Cerpen
Disukai
1
Dilihat
2,827
Dari Balik Jendela Itu
Romantis

Pagi yang Indah, di temani oleh sang mentari yang kembali meninggalkan peraduannya. Alam pun menyambutnya dengan gembira. Segera ku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

Aku selalu berangkat lebih awal, agar aku tidak kehilangan moment berharga dalam hidupku. Setidaknya itu menurutku. Setiap pagi aku selalu berangkat ke sekolah dengan cepat, agar aku bisa melihatnya. Seorang pria yang telah lama ku kagumi, dan setiap hari ku pandangi dari balik jendela. Mungkin sebagian orang akan mengatakan bahwa yang ku lakukan itu adalah hal yang bodoh dan konyol. Setiap hari menunggu seseorang yang spesial untukmu lalu memandangnya dari jauh, tanpa berani untuk berkenalan dengannya. Tapi sudahlah... Aku memang tidak memiliki keberanian untuk bisa berkenalan dengannya. Seperti inilah caraku untuk mencintainya, mencintainya dengan sederhana. Dengan hanya memperhatikan dia dari jauh, dengan hanya mencintainya dalam diamku.

Ku pacu sepeda motor kesayanganku, yang selalu menemaniku setiap hari. Sesampainya di sekolah, ku pwrkirkan sepeda motorku dan segera ke kelas. Sesampainya di kelas, ku letakkan tasku dan berdiri dari balik jendela, menatap keluar dan menunggunya akan datang di gerbang masuk sekolah.

Beberapa saat kemudian, orang yang ku tunggu-tunggu pun datang. Seperti biasa aku hanya bisa memandangnya dari jauh. Ku lihat ia dengan senyum yang tanpa ku sadari merekah di bibirku. Yah... Dialah Fikri, cowok yang telah ku kagumi selama 1 tahun lebih, sejak aku duduk di kelas 1 SMA. Awal aku melihatnya, saat dia sering datang ke kelasku. Ia berteman dengan Dani yang sekelas denganku. Awalnya aku bersikap biasa-biasa saja, tapi karena sering melihatnya aku pun lebih memperhatikan dia. Dia adalah laki-laki yang baik, tutur katanya yang lembut membuat orang jadi senang berteman dengannya. Dia sopan dan pintar, ditambah lagi dia adalah laki-laki yang tampan. Semenjak itulah aku mulai mengaguminya. Namun entah mengapa rasa ini semakin dalam, rasa kagumku pun berubah menjadi rasa cinta padanya. Rasa yang seharusnya tidak ku rasakan. Karena aku tahu ini hanya akan menyakitkan untukku.

Setiap istirahat kedua, dia selalu berada di perpustakaan. Dia selalu menyempatkan waktunya untuk belajar, inilah salah satu alasan aku mengagumi sosoknya juga, disaat hampir semua siswa sedang asyik berada di kantin untuk melepaskan rasa bosannya karena berjam-jam belajar, ia memilih perpustakaan sebagai tempat penghilang rasa lelahnya.

Di hari berikutnya...

"Duh... Aku telat lagi, semoga saja Bu Nia belum masuk ke kelas." Kataku berbicara pelan dengan diriku sendiri yang sudah di rundunh cemas. Baru pertama kali aku telat ke sekolah, jadi wajar saja bila aku setakut ini. Dan yang paling disayangkan, aku jadi tidak bisa melihat dia datang dari gerbang sekolah. Segera ku berlari dengan secepat yang ku bisa menuju kelas dengan buku-buku yang ada di tangaku. Tapi tiba-tiba...

BRUKK!

Aku bertabrakan dengan seseorang, untung saja aku tidak terjatuh, hanya... Buku-buku ku jadi berserakan di lantai, itu membuatku sedikit kesal. Segera ku kumpulkan buku itu, meski moodku sedang tak baik aku berusaha untuk cuek dan tidak menoleh sedikitpun pada orang yang menabrakku. Tidak ada waktu untuk berdebat dengannya atau sekedar meminta maaf atau mengucapkan maaf, pikirku.

"Kamu tidak apa-apa kan? Maaf yah aku tidak melihatmu, sini ku bantu,!" Katanya.

"Tidak apa-apa, aku bisa sendiri." Jawabku.

Aku terus mengumpulkan bukuku tanpa menolah padanya. Yang aku pikirkan sekarang hanyalah, aku harus sampai ke kelas, sebelum ibu Nia datang. Setelah mengumpulkan bukuku, aku segera berlari meninggalkan orang itu, entah apa yang akan ia pikirkan tentangku.


Sesampainya di kelas, ku lihat pelajaran belum di mulai dan Bu Nia belum ada di sana, betapa leganya aku...

"Huufftt... Tidak sia-sia aku berlari." Kataku sambil menghela nafas panjang.

'Tapi siapa yang nabrak aku tadi? Sepertinya aku kenal dengan suara orang itu, aku baru kepikiran...' Renungku.

"Tumben kamu telat Rin?" Tanya Dinda sahabatku.

"Ia nih, semalam aku mengerjakan PR hingga larut, jadi aku kesiangan deh..." Jawabku menghela nafas panjang.

"Oh, gitu."

"Tahu tidak, aku bukan hanya terlambat, tapi juga bertabrakan dengan seseorang saat menuju ke kelas, buku-buku ku sampai berantakan."

"Siapa yang nabrak kamu?"

"Aku juga tidak tahu."

"Kamu aneh deh... Masa tidak tahu orangnya, memangnya mata kamu ke mana." Mengejek.

"Ihh... Apaan sih mataku ada di tempatnya lah... Aku tidak sempat lihat dia karena aku terlalu terburu-buru." Mencubit pelan lengan Dinda.

"Ihh... Rina, sakit tahu." Mengeluh.

"Tapi dari suaranya, sepertinya aku kenal deh Din."

Mereka berdua tampak berpikir.

"Ah, sudahlah... Lupain aja, uang penting kan kamu sampai tepat waktu."

"Hhmm... Kamu bener."


Ketika jam istirahat aku segera pergi ke perpustakaan, ada buku yang ingin ku pinjam, sebagai bekal karena sebentar lagi kami akan UN. Hal yang paling mendebarkan bagi kami semua, siswa kelas XII. Setelah ku dapatkan bukunya, aku pun membuka dan membacanya sebentar. Dan betapa terkejutnya aku ketika dia juga ada di perpustakaan itu. Biasanya dia hanya akan datang ke perpustakaan pada jam istirahat kedua, tapi di jam istirahat pertama ini.... Aku tidak menyangka dia juga ada di sini. Agak ragu, dan jantungku berdetak begitu kencang. Aku jadi sala tingkah, apalagi saat ku lihat dia menoleh ke arahku, aku mencoba menenangkan diriku sendiri dan berusaha bersikap biasa-biasa saja. Tetapi aku lebih terkejut lagi aat dia menghampiriku.


"Hhmm... hai." Sapanya.

"I... ia." Jawabku gugup.

"Ada apa yah?" Sambungku.

"Langsung saja, aku mau minta maaf soal tadi sama kamu." Kata Fikri dengan senyumnya yang manis.

"Minta maaf? Minta maaf soal apa?" Tanyaku bingung.

"Yah... Karena aku sudah nabrak kamu tadi." Jelasnya.

"Ja... jadi tadi yang nabrak aku itu... Kamu?"

"Ia aku."

"O... oh..." asli gugup banget.

"Jelas saja kamu tidak tahu, kamu sama sekali tidak menoleh padaku, kamu terlalu sibuk mengumpulkan buku-buku mu, hehe..." katanya.

'Fikri andai saja kamu tahu, bahwa ada seseorang yang selalu memperhatikan dirimu. Andai saja kamu tahu bahwa ada seseorang yang selalu mengharapkan kamu. Andai saja kamu tahu akulah orang itu. Mengapa aku tidak bisa menghilangkan rasa sayangku padamu? Mengapa aku mengagumimu? Mengapa aku mencintaimu? Padahal aku tahu bahwa kau tidak mempedulikan ku. Kau tidak pernah menoleh padaku. Salahkah aku bila mencintaimu? Karena perasaan ini datang tanpa pernah ku minta. Bodohnya aku yang masih menantikan cinta darimu." Gumamku dalam hati.b

"Hei, kamu kenapa melamun?" Tanyanya heran.

"Oh... Tidak kok." Salah tingkah.

"Oh yah... Maaf." Ucapnya sembari mengulurkan tangannya padaku.


Mimpi apa aku semalam, sampai seorang laki-laki yang sudah lama ku kagumi diam-diam kini berdiri di hadapanku dan mengulurkan tangannya padaku untuk meminta maaf. Ini benar-benar hari yang istimewa dalam hidupku. Segera ku sambut tangannya dengan gembira.

"Ia, tidak apa-apa kok." Menyambut tangan Fikri, berjabat tangan dengannya.

"Oh yah, nama kamu siapa?"

"Rina, Rina Saputri."

"Nama yang bagus, akan ku ingat nama itu." Kembali tersenyum.

Aku tidak menjawabnya dan hanya melemparkan senyum juga padanya. Aku terlalu malu dan tidak sanggup mengucapkan kata-kata. Dan di saat itu bel tanda masuk pun berbunyi. Raut wajahku berubah sedih, namun berusaha untuk ku sembunyikan.

'Kenapa sih belnya harus bunyi sekarang? Bahkan waktu pun rasanya tak ingin kami bersama." Ungkap ku, mengeluh dalam hati.

"Belinya sudah bunyi, kalau begitu aku ke kelas duluan yah..." Pamit.

"Iya." Jawabku singkat dengan senyuman.


***

Waktu rasanya begitu cepat berlalu, dan kami siswa-siswi kelas XII telah usai menghadapi UN. Dan hari ini adalah hari terakhir kami ke sekolah. Fan aku masih sangat ingat saat aku berbicara dengan Fikri. Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupku. Pembicaraan yang singkat dengannya, namun meninggalkan kesan yang begitu bermakna bagiku. Walaupun setelah hari itu aku tidak pernah lagi bertegur sapa dengannya. Itu adalah hal pertama dan terakhir kalinya. Tapi, aku mssihs ering memandanginya dari balik jendela kelasku.

Perasaanku hari ini bercampur aduk, di satu sisi aku senang karena aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Tapi di sisi lain aku juga sedih karena itu berarti aku tidak akan bisa melihatnya lagi.

Di hari terakhir sekolah itu juga, aku berdiri di balik jendela yang biasa ku tempati saat aku memandangnya. Lalu ku putar kembali memori tentangnya, saat aku tersenyum bila melihatnya, saat aku memujinya dari jauh, saat aku melihat senyumnya dan mendengar suaranya, saat aku mengalihkan pandanganku bila ia melihat ke arahku, saat aku sedih ketika tidak melihatnya datang dari gerbang sekolah, saat pikiran bodoh menghampiriku bahwa kelak dia akan menjadi milikku. Jendela ini telah menjadi saksi bisu tentang perasaanku. Dan menyimpan sajak-sajak yang terucap saat aku melihat dia. Entah ini adalah kenangan manis dalam hidupku atau kenangan pahit yang hanya meninggalkan luka di hati. Namun, apapun itu... Aku akan selalu menyimpan kenangan ini dalam buku harian kehidupanku. Kau adalah salah satu alasanku tersenyum. Karena mencintaimu adalah hal terindah dalam hidupku. Walaupun aku tak bisa memilikimu, tapi aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Karena aku tahu tak semua yang dicintai harus dimiliki, dan tak semua cinta harus memiliki. Aku akan selalu mengingat kenangan ini, kisah cinta dalam hidupku yang hanya bisa kuuraikan melalui pandangan mata yang jauh, hanya bisa mengagumimu dan mencintaimu dari jauh, tanpa ada seorang pun yang tahu.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)