, kau juga mengingatkanku untuk jangan pernah mencintaimu, mengingat dirimu ialah Kupu-kupu kertas. Kau mengatakan untuk melupakanmu sebab mustahil kita bersama. Kau pun menangis, menangis sedih, maafkan aku. Tangismu pilu menusuk relung jiwa mengingat sudah berapa banyak pria menancapkan duri tajam padamu. Kau marah sebab dirimu sendiri telah menanam benih kebencian. Entah sampai kapan berhenti menipu diri. Perlahan kau lupakanku, bersandar dalam pelukku, dan kini helaan nafasmu begitu lembut dan biarlah mimpi burukmu menguap bagai asap rokok diterpa angin malam ini.


Seandainya pernah kenal dan hidup denganmu ialah suatu mimpi, maka biarkan aku terus bermimpi dan jangan pernah membangunkanku. Dan aku berharap takkan pernah terjaga dari mimpi indah ini. Tetapi aku tahu, semua hal di dunia ini ada masanya. Bukankah ketika kita memulai sesuatu, justru sebenarnya kita sedang maju satu langkah untuk mengakhirinya?. Waktu hanya sebuah pilihan dari tuhan untuk manusia. Ada yang bisa menggunakan dengan bijak, tetapi banyak juga yang sebaliknya. Satu yang pasti, waktu tak akan pernah berjalan mundur meski hanya satu detik. Dan aku seharusnya lebih bisa menerima apa yang sudah jadi pilihan ku. Tapi kadang hati kecil ini seperti tak mau berhenti merongrong untuk terus menyesalinya.

Hati yang pernah ku berikan untuknya ialah bukti bahwa aku belum bisa mengosongkan sebelah hati yang diisinya beberapa saat lalu.


Selamat tidur kupu-kupu kertasku ....




***





KOSONG, Sepi. Itu yang sekarang ku rasakan setiap kali membuka mata di pagi hari. Ku buka pandangan dan menatap tempat di seberang sana tersenyum kelu kepadaku. Anehnya aku akan selalu menatap tempat itu selama beberapa lama. Sedikit mengajaknya berbincang tentang cuaca hari ini. Lalu bertukar tawa dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh dan nggak masuk akal. Seolah dengan begitu dia akan membuka dengan sendirinya dan mempersilakan aku masuk. Tapi aku tahu semua itu hanya khayalan belaka. Karena nyatanya pintu itu sudah tidak pernah terbuka lagi selama beberapa hari ini. Hidupku kini layaknya secangkir teh tawar, hambar dan dingin.


Ya, Kupu-kupu itu kini telah pergi. Dia berucap soal rencananya hengkang dari dunia malam ini dan bertekad memulai semua dari awal. Maka tinggallah aku sendirian di sini. Benar-benar sendiri. Tanpa ucapan menyambutnya yang khas, tanpa lembut nafasnya, dan tanpa senyum yang sejak kepergiannya selalu ku rindukan. Hari-hari yang aku lewati beberapa hari ini terasa suram dan gelap. Bisakah kalian membayangkan tentang seseorang yang mengisi waktu kalian, seseorang yang sudah menjadi bagian hidup lebih dari yang pernah kalian inginkan walau sesaat, lalu dia pergi dan membiarkan kalian sendirian dengan secangkir kerinduan yang disisakannya?. Kalian akan terus meminumnya, meskipun kalian tahu, semakin kalian meminumnya, akan semakin hebat sakit yang kalian rasakan. Itu yang sedang ku nikmati sekarang.


Tak pernah ada yang bisa mengendalikan waktu. Di suatu waktu kadang aku merasa waktu sangat lambat berjalan, menahanku lebih lama dari yang semestinya. Tapi di lain hari, seperti yang ku rasakan hari ini, waktu sangat cepat berlalu meninggalkan hari kemarin. Yang tersisa hari ini, hanya serpihan kenangan yang tertinggal dalam hati, atau bahkan terlupakan begitu saja.

Satu malam aku bersamanya dan tiap detik menyemai benih benih tumbuh didalam hati

Aku ... sudah dalam tahap tak bisa dipungkiri lagi, rasa sayangku padanya tercipta begitu dalam. Menembus semua batas-batas perbedaan diantara kami. Bukan, bukan kecantikannya yang memang sangat mengganggu ketenangan hati, tetapi kebersamaan kami yang membuatku seolah memilikinya hidup dan mati. Rasa yang seharusnya nggak boleh terlalu melenakan.


Toh pada akhirnya aku sadari, tak ada yang abadi di dunia fana ini. Semua yang bernyawa akan mati. Dan semua pertemuan akan mengalami perpisahan. Adalah dia menyadarkanku akan hal itu. Di satu pagi yang hangat saat tengah bersamanya, ketika matahari baru saja menampakkan diri di balik awan pagi.

Aku baru bangun. Membuka mata, dan mendapati sesuatu yang hangat di pipiku.

Kupu-kupu kertas. Dia tertidur pulas di sampingku. Satu tangannya di pipiku dan satu yang lainnya menopang pipinya. Wajahnya yang damai cukup menceritakan mimpi yang sedang ia nikmati. Mendadak hatiku mencelos seperti ada sebongkah es yang meluncur dan meliuk-liuk dalam perut.


Tuhan, jikalau dapatkah aku berharap .... Aku tak mau momen seperti ini berakhir. Aku mau terus seperti ini. Aku mau ada di sampingnya. Melihatnya terlelap di sampingku dan mengucapkan selamat pagi ketika dia membuka matanya.


Aku mendesah pelan. Bukankah dari dahulu memang seperti ini?, aku bertanya dalam hati. Pada akhirnya semua akan berujung ke satu titik bernama perpisahan.

Tetapi semua itu tinggal kenangan, kenangan yang menggelitik jiwa. Di tempat itu pula aku harap dia datang mengulurkan tangan mengajakku masuk. Tempat ini masih sama saat terakhir kali aku mengunjungi, tata letak hingga perabotan. Hanya saja tempat ini nyaris tenggelam oleh kenangan banyak lelaki yang menjadi tempat ini persinggahan sementara.


Sebuah suara yang sudah sangat akrab di telingaku, seperti berdengung di dalam kepala. Perlahan sosoknya hadir di hadapan. Berdiri sambil tenang melukiskan senyum seperti yang biasa ia jalani. Dada terasa sesak. Ku alihkan pandangan ke sudut lain, dan saat itulah aku melihatnya lagi. Entah kenapa ke mana pun mataku menyorot, selalu ada dirinya di sana merangkai asa rayuan.

Kenangan tentang indah sosok dan rayuannya begitu terpatri kuat dalam kepala, menari-nari kesana kemari layaknya diputar dalam sebuah rekaman usang. Di balik tempat itu betapa aku punya banyak kenangan. Di balik tempat itu, pernah ada seorang wanita yang membuatku mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Di balik itu, pernah ku simpan harapan tentang indahnya hidup. Dan di balik pintu itu juga, ada cerita tentang seorang Kupu-kupu kertas.

Dan malam ini, aku biarkan semua kenangan tentangnya tertinggal di balik tempat itu. Suatu hari nanti, ketika diriku singgah kembali ke tempat itu, aku berharap sudah benar-benar siap dan mengerti bahwa keadaan tak seharusnya jadi suatu penghalang dan titik mati untuk seseorang menyatakan cintanya. Suatu hari nanti ketika aku singgah lagi di tempat itu, ku berharap ada dirinya yang hadir untuk menyambut kedatanganku.


Suatu hari nanti ....



Teruntuk wanita, kau telah diajari bahwa kedua tungkaimu ialah pemberhentian singkat bagi para lelaki yang butuh tempat peristirahatan sebujur tubuh yang kosong bagi para tamu meski tiada satupun yang datang dan berniat menetap.

Aku menunggu hujan turunlah, aku mengharap badai datanglah, gemuruhnya akan melumatkan semua kupu-kupu kertas.



Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)