Cerpen
Disukai
1
Dilihat
2,352
Old Women Who Living in the Trailer Alone
Misteri

Keluarga Tuan Thomas baru pindah ke distrik itu enam belas tahun lalu sebelum para petugas menemukan Nyonya Laura mati mengenaskan di atas kasur, di dalam rumah trailer.

Judylah, anak perempuan Tuan Thomas, yang pertama kali mengetahui keberadaan wanita tua itu sedang beraktivitas di sekitar trailernya. Dia terheran karena sebelumnya ayahnya bilang bahwa di sana tidak akan ada lagi rumah selain rumah yang akan mereka tempati. Pada saat perjalanan menuju rumah barunya itu, mereka memang tidak melihat lagi bangunan lain selain sebuah toserba di ujung kompleks yang jaraknya sekitar 2 mil sebelum memasuki perhutanan di mana rumah mereka berada.

“Aku pikir hanya ada kita di wilayah ini.” Anak remaja perempuan berambut cokelat itu berujar setelah turun dari tangga dan langsung duduk di kursi meja makan.

“Ya, memang. Apa kamu melihat orang lain?” tanya Nyonya Thomas.

Judy mengangguk dua kali dengan wajah meyakinkan untuk menjawabnya. Ibunya mengernyit. Kemudian Judy menceritakan apa yang dilihatnya dari kamarnya saat membersihkan barang-barang yang baru saja dipindahkannya ke sana. Ketika berdiri di depan jendela, ia melihat nenek tua itu berjalan di sekitar trailernya. Karena penasaran, Nyonya Thomas pergi ke kamar Judy untuk memeriksanya. Letak trailer itu tidak bisa dikatakan dekat, tetapi juga bisa dikatakan jauh. Sepertinya, jendela kamar Judy adalah satu-satunya bagian rumah yang bisa melihat langsung trailer berwarna putih biru itu.

“Apa kita perlu mengunjunginya?” ucap Nyonya Thomas di samping anaknya setelah memastikan dan menyadari bahwa mereka adalah tetangga baru nenek tua yang sedang mereka pandangi duduk di atas kursi tepat di depan pintu trailernya itu.

Mereka pun sepakat untuk mengunjunginya sambil memberikan seloyang pie apel seperti laiknya para tetangga baru memperkenalkan diri. Tentu saja Nyonya Thomas tidak ingin dianggap sebagai tetangga sombong. Selain itu, juga untuk mengajarkan anak perempuannya etika bertetangga.

Namun, mereka terpaksa menunda melakukannya sebab listrik di sana baru bisa menyala seminggu kemudian. Mereka tidak bisa menggunakan microwave dan alat-alat listrik lainnya. Tuan Thomas sempat kesal karena dia harus mengerjakan tugas kantornya di rumah. Beruntung, bosnya bisa mengerti. Bahkan bosnyalah yang meminta maaf karena memberikan rumah itu sebagai fasilitas dari kantor barunya yang agak jauh dari tempatnya bekerja.

Pada akhirnya, setelah lama menunggu Nyonya Thomas dan anaknya pergi ke rumah trailer itu. Akan tetapi bukan sambutan ramah yang berenang dapat, melainkan acungan garpu tala dan teriakan mengusir.

“Pergi, kalian. Pergi! Mau apa kalian ke sini, hah!” Kedua tangannya erat menggenggam benda yang biasa dipakai menggambarkan tanah itu. Wajahnya serius seolah-olah mendapatkan ancaman. “Pergi!” teriaknya sekali lagi.

“Selamat pagi, Nyonya. Kami hanya ingin berkun–“

“Pergi kalian dari tanah kami! Pergi!”

“Tapi, Nyonya–“

Judy terlihat sangat ketakutan. Ia melangkah mundur dari halaman rumah trailer itu. Tetapi tidak dengan ibunya. Meskipun heran, ia berusaha untuk menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi, garpu tala itu langsung meluncur dan menancap tanah tepat di depan kaki Nyonya Thomas setelah berjalan dua langkah. Sontak ibu dan anak itu bergidik ngeri.

“PERGI!” Dengan suara parau, nenek itu berteriak.

Tanpa pikir panjang lagi, Nyonya Thomas dan anaknya langsung pergi meninggalkan halaman rumah trailer.

Kejadian itu menjadi obrolan menarik keluarga Thomas di meja makan pada malam harinya. Tentu saja mereka terkejut dengan apa yang dilakukan nenek tua itu. Ada apa dengannya? Pelbagai pertanyaan menyerbu pikiran mereka. Hingga pada akhirnya mereka bersepakat untuk tidak mengganggunya lagi, yang seiring berjalannya waktu ingatan tentang itu menggantung di keseharian mereka. Tanpa ada dendam tanpa berpikir bahwa nenek tua itu akan berbuat jahat pada mereka. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Hingga berbulan-bulan kemudian. Judi sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya ketika mendengar lenguhan yang samar dari arah rumah trailer itu. Dia lantas menghampiri jendela dan melihat ke arah sana. Gadis itu sama sekali tidak takut, tetapi kasihan. Namun, dia mengabaikannya. Mencoba untuk tak terpengaruh oleh suara itu.

***

Suatu hari. Nyonya Thomas mendapati nenek itu berada di toserba yang ada di ujung kompleks itu sedang berbelanja. Nenek itu sedang menghitung belanjaannya di kasir sambil menggunakan troli yang berbeda dari yang disediakan oleh toko tersebut. Nyonya Thomas heran. Dia bertanya pada sang kasir ketika akan membayar.

“Kau tahu nenek itu?”

“Siapa? Oh. Nyonya Laura. Yeah, aku tahu dia,” jawab perempuan berkulit hitam itu sambil menghitung belanjaan Nyonya Thomas. Kemudian dia menyelidik, “Memangnya ada apa?” tanyanya.

“Oh. Tidak. Aku hanya ingin tahu siapa tetanggaku.”

“Tetangga? Oh. Aku tidak tahu dia punya tetangga. Orang-orang bilang dia tinggal sendirian di hutan.”

“Oh, ya. Apalagi yang kau tahu tentang nenek itu?” tanya Nyonya Thomas.

Sekali lagi, perempuan di balik meja kasir itu menyelidik. Sepertinya dia paham apa yang diinginkan pelanggannya itu. Dia sempat mengangkat sebelah alis pada Nyonya Thomas sebelum akhirnya mau bercerita.

“Dahulu Nyonya Laura tinggal di kompleks itu bersama suaminya. Mereka menikah muda. Menikah ketika keduanya lulus SMA. Tetapi sayang, Nyonya Laura dipastikan tidak akan punya anak ketika dirinya terkena kanker rahim, yang di mana kanker tersebut harus diangkat. Tetapi mereka bahagia hidup berdua saja. Hingga pada umur keduanya memasuki lima puluhan, suami Nyonya Laura mendapatkan kecelakaan. Mobil yang dikendarainya tertabrak kereta api dan jatuh ke sungai. Mayatnya tidak ditemukan. Polisi yang waktu itu bertugas berasumsi kalau mayat suaminya hanyut terbawa arus sungai yang deras. Kejadian itu membuat Nyonya Laura terpukul hebat. Dia meraung di tepi sungai saat para polisi menyatakan untuk menghentikan pencarian.”

“Lantas, kenapa dia sekarang tinggal di rumah trailer itu?” Nyonya Thomas semakin penasaran.

“Menurut kabar yang aku dengar, Nyonya Laura mengalami depresi parah setelah kehilangan satu-satunya orang yang dicintainya. Dia masih menganggap suaminya masih hidup dan sering berbicara padanya. Beberapa kali dia menemui psikiatri. Namun keadaannya tak kunjung membaik. Orang-orang bilang dia menjadi gila. Dia memutuskan pindah ke rumah trailer itu.”

“Bagaimana dia melanjutkan hidup? Maksudku, apa dia bekerja setelah kematian suaminya?”

“Oh, tidak. Dia hidup dari yang pensiunan mendiang suaminya yang tak seberapa, yang hanya seorang pekerja buruh pabrik. Kemudian Nyonya Laura menjual rumahnya di kompleks itu. Orang-orang terdekatnya bilang kalau trailer itu adalah tempat di mana Nyonya Laura dan suaminya pertama kali bercinta ketika SMA dahulu. Kamu tahu? Itu terjadi sudah dua puluh tahun lalu, saat aku masih kecil. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa bertahan sampai sekarang di usianya yang, hmm, memasuki tujuh puluhan, aku rasa. Aku tidak tahu betul.” Perempuan itu menggeleng-geleng wajah dengan dua alis terangkat dan bibir merapat, seolah dia tidak percaya dengan apa yang dia sendiri ceritakan.

Nyonya Thomas mengangguk-angguk meski dahinya mengernyit. Masih ada yang ingin dia tahu sebenarnya, akan tetapi perempuan kasir itu rupanya sudah selesai menghitung dan menyuruh untuk membayar padanya. Karena orang di belakang yang sedang menunggu antrean, Nyonya Thomas menyudahi perbincangan tersebut lekas membayar.

Di perjalanan pulang dari toserba itu, Nyonya Thomas melihat Nyonya Laura sedang berjalan ringkih sambil mendorong troli tersebut. Dia sebenarnya ingin memberikan nenek itu tumpangan ke mobilnya tapi dia sudah bersepakat tidak akan mengganggunya. Akan tetapi, Nyonya Thomas benar-benar tidak tega. Ia memelankan mobil dan memanggul Nyonya Laura.

“Apa kau butuh tumpangan?” ucap Nyonya Thomas sedikit agak berteriak. Namun, Nyonya Laura tak menghiraukannya dan terus berjalan dengan trolinya.

Nyonya Thomas tahu bahwa dia diabaikan. Ingin sekali dia menghentikan mobil dan keluar untuk menawarinya langsung. Tetapi kejadian tempo hari membuatnya urung. Di satu sisi tidak tega, tapi di sisi lain takut. Dia pun bergegas melewati begitu saja Nyonya Laura dengan barang-barang dalam trolinya yang tidak sedikit itu, yang harus didorongnya dengan berjalan sepanjang 2 mil jauhnya.

Dari spion mobil kanannya, Nyonya Thomas melihat nenek tua itu. Kasihan sekaligus juga aneh.

***

Pada suatu malam, terdengar lenguhan itu lagi. Ternyata Judy bukanlah satu-satunya yang menyadari itu, tetapi Nyonya Thomas juga. Dia mengetuk pintu kamar Judy hanya untuk memastikan dan melihat ke arah rumah itu dari kamar anaknya. Suara itu terdengar samar seperti percakapan monolog. Sebuah pertengkaran antara dua orang yang hanya dilakukan oleh satu orang. Lalu diakhiri oleh lenguhan panjang yang menyayat hati siapa pun yang mendengarnya.

“Sebenarnya ada apa dengannya?” tanya Nyonya Thomas. Judy yang ada di sampingnya hanya bisa mengangkat kedua bahunya.

Memang tidak setiap malam Nyonya Laura seperti itu. Judy pun sebenarnya bisa bertahan dengan suara-suara itu. Tetapi lama-lama dia jadi jengah juga penasaran.

Hingga bertahun-tahun kemudian, ketika Judy menginjak usia SMA, dia berniat akan mencari tahu ada apa sebenarnya dengan Nyonya Laura. Maka dari itu dia memutuskan akan pergi ke rumah trailer itu.

Judy tahu Nyonya Laura akan pergi ke hutan belakang rumah pada hari minggu siang. Entah apa yang dia lakukan di sana, Judy tak tahu. Yang dia tahu hal itu membuatnya berkesempatan untuk memasuki rumahnya. Judy terkejut ketika melihat halaman belakang rumah itu yang penuh dengan tanaman sayur yang beraneka ragam. Dan begitu memasuki dalam trailer melalui pintu belakang, Judy semakin terkejut karena di sana tidak sesuai dugaannya, di mana keadaan dalam rumah itu sangat tertata rapi. Semua perabotan di sana bersih tanpa debu. Gadis itu kemudian tertarik dengan jendela berjeruji di ruang depan. Alangkah terkejutnya begitu menyadari bahwa dari sana ia bisa melihat dengan jelas jendela kamarnya.

Judy pun mulai pencarian sesuatu yang membuat nenek selalu melenguh hampir setiap malam. Dia menemukan pintu kamar yang tidak terkunci lalu memutuskan untuk masuk. Ketika tiba di kamarnya, Judy mendapati banyak sekali obat-obatan anti-depresan juga obat-obatan lain yang baunya tidak asing. Gadis itu menyungging dan berpikir mungkin Nyonya Laura memang sudah gila. Kemudian, hal yang tidak disangka-sangka dia temukan di atas kursi di samping duduknya. Hal yang lantas membuatnya berlari keluar kamar untuk. Namun, rupanya Nyonya Laura sudah ada di depan pintu belakang sedang menatap tajam padanya.

“Apa yang kau lakukan di sini!” teriak Nyonya Laura dengan suara serak dan parau. Wajahnya kaget campur marah.

Akan tetapi, tak lama kemudian. Nyonya Laura menghela napas panjang. Kemudian dia hanya menasihati dan berbicara banyak hal termasuk tentang banyak hal dan alasan kenapa dirinya berkelakuan seperti itu. Nyonya juga memberitahu bahwa perbuatan Judy yang tidak pantas masuk ke rumah orang tanpa izin. Judy pun meminta maaf dan pulang ke rumahnya. Semenjak itu, Judy tidak banyak bicara Anggapannya pada Nyonya Laura berubah total. Dia mengerti kenapa nenek itu ingin sekali tinggal di rumah trailer tersebut.

Nyonya Laura memang aneh, tetapi dirinya tidak pernah sekalipun mengganggu orang-orang atau pun berbuat jahat. Dia adalah wanita mandiri meski usia tua sedang menggerogotinya. Dia juga tidak pernah sekalipun meminta bantuan orang-orang, terutama setelah kepindahannya ke rumah trailer itu. Meskipun begitu, ada hal yang tidak bisa dia lakukan sendiri. Yakni tentang kematiannya nanti.

***

Di suatu siang, saat Nyonya Thomas sedang membersihkan rumahnya, dia melihat Nyonya Laura mondar-mandir di jalan tepat depan halaman rumahnya. Wanita tua itu tampak gelisah. Nyonya Thomas mengabaikannya. Akan tetapi kemudian ia sangat terkejut ketika melihat Nyonya Laura sudah berada di teras rumahnya tepat depan jendela.

“Ada apa, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Nyonya Thomas ramah setelah membukakan pintu.

Wanita tua itu tampak ragu untuk menjawab. Gelisah tersirat jelas dari gerik tubuhnya. “Aku hanya ingin memberitahumu sesuatu,” ucapnya.

“Apa?”

“Jika aku mati nanti, aku ingin jenazah kami dikremasi dan abu kami dibuang ke sungai.”

“Sungai?”

“Sungai tempat suamiku terkena musibah kecelakaan itu.”

“Oh. O-oke.”

Setelah itu Nyonya Laura pergi tanpa pamit. Langkahnya ringkih. Gerik gelisah itu masih jelas terlihat saat dia berjalan menjauh dari rumah keluarga Thomas. Nyonya Thomas bisa mengerti dengan permintaan tersebut. Dia menceritakannya pada keluarganya yang lain.

Akan tetapi, sepertinya entah apakah permintaan tersebut akan terlaksana atau tidak. Keluarga Thomas harus kembali pindah setelah enam tahun berada di distrik itu. Tuan Thomas mendapatkan promosi dan naik jabatan tetapi harus menempat kantor di kota yang jauh dari sana. Juga Judy yang memilih kuliah di universitas luar kota.

Hingga, kini, sepuluh tahun kemudian, Tuan Thomas mendapatkan kabar dari kantor lamanya bahwa tetangganya ditemukan meninggal oleh petugas kepolisian atas laporan seorang remaja yang mencium bau busuk saat menemukan rumah trailer di tengah hutan. Berita itu geger di wilayah tersebut karena mereka tidak hanya menemukan mayat Nyonya Laura, melainkan mayat suaminya juga. Berita tersebut sontak membuat mereka terkejut, kecuali Judy. Dia sudah tahu semuanya. Ketika dirinya kepergok Nyonya Laura masuk tanpa izin ke dalam trailernya, Nyonya Laura menceritakan rahasianya.

Keluarga Thomas pun sepakat untuk melayat sekaligus memberitahu permintaan Nyonya Laura tempo hari. Di sepanjang perjalanan menuju lingkungan lamanya, Judy bercerita tentang rahasia Nyonya Laura itu.

Jadi, Nyonya Laura sedang menerima telepon dari suaminya yang mengabarinya bahwa dia sedang berada di perjalanan pulang dan sudah dekat, hanya tinggal menyeberangi rel pintu kereta api. Nahas, dalam percakapan itu Nyonya Laura mendengar jelas suara kereta menghantam mobil yang seketika membuat dirinya panik. Dia tahu apa yang baru saja terjadi. Kemudian dia pergi ke lokasi tersebut malam itu juga sendirian yang tak terlalu jauh dari kompleks perumahan itu. Dan benar saja mobil berwarna hitam milik suaminya sudah berada di sungai. Tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke dalam sungai dan menghampiri mobil yang tertahan batu besar dan hampir keseluruhannya hancur tenggelam. Nyonya Laura mendapati mayat suaminya yang kepalanya sudah hancur. Dia berusaha mengeluarkannya dan membawanya ke tepian sungai. Tidak ada siapa pun waktu itu untuk dimintai pertolongan.

Dengan pikiran di luar nalarnya, Nyonya Laura memutuskan membawa mayat itu di pangkuannya. Dia memilih jalan memutar melewati hutan agar tidak ada orang yang melihat. Hingga dia menemukan rumah trailer yang terbengkalai itu dan menyimpan mayat itu di sana. Dia lalu pulang dan keesokan harinya dia berpura-pura tidak tahu mengenai kecelakaan itu. Bahkan dia sempat berpura-pura menangis saat polisi menyatakan bahwa proses pencarian harus dihentikan. Setelahnya, dia memilih merawat mayat suaminya dan mengawetkannya dengan bahan-bahan alami yang ada di hutan dan bahan-bahan yang dibelinya di toserba.

Tiba di rumah duka. Keluarga Thomas langsung memberitahu kepada kerabatnya tentang permintaan itu. Namun, ternyata mereka sudah mengetahuinya. Bahkan, mayat yang sudah membusuk itu sudah dikremasi bersama mayat suami Nyonya Laura yang terawetkan dan ditemukan duduk di kursi di samping ranjang.

Pagi ini, di tepi-tepi sungai, mereka–keluarga Thomas dan beberapa orang polisi serta warga lokal– berdiri dengan khidmat. Suara kereta terdengar saat salah satu kerabatnya menabur abu jenazah Nyonya Laura dan suaminya.[]

End


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)