Masukan nama pengguna
Tetangga baru itu pindah ke rumah depan lima hari lalu. Selama lima hari itu, aku belum pernah bertemu dengan mereka. Mereka juga belum mengenalkan diri. Istriku bilang, mereka sepasang suami istri. Sang suami berusia sekitar lima puluh tahun, sedangkan istrinya jauh lebih muda. Sekitar tiga puluhan.
Belum sempat mengenal mereka lebih jauh, aku ditugaskan kantor ke luar kota untuk mengecek pembukuan internal perusahaan. Tentu saja aku kuatir. Mayra, istriku yang baru kunikahi tiga bulan ini, adalah perempuan polos yang baik hati. Ia mudah akrab dan tulus memberi bantuan pada siapapun. Kalau bertemu orang baik tidak masalah. Bagaimana kalau bertemu penjahat? Dan tetangga baru itu mungkin saja kan sepasang penjahat buron, yang sengaja mengontrak rumah di kawasan terpencil!
“Mas lebai, mana mungkin mereka penjahat? Kebanyakan nonton film sih.” Mayra terkekeh.
“Kurasa kita harus pasang cctv,” usulku.
“Ya ampun. Di sini aman banget, Mas. Nggak mungkin ada yang aneh-aneh.”
“Tapi rumah kita ini letaknya di pojok dan jauh dari tetangga. Kalau begitu, kamu jangan lupa kunci pintu dan jendela kalau malam. Biar aku nggak kuatir lagi.”
“Siap, Bos,” ujarnya tertawa.
Akhirnya aku harus meninggalkan Mayra juga hari itu.
***
Pekerjaanku di luar kota berlangsung lancar. Beberapa kali aku menelpon Mayra, Ia baik-baik saja. Hingga malam menjelang kepulanganku, Mayra tidak bisa kuhubungi. Aku langsung memikirkan kejadian terburuk, dan membuatku terjaga sampai pagi.
Segera kuambil jadwal penerbangan terpagi hari itu. Saat aku sampai di rumah, aku hanya bisa ternganga...
Rumah dalam keadaan kosong. Tak ada perabot yang tersisa. Bukan itu saja, di beberapa bagian kondisi rumah rusak parah. Aku berteriak histeris saat teringat Mayra. Kupanggil nama itu berulang kali. Namun, perempuan itu tidak muncul..
Para tetangga mulai berdatangan.
“Rumahnya dibobol,” kata seseorang.
“Rumah tetangganya lebih parah. Mereka menyamar sebagai pengontrak,” sahut yang lain.
Suara-suara sahut menyahut.
“Di mana Mayra?” tanyaku nanar.
Semua tetanggaku bungkam.
“Yang sabar ya Pak ....”
Hanya itu yang mereka katakan.
Sebuah pesan dari nomor yang tak kukenal tiba-tiba masuk. Firasatku menuntun untuk membukanya. Sebuah kalimat yang kutahu dari siapa.
Mas D, aku pergi. Jangan dicari. Terima kasih untuk semuanya. Maaf sudah membuat rumah kita berantakan.
Tubuhku seketika lemas. Mayraaa!