Masukan nama pengguna
“Berhenti menghubungiku Mila, anggap saja kita tidak pernah bertemu.”
Kalimat yang masih terngiang-ngiang, tak ada kepedihan yang lebih menyakitkan selain menjadi asing dimata orang yang pernah di prioritaskan.
Jahat sekali Aldo, seniornya yang kini menjabat sebagai ketua OSIS itu tega memutuskan hubungan asmara dengan Mila. Bagai petir di siang bolong, tanpa Mila tahu penyebabnya, dia harus di hempaskan begitu saja.
Sebenarnya Mila bukan terus mengejar cinta pertamanya, dia hanya butuh klarifikasi. Setidaknya ada cukup alasan untuk mudah melupakan namun nampaknya Aldo semakin menghindari, meninggalkan Mila dengan pertanyaan yang samar jawabannya.
Suara bel istirahat seolah lantang membangunkan lamunan gadis cantik bernama Siti Jamila, tak ada ujungnya jika hanya menerka kenapa Aldo memutuskan secara sepihak. Batinnya terus menggerutu, pikirannya semakin melayang. Wajar saja hubungan keduanya bukan sehari dua hari, melainkan sudah dari kelas 2 SMP mereka berpacaran hingga Mila berjuang agar bisa masuk SMA favorit, Sekolah yang Aldo pilih sebagai tempat menimba ilmu. Tujuannya hanya satu kala itu, hanya ingin lebih dekat dengan kekasihnya.
“Jangan kebelakang sekolah lagi Mil, katanya disana angker.” ujar Andini sembari menyentuh erat pergelangan tangan sahabatnya.
“Itu hanya mitos Din, Selama sebulan ini aku sering kesana di jam istirahat tapi tak ada hal aneh apapun malah sebaliknya aku merasa tenang disana.” jawab Mila.
“Tapi…”
Belum selesai Andini meneruskan kalimatnya, Mila sudah menjawab terlebih dahulu.
“Katakan saja kalau dirimu sama seperti teman-teman yang lainnya, Kalian selalu beranggapan aku aneh dan suka berbicara sendiri. Buka mata kalian, aku masih waras!” ucap Mila dengan meninggikan nada bicaranya.
Andini sudah kehabisan kata-kata, entah harus bagaimana cara menyampaikan pada Mila bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Bahkan satu angkatan di kelas 11 IPA berspekulasi Mila mulai depresi, itu karena Mila sering terlihat berbicara sendiri di halaman belakang sekolah, lebih tepatnya di bawah pohon mangga tua.
Dengan langkah pelan, Mila kembali menemui seseorang yang baru sebulan di kenalnya di belakang halaman sekolah. lelaki itu bernama Daka, anak tukang kebun. Karena ayahnya jatuh sakit, Daka lah yang sementara menggantikan pekerjaan ayahnya terutama membersihkan area halaman sekolah.
Dari jarak 10 meter, Mila sudah melihat jelas Daka yang tengah melempar senyuman tipis kepadanya. Tangan kanannya melambai menyapa hangat Mila seperti biasanya. Entah kenapa Mila merasa nyaman, luka hatinya memang belum sembuh tapi setidaknya Daka bisa menghiburnya dan itu cukup membius gadis berkulit kuning langsat itu berangsur membaik.
“Apa aku aneh?”
Baru saja Mila duduk di sebrang Daka, ia sudah langsung membuka pembicaraan ke intinya.
“Hanya yang tidak mengenalmu yang berani berkata seperti itu.” jawab Daka seketika menghentikan aktifitasnya yang tengah mencabut rumput liar di sekitar pohon mangga.
“Apa kamu menyesal berteman denganku?” pertanyaan Daka membuat Mila terperajat.
“Tentu tidak.” Mila menggelengkan kepalanya.
“Mil, apakah kita akan tetap berteman jika suatu hari nanti kamu mengetahui kebenaranku?”
Mila mengernyikan keningnya berusaha mencerna pertanyaan Daka. Tidak lama kemudian guru wali kelas, yakni pak Aris dan Andini memanggil Mila. Situasi yang membuat Mila semakin di buat penasaran. Apa yang dimaksud Daka dan ada apa Pak Aris memanggilku? gumam Mila dalam batinnya.
Di ruang mushola sekolah, Pak Aris mengajak Mila berbicara. Seperti detektif saja, Mila di cecar berbagai pertanyaan.
“Apa yang kamu lakukan di belakang sana?” tanya pak Aris.
Mila menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian mendongak ke arah Andini.
“Fokus saja dengan pertanyaan bapak, Mila!” suara pak Aris mulai serius, matanya menatap tajam pada Mila.
“Aku hanya sedang ngobrol dengan teman pak.”lirih Mila, menundukan pandangannya.
“Lihat vidio ini baik-baik.”Pak Aris menyodorkan benda pipih bewarna hitam itu ke arah Mila.
“Ini HP bapak, saya tidak ingin lancang pak.” Mila menolak.
“Kalau kamu menggunakan barang tanpa seizin pemiliknya itu dinamakan lancang, Sudahlah perhatikan saja lalu ceritakan apa yang kamu lihat.”
Mila meraih benda pipih itu dengan pelan, jarinya menyentuh tombol play sehingga terbukalah video yang dimaksud oleh pak Aris.
“Ini tidak mungkin.” Spontan Mila menutup mulutnya dengan telapak tangan, Suaranya gelagapan, tubuhnya gemetar lemas. Bagaimana tidak, diam-diam pak Aris merekam saat dia tengah bersama Daka. Namun bukan itu yang membuat Mila terkejut hebat, sosok Daka yang sama sekali tidak terlihat. Pantas saja banyak orang yang beranggapan Mila aneh.
“Andini dan teman-teman menghawatirkan kamu Mila, mereka bercerita tentang keanehan kamu. Lelaki tak kasat mata yang kamu temui itu, dia bernama Kamdaka, anaknya pak Tarno namun dia sudah meninggal 3 bulan yang lalu, kematiannya tragis membuat pak Tarno syok dan jatuh sakit.”
“Apakah sosok Kamdaka seperti ini?” kali ini Andini ikut menyodorkan Foto yang dia ambil dari Instagram kamdaka.
Mila mengangguk, tubuhnya semakin gemetaran.
“Maaf ya Mila, Aku diam-diam mengambil buku Diarymu, Dari itulah aku tahu kalau kamu selalu memuji sosok anak tukang kebun itu, Aku lantas mencari tahunya bahkan aku dan teman-teman yang lain berkunjung ke rumah Pak Tarno betapa terkejutnya ketika kami mengetahui fakta tersebut, Kamdaka atau Daka yang sering kamu sebutkan namanya itu sudah meninggal karena korban begal, Dulu memang dia sering membantu ayahnya bekerja di sekolah, tempat favorit dia itu di bawah pohon mangga, Disanalah dia sering mencari inspirasi karena hobinya memang melukis.” jelas Andini.
Dada Mila terasa sesak, nafasnya mulai naik turun tak beraturan.
“Mila, berdoa dalam hati minta perlindungan tuhan, pejamkan matamu lalu bukalah maka engkau akan mengetahui wajah aslinya.” Pak Aris memberikan Mila pengarahan.
Dengan perasaan hancur Mila mulai mengikuti arahannya. Saat Mila membuka mata, Daka berdiri tepat di hadapannya. wajah lelaki itu di lumuri darah, mata sebelah kirinya hendak keluar, bagian perutnya terbelah hingga terlihat jelas usus besar yang menjuntai kebawah, semerbak bau amis darah pun seolah tersebar kuat di indra penciuman. Tak tahan menyaksikan sosok yang berjarak 2 meter di hadapannya membuat Mila tak kuasa lagi untuk berteriak, kini tubuh gadis itu melemah, dadanya semakin berat dan sesak, pandangan Mila mulai kabur dengan hitungan detik semua terlihat gelap. Mila tak sadarkan diri, Semenjak kejadian mencekam itu Mila tak bertemu lagi dengan sosok Daka dan siapa sangka itu menjadi perpisahan terakhir yang sangat menyayat hati, namun Mila tak seperti dulu, kali ini mentalnya lebih siap menerima kenyataan pahit. Aldo dan Daka memberikan sebuah pelajaran yang tak terlupakan, Mila memutuskan untuk fokus belajar, mulai merakit mimpinya dan bercita-cita menjadi dokter. Pikirannya tak ingin di ganggu lagi dengan kisah asmara yang belum saatnya terjalin.