Masukan nama pengguna
“Bulannya indah sekali.”
“Kau tidak sedang menyatakan perasaanmu padaku kan?” Aku menoleh saat mendengar Riva yang datang dan berdiri disebelahku.
“Lagipula kau memang istriku.” Ejeknya karena pertanyaanku itu. Ia duduk disebelahku kemudian mendongak.
“Mereka pasti sedang berpesta.” Aku ikut mendongak kearah bulan purnama itu. Sangat terang hingga pantulan cahayanya dilaut sangat kentara.
“Siapa?” Tanyaku penasaran.
“Mitos itu, ketika para pelaut dimangsa oleh duyung karena termakan rayuan mereka saat bulan pernama.”
“Ah, mitos itu...” Aku memeluk kakiku kemudian menatap ombak yang saling berkejaran. Deburannya sangat kencang.
“Kau percaya?” Aku menggelengkan kepala pelan.
“Itu hanya purnama, hanya pasang besar hingga menenggelamkan nelayan pemula. Kondisi saat bumi, bulan dan mata-”
“Wah, kukira bacaanmu hanya novel.” Riva memotong kagum.
“Jadi,” kataku karena sadar membuatnya tidak bersemangat, “apa kata mitos duyungmu itu?”
Riva diam. Aku menaruh kepalaku di lututku dan menatapnya yang berpikir dengan serius. Sangat menggemaskan karena ekspresinya yang tak terkontrol didukung oleh angin yang membuat rambutnya berantakan. Ia menghela nafas pelan sambil menaruh jaketnya dipundakku.
“Tapi mitos ini berbeda. Aku dengar mereka memiliki kaki ketika purnama tiba. Mereka keluar dari lautan dan mencari pasangan yang mau pergi dengan mereka kembali ke lautan. Menghipnotisnya dengan paras dan suaranya kemudian tanpa ia sadari mereka sudah membawanya ke dasar lautan. Menjadi santapan mereka.”
“Aku seperti pernah melihat adegan itu di film The pirate car-“
“Lalu,” Riva memotong kalimatku dengan serius, “Mereka kedaratan karena sadar, melakukah hal itu tak begitu berguna dan kau mereka juga pasti akan punah dengan sendirinya. Jadi mereka mencari cara agar mereka bisa bertahan.”
“Jadi cara apa yang mereka lakukan?.” Tanyaku tertarik dengan ceritanya.
“Manusia,” alisku bertaut. “Menjadi objek lain selain santapan.” Balasnya mengutarakan teorinya yang mengalahkan teori bumi datar. Aku tertawa hingga aku hampir kehilangan suaraku ketika sadar apa maksudnya.
“Sebaiknya kau beralih profesi. Sungguh.” Tawaku kembali pecah. Ia merengut sambil mengacak rambutku kesal.
“Bagaimana bisa mereka memaksa manusia memberi mereka keturunan secara cuma-cuna. Terlebih mereka perempuan.” Aku membenamkan kepalaku diantara lututku menahan tawa agar dia tak begitu kesal. Benar-benar teori yang lucu.
Tangannya berada ditelingaku. Nafasnya yang hangat terasa ditelingaku dan dia berbisik pelan. Membuatku menghentikan tawaku seketika.
“Kau pikir hanya ada duyung betina di lautan ini?” Aku menoleh kearah riva yang sudah menegakkan tubuhnya dan bertumpu pada kedua tangannya. Tersenyum menatap purnama yang akan ada disana cukup lama. Aku sudah tak bisa lari kemana-mana.