Cerpen
Disukai
2
Dilihat
1,302
PUZZLE
Thriller

Andai saja aku mampu memutarbalikkan waktu, aku tidak akan mengikuti kemauan Annea untuk dekat dengannya. Seharusnya sedari awal aku mengatakan yang sebenarnya kepada kedua orang tuaku. Kini aku merasa bersalah karena sudah membunuh seorang iblis yang pernah aku hormati.

“Pak, Claudy nggak bersalah! Seharusnya yang kalian tangkap adalah si bejat itu!” Annea berusaha meyakinkan kedua bapak berseragam polisi yang baru saja memborgol kedua pergelangan tanganku. Aku hanya diam mematung.

“Anda dapat menjelaskannya di kantor polisi nanti. Untuk sementara ini, kami harus membawanya ke kantor polisi untuk diperiksa,” setelah salah satu dari mereka mengatakan hal itu pada Annea, keduanya menarikku untuk ikut keluar ruangan. Aku mulai terhenyak sesaat sebelum pergi meninggalkan ruangan dengan lampu temaram itu. Kepalaku menengok ke belakang dengan mata nanar. Hanya terlihat sepasang kaki bersepatu dengan darah berceceran. Aku tidak mampu menahan air mata yang kian menyeruak. Maafkan aku.. benar-benar maafkan aku!

***

“Claudy! Kamu kok malah melamun sih?!” celetukan Annea membuatku tersadar. Dengan kikuk, aku mengenakan kembali kacamata yang baru saja aku bersihkan dengan kaos yang kukenakan. Aku berusaha untuk fokus melihat jalan cerita film yang berada di layar laptop. “Duh, sepertinya kamu kurang konsentrasi deh, Dy. Kamu pasti nggak ngerti jalan ceritanya tadi.”

“Aa.. aku tahu kok,” kataku agak tergagap. Walaupun kami berdua sudah berteman selama dua semester ini, aku masih belum terbiasa berada didekatnya. Annea, mahasiswi psikologi yang tercantik di kelasku. Entah kenapa kami memiliki kesamaan menonton drama korea. Tak ayal lagi, kami selalu saling bertukar pendapat mengenai drama yang pernah kami tonton. Tidak jarang kami menonton drama di rumahnya. Namun hari ini merupakan kali pertama Annea menonton film di rumahku. Itu pun karena dia yang memaksa. Bukannya aku tidak mau mengajaknya berkunjung ke rumah, tetapi ada sesuatu yang harus aku jauhkan darinya. Aku memang selalu bersikap curiga dan waspada, tetapi untuk kali ini aku yakin firasatku memang benar. Aku memiliki firasat buruk dengan apa yang akan terjadi hari ini.

“Gimana ceritanya? Hayoo, coba! Aku ingin dengar.”

“Uhm, seorang wartawan bertemu dengan seorang pria tunawisma yang gila kebersihan. Mereka saling mengobrol dan wartawan itu tertarik dengan pria itu yang mengaku pernah bersekolah di universitas Julliard namun kini menjadi tunawisma.”

“Dan..,”

“Uhm, dan.. ehmm,”

“Tuh kan. Kamu nggak fokus, Dy. Tugas kuliah ini harus kelar hari ini juga loh. Besok sudah harus dikumpul. Nggak ada waktu lagi buat melamun. Jadi begini, sepanjang perjalanan mereka dekat, si wartawan itu mengetahui bahwa penyebab utama si pria itu keluar dari rumah dan universitasnya dikarenakan ia mengidap gangguan skizofrenia. Jadi..,”

“Jadi..?” aku agak terkejut mendengar suara cowok dibelakangku. Aku yakin Annea juga nggak kalah terkejutnya. Cowok itu adalah kakak kandungku, Andy Pratama. Kak Andy berdiri sambil bersandar di kursi sofa yang kami duduki.

“Duh, cowok ganteng ini pasti kakaknya Claudia. Perkenalkan, nama saya Annea. Cukup panggil Anne saja,” mereka berdua saling bersalaman.

“Panggil saja saya Andy. Saya boleh dong panggil kamu Anny?” pertanyaan kak Andy dengan mata berkilatan membuat sinyal kewaspadaanku mulai bangkit. Aku selalu merasakan hal yang tidak baik jika berada didekatnya. Tetapi bagaimanapun juga dia adalah kakakku. Kakak yang selalu menjagaku. Kakak yang paling aku sayangi. “Oh ya, Dy,” kak Andy menoleh ke arahku. “Tadi daddy sama mommy titip salam sama kamu. Mereka baik-baik saja kok di London.”

Aku menganggukkan kepala. Dad dan mom selalu sibuk bekerja di luar negeri. Semenjak aku dan kak Andy masuk kuliah, kedua orang tua mempercayakan rumah pada kami tanpa pembantu. Tanpa sengaja aku melirik ke arah Annea. Bah! Sudah kuduga! Dia pasti terhipnotis dengan ketampanan kak Andy. Sudah banyak cewek yang naksir kak Andy, akan tetapi entah kenapa kak Andy tetap jomblo sampai sekarang. Setelah bola matanya mengikuti kak Andy yang berjalan menaiki tangga hingga memasuki kamar, Annea menatapku dengan pandangan greget.

“Claudia! Kenapa kamu nggak pernah cerita banyak soal kakakmu?! Iih, Claudy nyebelin. Aku rasa.. aku jatuh cinta pada pandangan pertama sama blasteran nih!” aku agak tertegun mendengarnya. “Kak Andy itu orangnya seperti apa sih?”

“Dia.. satu universitas sama kita. Tapi kak Andy di fakultas kedokteran. Menurutku dia.. orangnya agak aneh. uhmm, apa kamu yakin, Ne?” tanyaku berusaha memperjelas keyakinannya. Dia mengangguk-angguk senang. “Dia agak aneh sih, menurutku.”

“Nggak peduli! Kamu tuh ya kakak sendiri kok dibilang aneh sih. Pokoknya comblangin aku sama dia ya!”

***

Aku tidak pernah menuruti perkataan Annea untuk mengatur kedekatannya dengan kak Andy. Aku hanya selalu diam, mengganti topik, atau kalau sudah kebangetan.. jalan satu-satunya dengan menghindar. Namun aku rasa Annea tidak pernah kehabisan cara untuk selalu mendapatkan keinginannya. Seringkali dia bertandang ke rumah bersama kak Andy. Aku tidak tahu trik apa yang dia gunakan sehingga ia bisa bertemu kak Andy dengan mudahnya. Suatu hari, diam-diam aku mengintip percakapan mereka di balik ruangan dapur.

“Terima kasih ya, kak. Karena sudah menolongku dari cowok gila itu!” aku mendengar suara Annea. “Tapi tangan kakak nggak apa-apa kan? Tangan kakak pasti terluka gara-gara memukul wajahnya! Wajahnya kan sekeras batu, duh!”

Kemungkinan kak Andy menggelengkan kepalanya. Karena aku tidak mendengar suaranya sama sekali. Menurutku begitulah kak Andy. Selalu tidak banyak bicara di luar maupun dalam rumah. Aku memutuskan untuk mengintip. God! Mereka hampir berciuman! Jantungku berdetak kencang. Aku tidak mampu mengalihkan pandanganku ke arah lain. Akan tetapi belum sampai bibir mereka saling bersentuhan, aku melihat kak Andy memiringkan bibirnya dan memalingkan wajahnya ke arah dapur. Dengan cepat, aku segera bersembunyi. Jantungku berdetak tidak karuan. Nggak! Ini nggak boleh terjadi! Pokoknya aku tidak boleh membiarkan siapapun cewek mendekati kak Andy. Terutama Annea!

***

Esoknya tersiar kabar bahwa Annea berpacaran dengan kak Andy. Aku benar-benar merasa kecewa mendengarnya. Tidak kusangka mereka berpacaran tanpa bertanya dulu padaku. Lagipula ada penyesalan lain yang membuatku harus bertindak cepat sebelum hal itu terjadi lagi.

“Kak Andy itu ganteng, tinggi, kalem. Dia kuliah di univ yang sama loh sama kita, tapi dia di fakultas kedokteran,” Annea bercerita panjang lebar pada teman-teman kuliah. Aku yang duduk disampingnya, hanya mendengarkannya dalam diam. “Maafin aku ya, Claudy. Aku nggak pernah sempat cerita kepadamu mengenai hubungan kami.”

Aku berusaha untuk tersenyum ikhlas dihadapannya.

“Pertemuan pertama kita terjadi pada saat Josh, cowok gila itu marah-marah nggak jelas karena sudah menuduhku selingkuh. Padahal pacaran saja nggak!”

“Semua orang sudah tahu kalau Josh kan sudah lama naksir kamu, Ne,” terangku. Teman-teman lainnya ikut menganggukkan kepala.

“Lupakan! Jadi yang terjadi selanjutnya adalah kak Andy datang dan memukul tuh orang. Tapi kak Andy malah berakhir dipukuli olehnya. Nah, hari-hari berikutnya, kak Andy rajin mengantarkanku pulang ke rumah. Baik banget kan, kakak dari sahabat baikku ini,” Annea merangkul pundakku dengan erat. Sedangkan aku hanya tercenung mendengarnya. Jadi bukan Annea yang mengejar-ngejar kak Andy, melainkan kakakku sendiri yang mengejarnya. Ini bukan seperti kak Andy yang biasanya. Apa jangan-jangan kak Andy benar-benar memiliki perasaan pada Annea? Tetapi kenapa kak Andy tidak pernah sekalipun bercerita padaku? Aku harus menyelidikinya!

***

Sepulang dari kampus, aku menemukan kak Andy berada di dapur. Aku berjalan menghampirinya. Rupanya dia sedang memotong kepala ayam. Namun yang aku lihat, dia memotongnya secara perlahan tetapi pasti. Aku sendiri merasa takut dan miris saat melihat adegan pemotongan tersebut, apalagi jika aku yang memotongnya sendiri. Benar-benar menakutkan. Makanya pekerjaan memasak aku serahkan kepada kak Andy. Lagipula kak Andy hobi memasak.

“Mau bantu kakak memasak?” aku agak terkejut mendengar suara kak Andy yang secara tiba-tiba tanpa sempat menoleh ke belakang. Dia masih terus memotong daging ayam.

“Uhm, kak Andy kok tahu Claudy yang ada di belakang? Untung saja bukan maling. Bayangkan saja kalau benar-benar maling, duh.. mengerikan!”

“Mana ada maling yang berani sama kakak. Kakak kan bawa pisau. Maling itu pasti sudah mati dengan sekali tusuk,” komentar kak Andy membuat jantungku kembali berdegup kencang. Perasaan takut mulai melingkupiku. Tanpa sadar, aku memeluk tubuhku sendiri. Kak Andy mulai berhenti memotong ayam dan menoleh ke arahku. “Bercanda, Didy. Dasar penakut,” ucapnya sambil terkekeh.

“Kak Andy jahat!” aku segera berlari menaiki tangga. Namun baru beberapa langkah, aku mulai teringat sesuatu. “Kak, aku pinjam kaset Grey’s anatomy ya!” teriakku. Kak Andy mengiyakannya dengan berbalik berteriak dari arah dapur. Aku kembali menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Kamarnya sungguh rapi! Kak Andy memang sedari kecil berbeda dengan teman-teman cowokku lainnya. Dia sungguh rapi, baik, ramah, dan penyayang. Tidak pernah membiarkanku disakiti oleh siapapun. Akan tetapi perbedaan itulah yang membuat kecurigaanku semakin besar padanya. aku pun mencari sesuatu yang aneh dikamarnya. Namun aku tidak menemukan sesuatu yang janggal di kamar ini. Setelah menemukan kaset yang aku cari, aku tidak sengaja melihat tumpukan kaset lainnya. Rata-rata cd yang dimiliki oleh kak Andy begitu menyeramkan seperti berbau horor dan darah. Bukan hanya film, namun juga ada game dan musik berbau kekerasan. Sejak kapan kak Andy memiliki semua ini? apakah ini semua milik kakak? Atau mungkin memiliki cd berjenis seperti ini merupakan salah satu prasyarat agar berani membedah mayat?

***

Aku menceitakan segala kegelisahanku pada kakak senior yang aku percaya. Namun mendengar penjelasannya membuat perasaanku semakin kalut. Aku pun menceritakan sesuatu dari masa lalu yang seharusnya tidak pernah aku ungkit sebelumnya.

“Waktu itu kak Andy berumur 7 tahun. Kami berdua suka sekali bermain dengan kucing liar. Namun suatu hari, kucing itu menggigit jari tanganku. Kak Andy langsung menendang dan memukul kucing itu dengan bambu sampai tewas. Kak Andy memintaku untuk menutup mulut. Dia dengan mudahnya mengubur kucing itu sendirian tanpa beban. Maka dari itu, sampai sekarang aku merasa trauma.”

“Lalu apakah ada lagi sesuatu yang aneh?”

“Annea bilang kalau kak Andy yang sering mengantarnya pulang. Padahal kak Andy kemarin bercerita bahwa Annea-lah yang sering menemuinya di fakultas. Aku bingung mana yang harus kupercaya. Tetapi ada sesuatu yang janggal, aku mendengar bahwa ada seseorang dari fakultas kedokteran yang mengatakan bahwa Annea sedang melakukan pendekatan dengan cowok di kelas itu.”

“Apa mungkin.. itu kakakmu? Ah, aku tidak ingin mengatakannya secara langsung, namun ini masih perkiraan. Mohon maaf, tetapi apa mungkin kakakmu itu memiliki kecenderungan seperti seorang psikopat?” kami berdua saling bertatapan dalam pikiran yang sama. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku segera mengangkatnya setelah mengetahui Annea yang menelepon.

“Claudy, tolong! Aku sekarang berada di dalam kamar kakakmu. Ada ruangan dibalik kamar kakakmu. Kak Andy itu.. Gyaaa..!!!” sambungan terputus. Suara Annea yang berbisik-bisik dan berakhir dengan teriakan membuatku agak terkejut.

“Kak, Annea dalam bahaya! Sekarang dia berada di rumahku! Tolong segera telepon polisi, kak! Aku akan kesana duluan!”

***

“Anny, sayang. Dimana kamu berada?” seorang cowok bertubuh tinggi semampai dengan darah menghiasi wajahnya membuat tubuh Annea menggigil. Gadis itu sedang bersembunyi di dalam lemari dan berusaha menjelaskan sesuatu pada Claudy lewat ponsel. Annea mengintip dari balik celah. Dia melihat cowok itu berjalan mondar-mandir sembari memainkan pisau daging. Belum sempat gadis itu menjelaskan, pintu lemari pun terbuka lebar. Annea berteriak secara histeris. Cowok itu menjambak rambutnya. Annea memohon ampun. Namun cowok itu tertawa terbahak-bahak dengan mata melotot.

“Aku suka rasa takutmu itu. Membuatku begitu bergairah.. untuk segera membunuhmu secara perlahan! Memotong dan mengiris kulit indahmu secara perlahan. Aku menikmatinya!” dengan kejamnya, ia memotong rambut Annea dengan pisau daging. Annea menangis ketakutan. Gadis itu memundurkan langkahnya. Sedangkan cowok itu terus menantangnya dengan maju secara perlahan dihadapannya. “Inilah akhir hidupmu sayang!”

“TIDAAAKKK!!!” cowok itu hendak mengarahkan pisau ke arahnya. Namun Annea tidak merasakan kesakitan. Dia melihat Claudia menghunuskan pisau di punggung cowok itu. Tragis, cowok itu menitikkan air mata sesaat sebelum terjatuh.

Kedua tangan Claudia gemetaran. Dia terkejut apa yang sudah dilakukannya. Bercak darah mulai membekas di punggung kakaknya. Gadis itu bisa melihat mata Andy yang membelalak lebar dengan sisa-sisa air mata meleleh di pipinya.

“Claudia..,” panggil Annea yang masih terduduk dengan tubuh gemetaran di sudut ruangan. Claudia tidak menghiraukan temannya itu. Matanya masih terpaku melihat seseorang yang paling disayanginya, kini mati mengenaskan dihadapannya.

“Kakak.. kakak..,” yang dipanggil, sudah tidak bernyawa lagi. Namun Claudia masih mengguncang-guncang tubuh kakaknya. Claudia menangis sesenggukkan dan berakhir memeluk tubuh kakaknya. Beberapa polisi masuk ke dalam ruangan itu saat gadis itu menarik pisau belati dari punggung kakaknya.

Mengetahui kedatangan polisi, Claudia meletakkan pisau itu di lantai dan segera menghampiri mereka. Ia meminta pertolongan untuk kakaknya. Namun gadis itu terkejut saat kedua tangannya diborgol oleh polisi. Kepalanya semakin pening. Claudia tidak lagi mampu untuk berpikir. Bahkan dia tidak lagi peduli dengan suara Annea yang berusaha menjelaskan kepada beberapa polisi yang datang. Sebelum pergi, kepalanya menengok ke belakang dimana kedua kaki kakaknya terbujur kaku.

“Sepatu itu.. aku yang belikan. Ternyata kakak senang memakai sepatu dariku,” katanya sambil tertawa terbahak-bahak disertai derai air mata di pipinya.

TAMAT

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)