Cerpen
Disukai
4
Dilihat
14,342
Kupu-Kupu Amnesia
Drama

 

Tidak mudah lepas dari jerat belenggu yang rumit, kelamnya masa lalu memberi dua arti. Pertama jika di jadikan sebuah pelajaran berharga maka kehidupan selanjutnya akan lebih baik, kedua jika berujung putus asa maka selamanya akan tetap dalam sisi kelam atau lebih parahnya berakhir tragis. Aku memilih bangkit dari keterpurukan dan menjadikan semuanya pelajaran hidup namun ingatanku belum juga bisa lumpuh dari bayangan dosa dan kehinaan yang pernah dinikmati.

Aku Lisa Nur Aida, anak pertama dari lima bersaudara, ayahku pergi begitu saja meninggalkan aku dan ibu di kampung. Tanpa bekal ataupun kerabat, teganya ayah menelantarkan kami di kampung orang. Penyesalan terbesar ibu adalah nekad kabur dan menikah dengan lelaki yang ternyata tidak bertanggung jawab. 2 tahun kemudian ibuku di lamar oleh seorang pria yang berprofesi sebagai tukang becak, pernikahan berlangsung dengan sederhana karna hanya akad saja tanpa resepsi, dari pernikahan kedua ini lahirlah keempat adikku yang bernama Ardi, Alan, Risma dan si bungsu Yanti. Meski satu ibu berbeda ayah, Aku begitu menyayangi semua adikku.

Penghasilan mengemudikan becak tidaklah banyak, hampir setiap hari yang kami konsumsi mie instan yang kuahnya sengaja di perbayak agar cukup untuk 7 porsi makan atau nasi goreng terasi sebagai tambahan menu favorit yang super irit. Bagaimana dengan sekolah? Ya, aku hanya lulusan SMP, dengan berat hati kuputuskan untuk berhenti sekolah karena ibu sakit-sakitan, Asmanya sering kambuh akhir-akhir ini. Rencanaku selanjutnya ingin bekerja, terserah mau kerja apa saja yang penting bisa sedikit membantu perekonomian keluarga kami.

Ekspektasiku salah, mencari pekerjaan tidaklah mudah apalagi untuk lulusan SMP. Sudah sekian kali ku telusuri pertokoan dipasar belum ada yang mau menerimaku, alasannya karena masih di bawah umur. Sampai di titik terlelah, Seorang pria dewasa berbadan kekar menghampiriku, dia bertanya bagaikan sedang menginterogasi, aku yang tak sedikitpun menaruh curiga berkata jujur apa adanya.

“Panggil saya pak Alen,” ucapnya sembari menjabat tanganku.

“Cari pekerjaan itu susah apalagi kamu masih di bawah umur,” Pak Alen menghirup sebatang rokok lalu menghempaskan asapnya ke udara.

“Bapak ada sih lowongan pekerjaan tapi sepertinya kamu tidak akan mau,” tuturnya lagi.

Mendengar kesempatan bekerja tentu membuatku sangat antusias, tanpa berikir panjang aku mengiyakan ajakannya.

Pak Alen membawaku menggunakan mobil mewah berwarna silver, aku duduk di sampingnya, selama perjalanan kami tak banyak bicara, mungkin karena pak Alen ingin fokus mengemudi. Tak berselang lama, ku lirik lewat kaca mobil, Pak Alen memberhentikan kendaraannya ke sebuah mall. Mungkin aku akan di pekerjakan disana atau pak Alen ada kepentingan lain? kataku dalam hati.

“Ayo.” ucap pak Alen, lalu aku pun mengekor di belakangnya.

Pertama kali melangkahkan kaki di sebuah mall membuat mataku takjup, ada banyak keindahan di dalamnya. Mulai dari berbagai merk pakaian sampai dengan makanan yang belum pernah aku temui.

Pak Alen melirik tubuhku dari ujung kaki hingga kepala lalu ia mencarikan pakaian yang ukurannya pas denganku. Aku heran untuk apa semua ini tapi aku ikuti saja kemauannya karena tujuanku satu yaitu ingin bekerja mendapatkan uang.

“Maaf pak, saya tidak perlu di belikan pakaian baru,” kataku sembari menundukkan kepala kebawah lalu memainkan ujung baju.

“Jangan banyak komentar, mau kerja kan? ini saya lagi bantu kamu, lihat bajumu itu kucel, sangat tidak menarik.” jawab Pak Alen sembari memincingkan matanya.

Aku bingung, pekerjaan apa yang nantinya di berikan dan kenapa pak Alen membelikan dress mini dengan warna-warna cerah tapi karena fokus dengan tujuan awal, aku tidak terlalu memikirkan itu.

Setelah selesai membeli beberapa dress, pakain dalam dan sepatu, pak Alen membawaku ke salon. Disana aku bagai di ratukan. Semua karyawan ramah denganku, setiap kuku di bersihkan lalu di warnai dengan cantik, rambutku di cuci bersih dan wajahku di poleh dengan balutan make up tipis dan natural. Dress yang telah di beli tadi pun aku kenakan atas perintah dari pak Alen. Semua memuji kecantikanku membuat hati ini ingin terbang begitu saja.

“Oke Lisa, apakah kamu siap untuk bekerja?” tanya pak Alen sembari memainkan ponselnya.

“Siap pak.” jawabku singkat.

“Bagus, kita meluncur sekarang.”

Hatiku terbalut oleh dua rasa, yaitu senang dan penasaran bercampur aduk menjadi satu. Akhirnya aku bisa mencari uang sendiri, rencananya gaji pertama nanti akan aku belikan stok makanan di rumah, rasanya bosan mengkonsumsi makanan tidak sehat setiap hari selanjutnya aku akan membawa ibu berobat dan menyekolahkan semua adikku. Ah semakin hanyut saja dengan hayalan ini.

Tak terasa aku dan pak Alen tiba di sebuah bangunan gedung bertingkat, untuk mencapai ke lantai 17 kami menaiki sebuah lift. Aku yang merasakan pertama kali hanya memperhatikan pak Alen dari jarak 1 meter saja.

Pak Alen menekan bel yang kemudian di sambut hangat oleh lelaki berambut plontos. Dia mengenalkan dirinya dengan ramah, menyambut kedatangan kami dengan hangat.

“Silahkan di minum,” ucap lelaki barambut plontos bernama Daniel.

Pak daniel menyodorkan sebuah minuman yang baunya sangat menyengat di hidungku, aku sampai tak kuat meminumnya namun pak Alen memberi isyarat untuk mengikutinya mungkin untuk menghargai pak Daniel. Jadi dengan sangat terpaksa aku meminum seperempat minuman yang terasa panas di lidah. Perlahan kepalaku terasa pusing dan pandanganku berkunang-kunang, entah jenis minuman apa yang membuatku lemas dan mual.

Satu hal yang masih terdengar jelas saat pak daniel mengucapkan, “Barang bagus bro, senang bekerja sama dengan anda.”

Setelah itu kesadaranku mulai hilang, semuanya semakin gelap tanpa suara.

Kejadian itu menjadi awal kehancuran hidupku, Pak Alen yang kusangka malaikat yang hadir di tengah kesulitan nyatanya menjadi dalang terjerumusnya aku pada lubang hitam. Pekerjaan yang ditawarinya adalah sebagai kupu-kupu malam.

Hatiku hancur berkeping-keping, dadaku perih bagai di tikam belati. Kesucianku di renggut paksa. Untuk apa mempertahankan kehormatan jika mahkotanya sudah di nodai? Ibarat sebuah paku yang menancap di pohon, bisa terlepas tapi tetap saja membekas.

Hidupku yang baru bukanlah remaja yang sibuk menimba ilmu melainkan pemuas nafsu, berbagai pria hidung belang kubantu mengeluarkan hasrat terpendamnya, apakah aku bahagia? Tidak sama sekali, bibirku tersenyum tapi batinku terus berontak. Untuk menutupi kebohongan maka selanjutnya berbohong lagi dan lagi, itu semua aku lakukan karena tak ingin keluargaku kecewa. Sekarang aku banyak uang, kehidupan keluargaku juga membaik bahkan semua adikku bisa melanjutkan pendidikan ke bangku universitas namun rasanya ada yang hilang. Aku sendiri tidak paham kenapa jiwaku terasa hampa.

Suatu hari ada seorang pria melamarku, meski dia tahu pekerjaanku tetap saja yakin menjadikanku pendamping di hidupnya. Aku menerimanya, tentunya ada syarat yang ia berikan yaitu jadilah kupu-kupu amnesia. Lupakan semua kenangan suram dan buka lembaran baru dengan bertaubat.

Agak canggung untuk menikah, bukan soal cinta lagi melainkan pendamping hidupku adalah teman sebangku saat SMP. Diam-diam Lukman mengagumiku, rasa itu tak pernah pudar meski belasan tahun berlalu.

“Kenapa kamu yakin sama aku? Bukankah aku ini hina dan kotor?” tanyaku pada Lukman dengan tatapan nanar.

Kala itu Lukman menarik nafas panjang lalu berkata, “Pada dasarnya kamu wanita lugu yang baik maka sudah sepatutnya kamu kembali seperti dulu lagi.”

Tak ada yang mempercayai cinta seorang kupu-kupu malam, tak sedikit lelaki menghinaku rendah, memandang jijik seperti sampah. Kehadiran Lukman tentu bagai cahaya yang menerangi dalam kegelapan. Dia mantap meminangku, tak peduli nama baiknya mungkin akan hancur seketika. Cintanya mampu meluluhkan hati, dengan sabar dia mengajariku banyak hal dan menuntun jalan kebenaran.

Meski sekuat tenaga berusaha amnesia dengan masa lalu kelam, tetap saja bayangan pahit itu terkadang hadir. Dulu aku pernah terjebak tapi tak bisa segera bangkit, tak kuasa melawan ketidakberdayaan sampai akhirnya hidup dalam kubangan dosa. Sebuah pelajaran berharga yang tak bisa di tebus dengan jutaan air mata, hidup dengan bayang-bayang penyesalan namun lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Aku bersyukur, tuhan menunjukan jalan dan mengirimkan seorang imam yang menjadikan aku bidadari di hidupnya. 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)