Masukan nama pengguna
Siang ini aku merasa sangat lelah karena tidak cukup tidur semalam dan masih harus mengerjakan beberapa tugas sebelum deadline tepat hari ini. Sungguh hebat! Aku akhirnya memutuskan tidur siang, memilih istirahat sebentar setelah menyelesaikan sekitar 6 tugas dan masih ada 2 tugas lainnya. Disaat itulah aku memiliki mimpi yang sangat terasa nyata. Emosi dalam mimpi itu terasa sangat nyata. Aku terbangun karenanya tapi setelah itu tertidur lagi, bahkan tidak berhasil mengingat mimpi di dalamnya dan hanya terikat emosi saja. Karena masih sangat lelah, aku berniat tidur sebentar.
Otakku merasakan kesadaran hari ini meski tubuh ini sedang tidur karena masih bisa memikirkan hal – hal pada dunia nyata. Aku memang sedang kangen dengan Ayah yang berada di desa, berpikiran ingin pulang bulan ini tetapi uangnya tidak cukup. Aku berpikiran untuk melakukan panggilan video saja nanti sore dan tiba – tiba ajaib … aku sudah berada di rumah.
Aku bingung bagaimana bisa berada di rumah, tepat berada di ruang garasi dengan kaki yang tergenang air setinggi betis.
Banjir!
Di desa jarang terjadi banjir karena tidak ada sampah yang menggunung yang berpotensi penyebab banjir. Anehnya, posisiku sedang menyingkap celana ke atas agar tidak basah karena air seakan sudah tahu, sambil mengamati seisi garasi dan menemukan sepeda anak dengan roda tambahan milik keponakanku, Fero. Yang hanya berjarak sekitar 2 meter dari tempatku berdiri.
Apa aku sudah pulang ke rumah?
Ayahku tiba – tiba membuka pintu ruang garasi yang terhubung dengan ruang makan, melihatku yang tengah berdiri tetapi tidak menyambut kedatanganku seakan sudah menyadari keberadaanku di sana bukan denga memperlihatkan tatapan sambutan seperti biasa saat kepulanganku dari merantau. Tapi anehnya, raut wajahnya terlihat sedikit lebih muda dibanding terakhir yang kuingat sebelum menuju Ibukota. Aku berjalan sedikit susah payah karena air lalu melewatinya tanpa berucap, masuk ke dalam rumah melalui pintu yang baru saja dibuka.
Suasananya sungguh hangat sekali yang membuatku tidak berhenti terharu. Itu adalah tepat di ruang makan. Bahkan ruangan itu adalah ruang yang belum direnovasi, ruangan yang sama saat aku masih menduduki bangku SMA, berarti hampir 5 tahun yang lalu. Aku melihat Kakak yang sedang membantu Ibu mengupas petai sambil nyerocos asyik bercerita, Ayah duduk tepat di samping Ibu dan tengah membantu juga dengan perasaan bahagia, raut muka Ayah sedikit lebih tua dan itu adalah terakhir yang aku ingat sebelum pergi merantau lagi.
Jadi ayah ada dua?
Aku mengabaikan situasi itu karena sekarang telah melihat Ibu. Aku memiliki kesadaran saat ini tapi mengalami suasana 5 tahun lalu yang membuat emosi jiwaku sedikit terguncang. Ibu menanyaiku yang berada tepat di hadapannya. Bibirnya sedikit kering tapi sehat, tubuhnya teramat sangat sehat dan ia sedikit tersenyum tetapi terasa sangat hangat.
“Mau makan apa hari ini?”
Aku hanya menggeleng tanpa terasa jika mataku mulai basah.
Ia sedang membersihkan sayur lalu memotong – motong bersiap memasak hidangan.
Aku tidak ingat, sebanyak tiga kali Ibu bertanya padaku tetapi aku tidak bisa menjawab dan hanya menggeleng sebagai reaksi dengan mata berarir. Emosi itu sangat nyata, bercampur menjadi satu terlebih aku sangat senang kini Ibu berada di hadapanku sampai kata - kata tidak cukup untuk menjabarkannya. Ibuku sedikit menyadari sesuatu atau sebetulnya tidak. Aku tidak begitu yakin. Jadi, Ia bangkit karena aku tidak kunjung memberi jawaban.
“Jangan begitu,” ucapnya dengan nada yang sangat aku kenal. Bukan nada marah tapi lebih terdengar dengan nada manja khas keibuan saat memperingatkan.
Gambaran itu kemudian menjadi kabur, kian perlahan memudar menjadi tidak tersisa sementara aku masih menitikkan air mata kemudian berubah menjadi menangis terisak membasahi bantal.
Ibuku sudah meninggal 6 bulan lalu dan aku hanya mengalami sebuah ilusi di dalam tidur, menguras kerinduanku selama ini, membuatku sedih tapi disaat bersamaan terasa hangat.