Masukan nama pengguna
“Ahh bosen banget. Kalau classmeeting gini bawaannya pengen cepet-cepet pulang deh,” ucapku.
“Yang sabar ya, kurang tiga jam lagi bakal pulang kok,” ucap Nia.
“Masih lama itu mah,” ucap Lia
“Daripada rebahan gini, kita liat pertandingan aja, yuk!” saran Nia.
“Pertandingan apaan?” tanyaku.
“Gimana kalau pertandingan basket? Katanya kelas kak Satria lagi tanding sama anak kelas 10 Mipa 7,” ucap Nia.
“Kak Satria, serius lu Ni? Kenapa enggak bilang dari tadi sih. Cuslah kita berangkat sekarang,” ucap Lia sambil menyeretku dan Nia.
~~-~
“Gilaaa, kak Satria ganteng banget deh,” ucap Lia yang kegirangan.
Aku tidak terlalu tertarik dalam melihat pertandingan basket ini, karena dari kedua kelas yang bertanding saat ini, tidak ada seorang pun yang aku kenal. Aku menatap bosan pertandingan tersebut dan berharap pertandingan segera berakhir.
Saat aku hampir tenggelam dalam rasa bosan, aku melihat seorang anak yang melempar bola ke dalam ring dalam jarak yang cukup jauh. Yang membuatku terkejut adalah bola yang dia lempar bisa masuk ke dalam ring dengan sempurna.
Aku merasa dia seperti magnet yang terum-menerus menarik perhatianku, aku tidak bisa melepaskan pandanganku ini darinya selama pertandingan. Dia terus-menerus menembakkan bola dalam jarak yang cukup jauh dengan akurat seperti sebuah karakter dari anime yang pernah kutonton.
Dia yang berkeringat dan berusaha dengan keras di lapangan, membuatnya terlihat sangat keren. Hal ini membuatku ingin mengetahui lebih banyak tentang dia. Tidak hanya asal kelas dan bagaimana dia hebat dalam bermain basket, namun semua tentangnya.
~~-~
Aku tidak merasa bersemangat. Saat kenaikan kelas, entah kenapa penempatan kelas diacak lagi yang membuatku berpisah kelas dengan Lia dan Nia.
Aku masuk ke dalam kelas. Di papan tulis ada sebuah kertas yang tertempel yang ternyata adalah posisi duduk setiap siswa. Baiklah, mari kita lihat aku duduk di sebelah mana. Aku mencari namaku untuk memastikan posisi dudukku. Tidak sampai memakan waktu tiga detik, aku telah menemukan namaku.
Aku langsung pergi menuju ke bangku barisan kedua yang berada tepat di dekat pintu masuk. Kenapa aku harus berada di sini sih? Padahal sejak aku berangkat dari rumah aku sudah berencana untuk duduk di belakang.
Tak lama kemudian, aku terpaku, aku merasa sebuah takdir baik telah datang menghampiriku. Seseorang yang membuatku tak bisa melepaskan pandanganku padanya selama pertandingan basket saat classmeeting, kini telah ada hadapanku.
Dadaku berdegup dengan kencang, bibirku terangkat, namun harga diriku tak mengizinkannya yang membuat bibirku gemetaran. Aku tidak menyangka kalau kita akan berada di satu kelas yang sama, bahkan dia duduk tepat di depanku. Aku merasa ingin berteriak dengan kencang saking gembiranya, namun aku harus tenang untung membangun citra baik di hadapannya.
~~-~
Beberapa hari ini entah kenapa dia terlihat murung. Aku ingin menyemangatinya, namun aku bingung harus mengatan apa dan melakukan apa. Selama pelajaran berlangsung aku tidak bisa fokus pada materi yang disampaikan oleh para guru. Yang ada dalam benakku hanyalah bagaimana cara menghiburnya agar dia tidak murung lagi.
~~-~
Aku merebahkan tubuh di kasur. Aku memeluk boneka boba yang ada di sampingku. Apa yang harus kulakukan agar dia semangat lagi ya? Aku tenggelam dalam pemikiran tersebut sambil berguling-guling. Rasa semangat yang aku miliki saat berpikir, membuatku terjatuh dari kasur.
Aku langsung duduk sambil merintih kesakitan. Saat aku ingin bangun, tangan kananku menyentuh sesuatu. Aku melihat ke arah tangan kananku yang ternyata saat ini menyentuh sebuah amplop putih polos.
“Itu dia, kalau pakai cara ini pasti bisa.”
Sebuah ide yang pasaran dan kuno bagi orang lain pun menjadi ide hebat bagiku. Aku langsung mengambil selembar kertas loose life dan menulis kata demi kata penyemangat yang ingin kusampaikan padanya.
~~-~
Ini pertama kalinya dalam hidupku berangkat sekolah lebih awal. Selama ini aku selalu datang ke sekolah saat gerbang sekolah akan ditutup, namun hari ini berbeda. Aku berangkat ke sekolah setelah gerbang sekolah baru saja dibuka.
Aku menarik napas dalam-dalam, tangan dan kakiku mendingin. Aku takut dengan apa yang akan terjadi beberapa jam ke depan, namun aku tidak mau kalah dari rasa takut ini. Aku menaruh sekotak susu coklat yang dia sukai dan sebuah amplop yang berisikan surat yang kutulis kemarin. Aku pergi ke taman sambil membawa tasku dan menunggu banyak siswa yang datang ke sekolah untuk menghindari kecurigaan dari siapa pun.
~~-~
Saat aku memasuki kelas, aku tidak sengaja melihatnya yang membaca suratku. Aku melihat dirimu yang tersenyum tipis lalu meminum susu coklat yang aku taruh bersama dengan surat yang kau baca saat ini.
Semenjak saat itu, aku terkadang menulis surat dan menaruhnya diam-diam tanpa diketahui oleh siapa pun, bahkan oleh dirimu. Yang aku bisa sekarang hanyalah ini, namun aku harap suatu saat nanti, aku memiliki sebuah keberanian untuk mengatakannya secara langsung padamu tanpa ada rasa gugup dan takut sama sekali.