Flash
Disukai
0
Dilihat
2,328
Jangan Lihat Ke Belakang
Horor

Suatu hari tepat tanggal 9 Desember 2024, cuaca sangat buruk dengan diikuti hujan rintik-rintik turun malam itu, membasahi jalanan gang sempit yang gelap dan sunyi. Nabila berjalan cepat, berusaha melawan rasa lelah setelah seharian bekerja di swalayan. Jam tangannya menunjukkan pukul 10 lewat lima menit. Hatinya waswas—dia sudah melewati batas waktu yang sering diperingatkan oleh tetangga sekitar.

"Kalau pulang lewat jam 10 malam, jangan lihat ke belakang. Apa pun yang terjadi, tetap jalan lurus sampai rumah." Begitu pesan mereka.

Awalnya Nabila menganggap itu hanya cerita kosong. Tapi malam ini, rasa penasaran mulai menguasai dirinya. Tidak mungkin, pikirnya, apa yang bisa terjadi? Langkahnya semakin ragu saat mencapai gang terakhir, tepat di depan gerbang kos.

Udara terasa lebih dingin, seperti ada sesuatu yang membekapnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia melangkah maju, namun entah kenapa, ia merasa ada yang mengawasinya dari belakang.

Dan akhirnya, ia menyerah pada rasa ingin tahunya. Nabila menoleh ke belakang.

Seketika tubuhnya membeku.

Sekitar tiga meter darinya, berdiri seorang wanita dengan jubah putih panjang, kuyup oleh hujan. Rambutnya basah, menutupi sebagian wajahnya, namun senyumnya terlihat lebar—terlalu lebar hingga tak wajar. Di tangan kanannya, sebuah payung tua tergenggam erat.

“Mau ke mana? Mau pulang atau mau melihatku?” Suara wanita itu serak, tapi lembut, seperti bisikan yang merayap ke dalam telinga.

Nabila tertegun, mulutnya membuka tapi tak ada suara yang keluar. Tanpa pikir panjang, ia memutar badan dan berlari menuju pintu kos. Langkahnya terhuyung, napasnya terengah-engah. Di belakangnya, suara seretan payung di jalanan terdengar mendekat.

“BU KOS! BUKA! TOLONG!” teriaknya, memukul-mukul pintu dengan panik.

Pintu terbuka sesaat sebelum wanita itu sempat meraih Nabila. Ia langsung diseret masuk oleh Bu Kos, dan pintu itu ditutup rapat. Namun, ketukan keras langsung terdengar dari luar.

*Tok, tok, tok.*

“Dia datang,” gumam Bu Kos dengan nada datar.

Nabila hanya bisa berdiri mematung di sudut ruangan. Tubuhnya gemetar, air matanya mengalir tanpa sadar. Ketukan di pintu semakin keras, diiringi dengan suara senandung lembut.

Bu Kos bergerak cepat menuju dapur, membuka sebuah laci tua dan mengambil seikat daun kering yang diikat dengan kain lusuh. Ia menatap Nabila sekilas. “Jangan bergerak. Apa pun yang kamu dengar, jangan mendekat ke pintu.”

Ketukan berubah menjadi gedoran. Wanita itu kini bersenandung lebih keras, suaranya seperti nyanyian pengantar tidur.

Bu Kos berdiri di depan pintu, menutup matanya. Ia mulai bernyanyi, suaranya rendah dan lembut, seperti seorang ibu yang menidurkan anak kecil.

"Tidurlah sayang, malam terlalu kelam. Jangan bangun lagi, tidurlah dalam damai. Dunia bukan tempatmu, kembali ke peraduan. Jangan menangis lagi, tidurlah selamanya…"

Nabila memeluk lututnya, menutup telinga, tapi suara senandung itu tetap menembus. Gedoran pintu semakin kuat, diiringi teriakan penuh amarah dari wanita berjubah putih. Namun perlahan, suara itu memudar.

Ketika Bu Kos selesai bernyanyi, keheningan kembali menyelimuti ruangan. Pintu berhenti bergetar, dan suara apa pun di luar hilang begitu saja.

Bu Kos menatap Nabila yang masih menggigil di lantai. “Dia sudah pergi,” katanya dengan tenang.

“Siapa... siapa dia, Bu?” tanya Nabila terbata-bata, suaranya parau.

“Dia arwah seorang wanita malang yang dulu tinggal di sini. Dibuang oleh orang tuanya karena membawa aib. Lagu tadi adalah nyanyian yang ibunya gunakan untuk menenangkannya saat kecil. Itu satu-satunya cara untuk membuatnya pergi.”

Nabila menelan ludah. Tubuhnya masih gemetaran, tapi ia memaksakan diri untuk berdiri. Malam itu, ia tak bisa tidur. Setiap kali memejamkan mata, wajah wanita berjubah itu muncul dalam pikirannya, dengan senyum menyeramkan dan suara seraknya.

Keesokan paginya, Nabila mengemasi barang-barangnya. Ia memutuskan untuk pindah tanpa banyak bicara. Saat berpamitan, Bu Kos hanya tersenyum tipis dan menepuk bahunya.

“Nak, ingat ini. Ada hal-hal di dunia ini yang lebih baik tidak kamu ketahui. Jangan biarkan rasa penasaran membawamu ke masalah,” katanya.

Nabila mengangguk lemah. Ia berjalan meninggalkan kos dengan langkah terburu-buru. Tidak sekalipun ia menoleh ke belakang. Kini ia tahu, terkadang aturan aneh bukan sekadar mitos. Dan terkadang, rasa penasaran memang lebih baik diredam.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)