Masukan nama pengguna
Aiden menerjang Peter dengan tendangan ganda narae chagi. Sayangnya, Peter membungkukkan tubuh di waktu yang tepat lalu membalasnya dengan dwi hurigi, tendangan melompat dengan kaki mengait leher sekaligus menjatuhkan Aiden ke atas pasir. Aiden terkunci tak berkutik.
"Ah, come on, masa cuman segitu. It's not you, Aiden!" Peter menarik kedua kakinya dari leher Aiden sambil mengeluhkan performa kyoruki* sahabatnya.
"Hah ... hah ...." Aiden duduk di atas pasir pantai Whiternsea bermandi peluh. Ia mengatur napasnya yang tersengal. Sesak membebani pilu dalam dadanya. Melawan Peter saja ia tak mampu apalagi menjatuhkan lawan nanti.
Aiden sudah lupa kapan tepatnya ia berlatih serius. Sejak memutuskan menikah dengan Aisha, Aiden berjanji tak akan lagi bertarung di Martial Red, arena pertarungan rahasia yang disaksikan para milyuner dengan uang taruhan yang setara dengan taraf ekonomi mereka.
Hasil bertarung di Martial Red memang mengemukkan rekening Aiden tapi duel tak akan berhenti sebelum salah satu petarung meregang nyawa. Pembunuhan terselubung yang dilindungi oknum-oknum pejabat dan penegak hukum.
Air mata Aiden menetes. Dua hari lalu, Aisha diculik saat pulang mengajar Bahasa Indonesia di lembaga kursus "Bahasa First". Ia disandera oleh Steve--bandar Martial Red--agar Aiden mau kembali bertarung di Martial Red, London. Padahal, sejak menikah dengan Aisha, Aiden sudah bersumpah untuk meninggalkan semuanya dan menjadi guru olahraga di Paragon High School.
"Seharusnya uang itu mereka pakai untuk konsultasi ke psikiater profesional. Orang-orang sakit jiwa!" Aiden senyum miris mengingat komentar Aisha saat ia menceritakan masa lalunya, sebelum melamar Aisha.
Di Minangkabau, Aiden menikahi Aisha, putri seorang *tuo silek.
"Ah, bukan saatnya mengenang romansa sementara nyawa dalam pertaruhan." Aiden bangkit, "Give me 30 minutes, aku akan mengingat semua jurusku!" Ia meninggalkan Peter dan mencari tempat sepi.
Aiden duduk bersila, memejamkan mata dan mengatur napasnya. Pikirannya menembus waktu ke masa ia mengikuti Silek Camp di Indonesia selama tiga bulan.
19 jurus Langkah Ampek ia pelajari dengan cepat karena di tubuhnya sudah mengakar berbagai jenis bela diri, Taekwondo, Kuntao, Karate, bahkan Gulat. Terlanjur jatuh cinta pada silek, Aiden memperpanjang masa singgahnya hingga takdir mempertemukannya dengan Islam dan Aisha.
Pak Aziz, Sang Tuo Silek terpesona pada kegigihan Aiden. Ia menangkap kemauan kuat dan ketulusan Aiden saat belajar silek, menyerap nilai ketuhanan, maupun saat melamar putrinya, Aisha.
Dua tahun di Padang, Aiden menuntaskan langkah ampek hingga langkah satu dengan matang.
"Simpan ini baik-baik, jangan sampai kau gunakan untuk membunuh," pesan Pak Aziz seraya menyodorkan *kerambit bergagang kayu ukir, saat Aiden berpamitan pulang ke Scunthorpe, Britania Raya, bersama Aisha.
Sepuluh menit berlalu, meditasi Aiden masuk ke tahap lebih dalam. Ia fokus pada peningkatan energi dalam tubuh. Menit-menit terakhir meditasinya ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
Peter berlatih jurus-jurus andalannya sambil menunggu Aiden di Dojang Spirit Fighter miliknya dekat Pantai Withernsea, tempat kyoruki bersama Aiden tadi. Selain menjadi saboeum*, Peter juga seorang dokter ahli tulang.
Aiden dan Peter mengulang kyoruki. Kali ini, Aiden bisa mengimbangi Peter seolah setiap otot tubuhnya mulai mengingat hasil tempaan bertahun-tahun menjadi petarung.
"Assalamu'alaikum!" salam Bang Fuad, senior silek dari Minangkabau yang bekerja sebagai tenaga IT di London Tech.
Sparing Aiden dan Peter terhenti, keduanya segera menyambut Bang Fuad.
"Terima kasih sudah datang. Maaf merepotkan Abang," ujar Aiden usai membalas salamnya.
"Kito saasok sakumayan*, Aiden!" balas Bang Fuad.
Usai berbincang ringan, Bang Fuad berganti pakaian. Ia dan Aiden berlatih langkah tigo dan *sambuik.
"Steve tak mungkin membebaskan Aisha begitu saja. Bagaimana pula bila aku kalah di arena. Huh ... padahal aku sudah janji pada Aisha tak lagi bertarung di sana."
"Nyawa Aisha lebih berharga dari janji, Aiden!" seru Bang Fuad.
Mereka berdiskusi dan mengatur strategi untuk membebaskan Aisha.
Sejak itu ketiganya berkumpul di dojang setiap hari untuk berlatih dan mengumpulkan informasi tentang keberadaan Aisha. Aidan, Peter, dan Bang Fuad berangkat ke London, sepuluh hari kemudian, sehari sebelum hari karantina. Aidan mengisi 3,5 jam perjalanan dari Scunthorpe dengan resah.
Sampai di London, Peter yang menyetir mengikuti sebuah sedan berkaca gelap. Aiden mengikuti arahan yang dikirimkan Steve melalui ponselnya. Lokasi pertarungan Martial Red selalu beralih tempat agar tidak terdeteksi penegak keadilan.
Sebelum Aiden masuk ruang karantina, Steve menghubunginya lewat video call. Wajah Aisha tampak jelas di layar ponsel Aiden.
"Abang! Jangan membunuh lagi, jangan juga terbunuh! Allah ma'ana!" Aisha bicara tegas menguatkan diri meski dadanya berkecamuk. Ia tahu Aiden akan semakin gusar bila melihat dirinya lemah.
"Aisha, Abang sayang kau, tunggu sebentar lagi saja!" Aiden ingin sekali berlari mencari istrinya tapi ia tahan agar rencananya tak berantakan.
"Hey, Aiden! Pandeka Withernsea! Win the game for me!" Steve menyela percakapan singkat Aiden dan Aisha lalu mengakhiri panggilan teleponnya.
Aiden masuk ke kamar khusus, melakukan meditasi. Aisha tampak baik-baik saja, berarti ia harus fokus mempersiapkan dirinya untuk bertarung, tanpa membunuh apalagi terbunuh.
Di ruangan yang pada pintu kamarnya tertulis The Pandeka Withernsea Team, Bang Fuad dan Peter--yang tercatat sebagai manajer dan asisten Aiden-- mempersiapkan peralatan yang akan digunakan esok. Nama tim Aiden ambil dari pantai Withernsea, tempat mereka berlatih.
Bang Fuad menyalakan laptop dan mengambil dragonfly, drone tiga sentimeter yang memuat kamera mini. Diterbangkannya dragonfly merapat ke langit-langit ruang, lalu melayang mengelilingi gedung, sementara Bang Fuad dan Peter bertukar ide.
Setelah mendapatkan gambaran area gedung, strategi baru dirancang cepat. Pistol dan kerambit yang berhasil disembunyikan dalam lapisan koper, dikeluarkan dan segera diselipkan dalam pakaian masing-masing.
Arena pertarungan Martial Red dikelilingi penonton berpakaian parlente dengan wajah tertutup topeng. Kedua tim petarung--yang juga mengenakan topeng kain yang berlubang di bagian mata--telah siap di sisi berlawanan.
Aiden dan Bang Fuad mengenakan endong sapatagak* sementara Peter memakai dobok*.
"Pandeka Withernsea!" Panggilan untuk Aiden membahana. Peter memasuki arena menggantikan Aiden. Postur tubuh yang serupa ditambah topeng memberikan keuntungan bagi keduanya untuk bertukar posisi tanpa ketahuan, setidaknya perlu beberapa waktu sampai penyamarannya terbongkar.
Riuh tepuk tangan menandai dimulainya pertarungan. Aiden dan Bang Fuad menyelinap, meninggalkan sisi arena. Keduanya sukses melumpuhkan penjaga pintu dengan sekali pukul. Aiden berlari cepat mengikuti petunjuk arah Bang Fuad untuk menyelamatkan Aisha.
Menaiki lantai gedung berikutnya, mereka dihadang empat lelaki bertubuh besar. Memakai jurus serangan langkah tigo, Aiden dan Bang Fuad menjatuhkan mereka dengan cepat. Penjagaan semakin ketat, keduanya ketahuan menyusup. Seorang lelaki berseragam judo menghadang.
"Pergi, selamatkan Aisha!" seru Bang Fuad sambil menangkis serangan dari lelaki itu.
Aiden berlari lebih cepat menuju ruang Aisha disekap. Namun, ia kembali dihadang tiga lelaki dengan postur tubuh berbeda, salah satunya bisa ditebak sebagai pegulat. Aiden menduga mereka petarung terlatih yang dipilih Steve.
Aiden berhenti dan berdiri tegak lima langkah dari ketiga musuhnya. Otaknya berpikir cepat menentukan teknik apa yang harus ia gunakan untuk menjatuhkan tiga lawan dengan cepat.
Lelaki yang paling tinggi menyerang lebih dulu, dua kawannya hanya mengawasi. Aiden melayaninya dengan jurus-jurus pertahanan. Setelah beberapa jurus ia mengenali lawannya adalah taekwondoin.
Tubuh lawan yang lebih tinggi, membuat pukulan *momtong dan arae jireugi beberapa kali mengenai kepala dan dada Aiden. Aiden terpukul mundur tiga langkah, ia berbalik menyerang dengan tendangan ganda dan berhasil menghantam dagu lawan. Tanpa memberi kesempatan pada lawan untuk bangkit, Aiden melayangkan tendangan tornado tepat di dada lawan ditambah *dollyeo jireugi bertubi-tubi pada kepala lawan yang ambruk.
Si pegulat segera menyerang Aiden yang belum siap menerima serangan. Rupanya si pegulat bermaksud menjauhkan Aiden dari temannya yang telah kalah. Ia melepaskan Aiden dari kunciannya dan memberi waktu untuk Aiden pasang kuda-kuda.
Lawan menubruk tubuh Aiden dan mengunci lengannya. Aiden mencoba menendang tetapi tubuhnya dibanting oleh lawan. Aiden mengaduh, tulang punggungnya ngilu setelah menghantam lantai. Ia berusaha bangkit dengan cepat, kepalanya pening, pandangan Aiden sejenak berubah gelap. Ia mengerjap beberapa kali lalu menggelengkan kepala.
Belum pulih tenaganya, lawan kembali menyerang, Aiden bertahan. Ia nyaris putus asa saat menahan tubuh yang beratnya dua kali lipat berat tubuhnya. Aiden menggunakan beberapa detik berharganya untuk mengubah keadaan. Digunakannya jurus langkah duo, dan memusatkan tenaga dalam pada otot lengannya untuk menjatuhkan lawan. Aiden berhasil. Serangan pukulan ia lancarkan kemudian melompat dan menjatuhkan pukulan siku di dada lawan. Darah muncrat dari mulut lawan yang kesakitan.
Aiden segera meninggalkan tubuh lawan dan menyerang satu lawan terakhir yang sigap menangkis tendangan Aiden. Lawan Aiden kali ini pesilat tapi beberapa gerakannya berbeda dengan silat Cimande ataupun silek yang Aiden kenali. Lawan kali ini jauh lebih tangguh dari dua lawan sebelumnya. Aiden mulai kewalahan, tenaganya semakin menipis.
***
Di arena, pertarungan Peter terhenti karena riuh tepuk tangan dan teriakan penonton. Di layar lebar yang menempel di atas tembok arena, pertarungan antara Aiden dan pesilat mencuri perhatian. Penonton tak lagi tertarik pada Peter dan lawannya. Kesempatan itu digunakan Peter untuk menyusul Aiden dan Bang Fuad.
Peter tak menemukan satu pun halangan, ia yakin Steve sedang mempermainkan mereka. Rencana cadangan yang telah dibuat tak boleh gagal, ia harus segera bertemu Bang Fuad.
Bang Fuad berhasil menaklukan lawannya dan menyusul Aiden. Namun, Aiden memberi kode agar Bang Fuad menyelamatkan Aisha. Bang Fuad pun meninggalkan Aiden menuju lokasi Aisha disekap. Dua penjaga di depan pintu kamar dilumpuhkan dengan mudah, Bang Fuad mendobrak pintu dan menemukan Aisha.
Setelah melepas borgol Aisha dengan tembakan tepat di tengah borgol, keduanya berlari keluar. Beberapa lelaki yang baru tiba menyerang bersamaan. Aisha mengambil kerambit yang disodorkan Bang Fuad dan memainkannya dengan lihai. Gerakan Aisha seperti tarian namun membuat lawan gentar.
***
Pertarungan Aiden masih berlanjut meski keduanya babak belur dan terengah-engah nyaris kehabisan napas. Beberapa lelaki menjaga pertarungan. Steve sengaja memusatkan anak buahnya di sekitar Aiden. Peter bahkan tak bisa menembus kerumunan mereka.
Seorang suruhan Steve melemparkan pisau agar permainan lebih menarik. Si pesilat mengambilnya dengan cepat. Aiden, dengan terpaksa, mengambil kerambit yang terselip di antara baju dan ikat pinggangnya.
Aiden terus menghindari sabetan pisau namun lengannya terkena sabetan dan pahanya tertusuk. Darah mengucur dari luka, membuat gerakan Aiden semakin lemah. Ia merasa di ambang kematian, tubuhnya mulai gemetar dan bertambah lemah. Sedetik kemudian, ia teringat intisari langkah satu, kepasrahan pada Sang Kuasa. Difokuskan pikirannya untuk membangkitkan sisa tenaga dalam. Aiden mengerahkan jurus 11 yang mematikan dan melakukan serangan terakhir, ia harus melumpuhkan lawan atau ia akan mati terbunuh. Hampir saja Aiden menyabet leher lawannya bila tak mendengar suara Aisha, "Abang! Jangan!"
Aiden yakin itu suara Aisha, Aiden urung membunuh lawan dan menyabetkan kerambit beberapa kali ke dada lawan. Tak dalam, hanya sebagai pelumpuh. Pada saat yang bersamaan puluhan lelaki menyerbu, memberi jalan bagi Aiden, Bang Fuad, dan Aisha untuk melarikan diri.
"Mereka murid-murid Peter!" Bang Fuad menjelaskan sambil membantu Aiden yang berlari sambil terpincang-pincang menuju mobil. Peter telah siap di balik kemudi, dan segera tancap gas meninggalkan Martial Red.
Sirine polisi meraung semakin kencang dari arah berlawanan. Kode rahasia yang Bang Fuad kirim ke kepolisian rupanya sampai pada orang terpercaya. Bang Fuad tersenyum puas, ia menengok ke kursi belakang namun urung menahan ucapannya saat melihat Aisha berada dalam pelukan Aiden.
"Abang tak lihat apa pun!" katanya sambil menatap lurus ke depan.
Aisha dan Aiden tertawa meski pipi mereka basah air mata.
"Kita pulang ke Padang saja ya, Sayang?" tanya Aiden yang dibalas dengan anggukan mantap sang belahan jiwa, Aisha.
Dari gedung yang berjarak lima puluh meter dari gedung pertarungan, Steve tertawa puas. Rencananya menayangkan pertarungan Aiden telah berhasil, meski tak sempurna. Steve tahu, Aiden akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan Aisha dan menghindari pertarungan di arena. Ia menyiapkan kamera di setiap sudut gedung saat mempersiapkan gedung dan arena pertarungan agar bisa memantau pergerakan Aiden.
"Terima kasih pertunjukannya Aiden, cek rekeningmu!" Telepon singkat Steve membuat Aiden tertawa lebar.
"Dasar penjahat!" seru Aiden seraya kembali memeluk Aisha.
Catatan:
Pandeka: pendekar
Kyoruki: latihan tarung jurus taekwondo.
Tuo silek: guru silat Minangkabau.
Kerambit: senjata rahasia seukuran telapak tangan berbentuk arit.
Saboeum: guru taekwondo.
Saasok sakumayan: satu asap satu kemenyan yang artinya saudara seperguruan.
Endong sapatagak: seragam silek satu set.
Dobok: seragam taekwondo.
Momtong jireugi:pukulan ke tengah.
Arae jireugi: pukulan ke bawah.