Cerpen
Disukai
1
Dilihat
4,236
Kala
Horor

Dalam suatu pagi yang cerah, sinar mentari menyapa dengan kehangatan di kota kecil ini. Langit biru membentang luas, dan udara segar memenuhi setiap sudut jalan. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, takdir merajut benangnya. Terdapat sebuah sekolah favorit yang indah akan lingkungan nya yang asri, sekolah ini memiliki sebuah ciri khas di dalamnya yaitu Pohon Trembesi Kembar. Saat itu Lani berangkat sekolah sebagai siswi baru, dia diantarkan oleh orang tuanya menggunakan mobil sebab rumahnya sangat jauh dari sekolahnya tersebut. Oleh karena itu, orang tua dari Lani ingin mendaftarkannya di Wisma Wretti Sakti yang ada di sekolah.

Mobil itu berhenti tepat di depan pintu gerbang masuk, Lani keluar dari mobilnya melihat keindahan dari sekolahnya itu, Pohon Trembesi Kembar terlihat begitu jelas di sana, banyak sekali anak-anak yang diantar oleh orang tua mereka. Lani masuk ke dalam sekolah menuju ke kelasnya sembari melihat sekeliling nya banyak sekali pohon-pohon rindang di sana terdapat bangunan-bangunan kuno yang masih kokoh dan melewati sebuah lorong sekolah yang terlihat jelas terpampang banyak sekali piala-piala di dalam lemari maupun bingkai kaca yang besar dan juga terdapat banyak foto-foto kuno serta barang-barang antik yang tersimpan rapi di dalam lemari. Orang tua Lani berjalan menuju ke ruang administrasi untuk mendaftarkan Lani di Wisma Wretti Sakti yang ada di sekolahnya ini.

“Permisi bu,” ujar ibu Lani.

“Oh iya bu, ada yang bisa saya bantu?” ujar karyawan di sana.

“Ini bu saya ingin mendaftarkan anak saya di Wisma Wretti Sakti,” jelas ibu.

“Oh baik bu pak, silahkan duduk terlebih dahulu. Anak ibu sama bapak laki-laki atau perempuan ya?” ujar karyawan tersebut sembari mempersilahkan orang tua Lani untuk duduk.

“Anak saya perempuan bu,” ujar bapak Lani.

“Baik pak bu akan saya ambilkan formulir pendaftaran nya dulu,” ujar karyawan tersebut yang segera menuju ke sebuah lemari besi yang terlihat sudah terlihat karatan, map kuning dibuka diambilnya formulir pendaftaran itu dan memberikannya ke ibunya Lani.

Ibu pun mengisi selembar formulir itu dan memberikannya kepada karyawan tersebut, “Ini bu, sudah saya isi semua,” ujar ibu.

Karyawan itu pun mengecek formulir tersebut dan menyuruh ibu menandatangani formulir pendaftaran dan surat pernyataan peraturan di halaman terakhir. Ayah Lani mengeluarkan dompetnya dan mengambil tiga lembar uang seratus ribu sebagai uang pembayaran Wisma.

“Baik bu, nanti selepas pulang sekolah kami akan mengajak anak-anak yang akan tinggal di Wisma untuk berkeliling dan kami juga akan memberi tahu beberapa peraturan yang harus dipatuhi,” ujar karyawan tersebut dengan wajah tersenyum manis.

“Terima kasih banyak ya bu, insyaallah nanti anak saya betah dan patuhi semua peraturan yang ada di Wisma Wretti Sakti ini,” ujar ibu sembari tersenyum dan bangun dari kursinya berpamitan dengan karyawan itu meninggalkan ruang administrasi.

Suara speaker terdengar dari atas dinding, “Selamat siang, bagi yang siswa-siswi mendaftar ke Wisma Wretti Sakti selepas pulang sekolah berkumpul di aula untuk diberikan arahan mengenai peraturan-peraturan yang ada. Terima Kasih!” ujar seseorang dibalik speaker hitam keabuan.

Teng...teng!

Teng...teng!

Teng...teng!

Suara langkah kaki terdengar di mana-mana siswa-siswi siap untuk pulang, sedangkan Lani menuju ke aula untuk kumpul terlebih dahulu. Di aula banyak sekali orang yang mendaftar ke Wisma sekitar 15 orang Siswi dan 15 Siswa. Tiba-tiba datanglah dua orang laki-laki dan perempuan yang menggunakan seragam batik khusus, mereka mendekati sebuah mic yang berada di tengah panggung.

“Tes, tes. Ekhemm, baik anak-anak silakan kalian semua berbaris, untuk yang laki-laki sebelah kiri saya dan untuk yang perempuan sebelah kanan saya,” ujar pak Adi yang merupakan karyawan di Wisma Wretti Sakti.

Semua siswa-siswi pun berbaris sesuai arahan dari pak Adi, “Baik anak-anak setelah ini saya dan ibu Sri akan mengajak kalian untuk keliling Wisma sembari menjelaskan beberapa peraturan. Nanti saya akan bersama siswa laki-laki dan ibu Sri bersama siswi perempuan.”

Setelah selesai semua siswa-siswi keluar aula dan ikut berkeliling bersama pak Adi dan bu Sri. Lani masih merasa takjub dengan indahnya lingkungan yang ada di sekolahnya bagaikan sebuah kebun raya bogor, mereka mulai memasuki daerah parkiran motor dan sepeda siswa-siswi yang di mana di tengahnya terdapat Pohon Trembesi Kembar samping kanan nya terdapat Wisma untuk laki-laki dan di belakang Pohon Trembesi Kembar terdapat dapur umum dan Wisma untuk perempuan di sebelahnya.

“Baik anak-anak, di samping kiri kita terdapat parkiran motor dan sepeda, samping kanan ada Wisma untuk laki-laki, dan yang paling ujung itu terdapat dapur umum serta Wisma untuk perempuan. Oh iya, saya ingin memberi tahu hal yang sangat penting sekali untuk kalian bagian tengah pohon kembar ini jangan pernah buat parkir motor atau sepeda, kalian boleh melewatinya dari jam 5 subuh hingga jam 5 sore dan jangan lebih dari itu, jika ingin ke masjid atau keluar lewat pinggir pohon atau parkiran jangan lewat tengah, dan saat menjelang magrib kalian semua tidak boleh keluar kamar, paham!” jelas pak Adi kepada semua siswa-siswi.

Mereka berpisah siswa laki-laki bersama pak Adi dan siswi perempuan bersama bu Sri. Dikarenakan masih jam setengah 5 sore bu Sri melewati tengah Pohon Trembesi Kembar itu, Lani saat memasuki kawasan itu merasa sesuatu yang berbeda di mana suasana di situ terasa seperti berat hawanya dan saat berjalan tiba-tiba angin dan petir datang begitu kencang yang membuat Lani dan teman-teman seketika lari kencang keluar dari kawasan itu meninggalkan ibu Sri.

***

Keesokan paginya, Lani diantar orang tuanya sembari membawa barang-barang nya untuk pindahan ke Wisma, betapa banyak nya barang Lani mulai dari perlengkapan mandi, tidur, bahan masakan, dan lain-lain. Selepas pulang sekolah Lani langsung ke Wisma menuju kamar nya yang bernomor 14, dengan hati-hati, pintu itu terbuka perlahan, menghasilkan gemerincing engsel yang kuno. Cahaya remang dari luar menyusup masuk, membongkar misteri ruangan yang sebelumnya tersembunyi dalam gelap. Udara segar dan harum tanah basah menyambut setiap langkah masuk, mengundang perasaan penasaran dan antisipasi. Lani mulai membereskan barang-barangnya hingga menjelang magrib karena dari tadi Lani membereskan kamarnya perutnya terasa lapar dan haus.

Lani ingin sekali pergi ke dapur dan memasak sesuatu, tetapi dia ingat dengan peraturan yang diberi tahu oleh pak Adi dan bu Sri kemarin. Namun dikarenakan perutnya itu sudah sangat lapar sekali akhirnya Lani melanggar peraturan itu dan keluar kamarnya menuju dapur sembari membawa teh dan mie instan, suasana di sana begitu sangat sepi tidak ada satu pun siswa-siswi keluar kamar. Dengan hati-hati, pintu dapur kuno itu gemerincing saat terbuka, seolah menyapa masa lalu yang terpendam. Cahaya redup mengungkap keajaiban zaman dulu yang tertinggal di setiap sudut ruangan. Bau kayu dan aroma rempah-rempah dari rak-rak kayu usang menyatu, menciptakan atmosfer yang membuat langkah-langkah terdengar seperti menggetar di lorong waktu. Suara desiran gas yang menyala dan sentuhan hangat yang memancar dari bara api menciptakan suasana yang penuh hati-hati di sekitar dapur yang hening. Lani mulai memasak mie nya dan air panas untuk menyeduh teh.

Pada saat itu cuaca terlihat mendung dan hujan turun rintik-rintik, aroma mie instan memenuhi udara begitu air mendidih dan bumbu meleleh. Wangi rempah-rempah dan campuran bawang goreng menyatu, menciptakan aroma menggoda yang mengundang selera. Setiap hirupan udara memberikan petunjuk tentang cita rasa pedas dan gurih yang siap menggoyang lidah. Di tengah saat Lani memasak dia melihat seorang gadis berseragam SMA di tengah Pohon Kembar itu di tengah langit yang gelap dan hujan rintik-rintik. Lani terlihat sangat penasaran dengan gadis itu tetapi dia juga merasa takut untuk pergi ke sana.

Dikarenakan Lani masih sangat penasaran maka dari itu dia menghampiri gadis itu dan lupa mematikan kompor. Berlari-lari kecil di tengah hujan rintik-rintik, mulai mendekati Pohon Trembesi Kembar itu dan menghampiri gadis itu, “Halo nona, kamu sedang apa di sini?” ujar Lani kepada gadis itu yang membelakangi dirinya.

Gadis itu hanya terdiam saja dan menghiraukan perkataan dari Lani. Lani mulai mendekatinya dan menepuk punggung dari gadis itu. Gadis itu pun berbalik badan sontak membuat Lani sangat terkejut dan ketakutan, gadis itu mukanya penuh sekali dengan darah dan ditubuh nya seperti terlihat bekas cambukan.

Rani dan Vio mereka merupakan teman Wisma Lani sekaligus teman sekelasnya. Saat itu Rani keluar dari kamarnya untuk pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, selesai wudhu Rani mencium bau hangus atau gosong dari dapur, dia pun langsung menuju ke dapur dan mengeceknya. Rani pun syok melihat kompor yang masih menyala dan langsung mematikan nya.

“Haduhh, siapa sih yang masak mie ditinggal gini sampai gosong pula, menyusahkan orang saja hih!” ujar Rani yang terus berbicara sendiri sembari membereskan semua itu.

Tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan terdapat bayang perempuan yang menggunakan kerudung, ternyata itu adalah Vio yang sedang ingin pergi ke masjid untuk Shalat Magrib.

“Hey, sedang apa kamu di situ Ran?” ujar Vio sembari menyenderkan badan nya di dekat pintu.

“Ini Vio, kayaknya tadi ada orang yang lagi masak mie instan terus ditinggal sampai gosong nih pancinya,” ujar Rani yang sedang membereskan semua kekacauan itu.

“Memangnya siapa si Ran?” tanya Vio.

“Ya mana aku tau, kalau aku tau juga sudah ku suruh beresin ini semua,” sahut Rani dengan nada kesal.

“Ya sudah sini aku bantu, habis itu kita ke masjid,” ujar Vio yang langsung membantu Rani.

Setelah selesai membereskan semua kekacauan itu Rani dan Vio tengah bersiap-bersiap untuk pergi ke masjid untuk Shalat Magrib yang sudah telat 10 menit dan teman-teman nya yang sudah pergi ke masjid sebelum adzan berkumandang.

“Ayo Ran keburu mulai itu,” ujar Vio.

“Iya-iya sebentar Vio. Oh iya apakah kita tidak mengajak Lani untuk Shalat,” ujar Rani. “Eh iya, ya sudah ayo kita hampiri kamarnya,” ujar Vio yang mengajak Rani ke kamarnya Lani.

Mereka berdua pun langsung menuju ke kamarnya Lani untuk mengajak ke masjid.

Diketuknya pintu kayu tersebut, “Lan Lani ayo ke masjid kita,” ujar Rani.

Tetapi tidak ada respon dari dalam, mereka mencoba mengetuk pintunya kembali tapi hasilnya sama saja tidak ada respon. “Heh Ran coba kamu intip dari jendela sebelah kalau semisalnya Lani tidur ya sudah kita tinggal,” ujar Vio dengan nada yang begitu kecil.

Rani pun langsung mengintip dari jendela, betapa terkejutnya dia melihat Lani yang duduk di atas ranjang tidur sembari menyisiri rambutnya dan tersenyum-senyum sendiri. Rani langsung menatap Vio dengan wajah ketakutan, “Hey ada apa si Ran? Mukamu kayak ketakutan gitu,” ujar Vio dengan nada kecil sembari menggoyang-goyangkan tubuh Rani yang seketika kaku.

Rani menunjuk jendela itu dan menyuruh Vio untuk melihatnya, “Itu lihat,” ujar Rani dengan nada takut.

Vio langsung melihat Lani dari jendela dan dia juga sangat terkejut melihat itu semua. Vio dan Rani bertatapan dan mereka pergi dari sana dengan perlahan-lahan langsung menuju Masjid. “Hei-hei ngapain kalian lari-lari gitu?” tanya Pak Adi.

“Itu pak Lani,” jawab Vio dengan napas yang terengap-engap. “Kenapa dengan Lani?” tanya pak Adi dengan ekspresi khawatir.

Rani dan Vio menjelaskan semua apa yang telah dilihatnya, membuat pak Adi sontak terkejut. “Hah? Apa Lani kesurupan,” ujar pak Adi yang sangat terkejut.

“Iya pak beneran kita tidak bohong,” ujar mereka berdua.

“Baiklah jika begitu kalian Shalat terlebih dahulu, nanti setelah isya kita ke sana,” jelas pak Adi.

Mereka pun segera Shalat magrib dan setelah shalat isya selesai pak Adi mengajak pak Agam yang merupakan ustadz sekaligus guru agama Islam di sana untuk berkumpul membahas persoalan Lani. Pak Agam yang mendengar itu semua segera bertindak, semua yang ikut berkumpul pak Adi, bu Sri, Rani, Vio, dan pak Firman yang merupakan satpam sekolah ikut bertindak juga. Mereka semua bergegas menuju ke Wisma Wretti Sakti dan menuju ke kamarnya Lani, sesampainya di sana pak Agam mengetuk pintu kamar Lani namun tidak ada respon akhirnya pak Agam menyuruh pak Firman untuk mendobrak pintu yang terbuat dari kayu itu.

Setelah pintu berhasil di dobrak pak Agam melihat Lani dari luar kamar yang sedang duduk di atas ranjang tidurnya sembari menyisir rambutnya itu. Pak Agam masuk ke dalam kamar mengucapkan salam, “Assalamualaikum, permisi siapa kamu?” tanya pak Agam kepada Lani yang tengah di rasuki oleh sosok gadis berseragam SMA itu.

Lani mendengar suara itu sontak langsung melihat ke arah pak Agam dengan tatapan tajam. Pak Agam bertanya lagi, “Siapa kamu? Kenapa kamu memasuki tubuh gadis ini?”

Tiba-tiba Lani mengeluarkan suara tawa yang begitu kencang membuat pak Adi, bu Sri, Rani, Vio, dan pak Firman merasa sangat terkejut. Pak Agam yang mendengar suara tawa itu langsung membacakan ayat suci Al-Quran dan sembari memegang tasbihnya itu. Lani masih terus tertawa, “Halo aku Kala” ujar Lani dengan nada serak sedikit lembut.

Pak Agam terus membacakan ayat-ayat suci Al-Quran, namun Lani masih saja terus tertawa dan ditambah dia memberontak sehingga dibantu oleh bu Sri dan pak Adi. Pak Agam segera mengambil sebotol air di atas meja belajar kamar Lani dan membacakan sebuah kalimat menggunakan bahasa Jawa krama alus dan di sambung ayat suci Al-Quran. Setelah itu pak Agam mencipratkan air itu ke seluruh tubuh Lani yang membuat nya teriak-teriak kesakitan. Jam menunjukkan pukul 10 malam akhirnya Lani kembali sadar, Rani memberikan segelas air dan meminumkan nya ke Lani.

Keadaan mulai membaik, pak Agam pun menceritakan mengenai sosok gadis itu yang bernama KALA. “Jadi pada tahun 1998 ada seorang siswi pintar dia bernama Kala. Pada saat itu Kala mempunyai teman laki-laki yang bernama Bagus, mereka berdua berteman baik hingga berpacaran. Selepas pulang sekolah Kala diajak oleh Bagus untuk pergi ke Wisma Wretti Sakti, di sana Kala ingin dilecehkan olehnya. Maka dari itu Kala lari untuk menyelamatkan diri, namun sayangnya Kala tidak berhasil menyelamatkan diri dan dibawa oleh Bagus ke suatu ruangan yaitu kamar 14 ini,” jelas pak Agam.

“Lalu bagaimana dengan Kala setelah itu pak?” tanya Lani dengan raut muka lemas dan penasaran.

“Menjelang magrib Wisma sepi dikarenakan semua siswa-siswi pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Maka dari itu Bagus membawa Kala ke pohon trembesi kembar itu dan menyakiti Kala hingga Kala meninggal di tempat,” jelas pak Agam yang membuat semua orang di sana merasa kaget dengan apa yang dibicarakan oleh pak Agam.

“Apakah laki-laki yang bernama Bagus itu dikeluarkan dari sekolah?” tanya Vio.

“Tanpa disangka ternyata Bagus itu merupakan anak dari kepala sekolah dan dia jadinya tidak dikeluarkan dari sekolah dan tidak mendapatkan hukuman apapun. Oleh sebab itu, arwah Kala terus bergentayangan dikarenakan orang yang telah ingin melecehkan dan membunuh dirinya itu tidak mendapatkan hukuman apapun itu,” jelas pak Agam.

“Terus kenapa Kala memasuki diriku?” tanya Lani yang keheranan.

“Ya karena dia merasa bahwa kamu akan sama seperti dirinya, maka dari itu dia ingin melindungi dirimu dari laki-laki keji seperti Bagus itu,” jawab pak Agam.

Lani yang mendengar itu semua merasa berterima kasih kepada Kala jika ternyata dia ingin melindungi dirinya dari laki-laki yang berbuat buruk padanya. Keesokan harinya Lani, Rani, dan Vio beraktivitas seperti biasa dan bersekolah tanpa adanya kendala.


 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)