Masukan nama pengguna
DINDA MERINDUKAN SURGA
By Maldalias
Kanta (28), security Pabrik yang kini bekerja sebagai tulang punggung keluarga, tinggal bersama Ibu dan adik perempuan semata wayang yang masih kelas 3 SMP.
Lokasi tempat tinggal Kanta berdekatan dengan daerah lokalisasi yang sudah sering ditertibkan tapi tidak pernah benar-benar bersih. Menurut kabar, tempat itu dibekingi orang berpengaruh yang sekaligus menjadikan tempat judi.
Anehnya, di tengah-tengah daerah lokalisasi itu ada sebuah mesjid tua yang masih aktif dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk sholat dan ibadah lainya. Jika sudah berada di mesjid, semua warga membaur tanpa memandang latar belakang sosialnya. Dan mesjid itu didirikan di atas tanah hibah milik almarhum kakek Kanta, dulu adalah imam dan sangat dihormati warga kampung, jauh sebelum ada daerah lokalisasi ini.
Selain Ayahnya Kanta, sebenarnya kakek masih punya seorang anak laki-laki lagi, om Herman. Dialah yang pertama kali memperkenalkan Kanta pada olahraga beladiri, tapi Om Herman ini anak yang paling bangor, beda banget sama ayahnya Kanta. Kerjanya berantem, malakin orang dan mabok melulu. Setidaknya hal itu yang dilihat Kanta waktu usianya masih kanak-kanak.
Dulu Om Herman baik banget sama Kanta dan Ibu, maklum keponakan satu-satunya. Tapi om Herman tidak pernah akur sama Ayah Kanta. Ayah pernah bilang, itu karena om Herman sudah bikin malu keluarga. Pertengkaran mereka semakin menjadi karena memperebutkan warisan sertifikat tanah.
Sejak kecil Kanta sudah terbiasa dengan lingkungan lokalisasi ini, tapi Alhamdulillah dia tetap menjadi anak yang soleh.
Sepeninggal Ayah, Kanta dimasukan ke pesantren, meskipun berat dia meninggalkan Ibu seorang diri. Tapi itu atas kemauan Ibunya juga, hingga akhirnya Kanta lulus dan lebih memilih untuk bekerja apa saja asal halal, daripada kuliah Ibunya tak punya biaya selain harta warisan sedikit peninggalan Ayah.
Ayah dulu bekerja di perusahaan China dan sempat menjadi orang kepercayaan perusahaan sebelum akhirnya tewas dengan menggenaskan.
Kisah tragis itu juga membuat Kanta menemukan kesimpulan bahwa awal berdirinya daerah lokalisasi dan perjudian ini adalah atas inisiatif om herman. Saat itu Ayah Kanta marah besar, dan berniat untuk merebut kembali sertifikat tanah yang dipegang om Herman, perkelahian pun terjadi dan Ayah tewas di tangan adiknya sendiri.
Kanta masih bocah waktu itu, tapi diseusianya sudah menyaksikan peristiwa menyisakan dendam besar dan segala pandangan hormat pada om herman berubah 360 derajat, kini Herman masih dibui dan entah berapa lama lagi, Kanta tak pernah mau tahu. Menurut kabar Herman juga sudah punya istri dan anak, tapi entah dimana mereka.
Sepertinya, sertifikat tanah daerah lokalisasi ini masih dipegang oleh seorang bos besar yang punya banyak relasi orang berpengaruh Tapi entah siapa dia, tak ada yang tahu. Dan dia yang memegang kendali perputaran uang di daerah lokalisasi ini.
..................
Kanta menyusuri jalan menuju gang rumahnya ketika hari menjelang shubuh, lembur dan hari ini juga masuk malam lagi. Sudah tak sabar pingin cepat-cepat sholat shubuh, lalu kasur di kamarnya sudah menanti.
Tapi langkah Kanta terhenti sesaat karena melihat seorang perempuan muda berpakaian seksi sedang jongkok dan muntah-muntah, dekat selokan sebelah gang masuk menuju rumahnya. Kanta tidak perlu susah menebak apa pekerjaan perempuan ini karena pemandangan ini sudah biasa untuknya. Dia terus berjalan masuk ke dalam gang dengan sedikit minggir supaya tidak menyenggol perempuan ini yang masih saja muntah.
Tapi baru beberapa saat melangkah, terbit rasa Iba Kanta, segera dia balik lagi ke arah perempuan itu dan menyodorkan beberapa lembar tisu.
"Gue udah off, gak terima tamu lagi" Jawab perempuan itu ketus, tapi tetap mengambil tisu pemberian Kanta.
"Astagfirulloh" Kanta agak tercekat, karena memang bukan seperti itu niatnya, terbayang saja tidak. Tapi dia lelaki normal, hanya saja sudah terbiasa meredakan syahwatnya dengan istighfar tiap kali menjumpai hal seperti ini. Tanpa banyak bicara Kanta lalu mengeluarkan botol minyak angin dari tasnya, berikan ke perempuan itu, lalu bergegas masuk ke dalam gang lagi.
Perempuan itu agak terdiam, tapi seperti agak merasa bersalah lalu mengucapkan terima kasih ke arah Kanta, Kanta hanya mengangkat tanganya tanpa membalikkan badan, lalu terus berjalan lagi
Suara adzan shubuh berkumandang.
.......................
Tengah malam, ada suara berisik di luar rumah Kanta ; yang ternyata perempuan itu sedang ditampar lelaki hitam berbadan besar. Kanta keluar dan menolong perempuan itu, si lelaki berbadan besar sangat marah dan hendak menghajar Kanta tapi ditahan oleh seorang kawanya setelah berbisik sesuatu, hingga mereka pun pergi.
Kanta lalu serba salah bagaimana menolong perempuan ini, namun ibunya datang dan dengan tulus mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah, Ibu membersihkan luka perempuan itu dan menanyakan namanya hingga kemudian diketahui bahwa namanya adalah Dinda (25).
Sebenarnya Kanta Risih ketika disuruh Ibunya membantu mengambilkan obat luka untuk Dinda, tapi rautnya jadi Iba ketika melihat Dinda yang lebih cantik jika saja tubuhnya tak lusuh dan kurus kering. Pandangan Kanta sekarang justru ingin melindungi Dinda yang patut dikasihani ini.
Dinda akhirnya diperbolehkan nginap, ibu memberikan dia pakaian yang pantas dan mempersilahkan dia tidur di kamar Ibu.
"Tapi apa ini bukan tindakan ceroboh bu? " Ujar Kanta. Kata Ibu ; dia melihat kejujuran dan rasa butuh perlindungan dari sinar mata Dinda.
Dinda menangis sembari berterima kasih di hadapan Ibu.
................
Pagi-pagi sekali, setelah Ibu dan Kanta sholat shubuh, Dinda pamit pulang dan sebenarnya ingin mengenakan pakaiannya semula, tapi Ibu meminta dia tetap mengenakan pakaian yang diberi. Ibu juga meminta Dinda supaya sering mampir dan berjanji akan mendoakan Dinda supaya selalu dalam lindungan Alloh.
Saat itu juga mata Dinda kembali berkaca-kaca karena ternyata masih ada orang setulus Ibu. Dinda juga berpamitan kepada Kanta dengan tatapan menunduk seakan merasa hina, tapi Kanta justru semakin iba.
Hari masih shubuh, Dinda berjalan keluar gang rumah Kanta. Beberapa jarak di depan, tiba-tiba tangan Dinda ditarik seseorang yang ternyata adalah bocah remaja dengan raut seperti orang teler. Di belakang remaja itu berdiri 2 orang kawanya yang juga sama telernya sembari memperhatikan Dinda dari kaki hingga ujung rambut.
Dinda tahu apa maksud remaja ini, hingga buru-buru melepaskan cengkraman remaja itu dan bergegas pergi. Tapi langkahnya terhenti begitu melihat remaja itu melambaikan 5 lembar uang ratusan ribu. Sesaat Dinda terdiam, kemudian berbalik badan menuju remaja itu.
"Apa!!! Kalian bertiga?? "
"Iya mba, ganti-gantian gitu. Gak lama kok. "
"Ogah... Lu pkir gw ini apaan sekali coblos 3"
"Ganti-gantian mba... Gak sekaligus"
"Ogah... Gw kata ogah ya ogah.. Mau kagak?!"
Salah satu remaja itu terdiam dengan raut kesal, kemudian mengangguk.
Di dalam ruangan kamar sempit, remaja itu sudah bertelanjang dada dan seperti tak sabaran melihat Dinda sedang membuka kancing bajunya. Tapi Dinda seperti sedang memikirkan sesuatu, dan baru hendak membuka kancing baju yang ketiga, tiba-tiba dia teringat wajah dan ucapan Ibu Kanta, buru-buru Dinda memakai kancing bajunya lagi dan bergegas keluar tanpa sepatah katapun. Remaja itu shock, memaki-maki Dinda karena syahwat yang sudah diujung tanduk.
Di luar ruangan, penjaga kamar itu pun bingung kenapa Dinda nyelonong begitu saja tanpa bayar kamar. "Eh Bocah Betina, mana sewa kamarnya?! " "Kagak jadi!! " Teriak Dinda. "Ohh asem!!" ujar penjaga itu yang kemudian wajahnya berupa heran campur jijik memperhatikan remaja itu keluar kamar sambil menangis dan memegang anunya yg sudah tak terbendung.
Buru-buru Dinda berjalan meninggalkan daerah lokalisasi itu, karena masih ada rasa takut jika penjaga itu marah dan mengejarnya, anak buahnya banyak dan nekat-nekat.
Lalu dalam hati Dinda berujar bahwa dia akan berusaha menjaga Doa Ibu Kanta itu tetap sesuai dengan apa yang diharapkan. Setidaknya dia harus berusaha. Entah kenapa Dinda seperti mulai menemukan tekad untuk tinggalkan ini semua.
Penjaga Kamar itu berbincang dengan beberapa orang lelaki berbadan besar dengan raut marah. Lelaki berbadan besar itu mengangguk, artikan menuruti perkataan penjaga kamar.
......................
Dinda membawa kresek makanan masuk kelokasi rumah besar yang banyak pengawalnya, mereka melihat Dinda dengan raut bengis, tapi Dinda berusaha terus berjalan, hingga akhirnya masuk ke sebuah ruangan yang lebih tepat dikatakan sebagai sebagai gudang.
Dalam ruangan itu ada seorang wanita seumuran Ibu Kanta, cantik tapi teramat lusuh, tatapan matanya kosong dan berada di kursi roda. Dinda kemudian sigap melakukan sesuatu ketika melihat celana wanita itu basah, dan mendorong kursi roda itu menuju kamar mandi.
Beberapa saat kemudian terlihat Dinda sedang mencuci celana perempuan itu, sedangkan perempuan itu sudah terlelap hingga Dinda kecewa ketika melihat itu.
Dinda sedang membagi nasi dan lauk menjadi 2 porsi. Lalu meletakkan piring satunya di meja dekat perempuan itu terlelap. Tidak lama kemudian terlihat Dinda makan dengan lahap meskipun hanya dengan kuah dan sayur. Perempuan itu tetap terlelap.
Dinda kelihatan bingung ketika mencari-cari sesuatu dalam lemarinya, tapi kemudian dia menemukan baju berlengan panjang dan sebuah jilbab usang. Jilbab dan baju itu lalu dikenakan Dinda, dan memakai kaus kaki.
Setelah itu Dinda menghamparkan sarung di lantai, jadi seperti sajadah. Setelah semua dirasa siap, Dinda melihat handphonenya hingga kemudian terlihat dia memutar video.
Dari video itu terdengar seseorang sedang mempraktekkan cara sholat beserta bacaaanya, Dinda mengikuti perlahan. Namun tiba-tiba ada teriakan seorang wanita dari luar kamar "suara apaan sih itu!! Berisik!!! "
Dinda terkejut dan buru-buru mematikan handphone dan membereskan semuanya.
Pintu itu lalu terbuka kasar dan ada seorang perempuan yang menatapnya jijik "ngapain kamu, hah!! Kerja sana...! ".
Masih dengan tatapan marah perempuan itu melihat seisi kamar, dan lalu Ibu yang tadinya terlelap bangun.
Perempuan itu memberi kode kasar kepada Dinda untuk segera bergegas, kemudian keluar dari ruangan ini. Dengan sendu Dinda menghampiri Ibu, berniat untuk menyuapinya.
Tapi sambil menyuapi Ibu, pikiran Dinda kemana-mana "aku tidak mau jadi pelacur lagi. Aku harus pergi. Tapiii bagaimana dengan Ibu... " Dinda kemudian melihat Ibu yang dia suapi dengan tatapan makin sedih.
.....................
Dinda memeluk erat Ibu Kanta sambil menangis dan menceritakan semuanya. Bahwa dia sebenarnya telah diperangkap untuk masuk ke dunia hitam ini, dia juga ingin seperti anak perempuan lain yang bisa bersekolah dan hidup normal. Tapi nasi telah menjadi bubur, semua orang yang dia kenal tahu bahwa pekerjaanya adalah melacur.
Dia berterima kasih karena Ibu Kanta sudah mau menerimanya apa adanya.
Adegan di atas ternyata adalah rekaman CCTV yang dilihat Kanta karena penasaran apa saja yang dibicarakan Dinda kepada Ibu, karena sudah lama sekali Kanta tidak melihat wajah Ibu sesendu ini, selain waktu selesai penguburan ayah.
Sembari berbaring, Kanta tiba-tiba memikirkan Dinda, rasa Ibanya semakin bertambah dan berniat untuk menyelamatkanya dari lembah hitam yang selama ini dipilih jadi jalan hidupnya.
Ketika hendak berangkat kerja, Kanta agak heran melihat seorang perempuan berjilbab berjalan menunduk menuju ke arah rumah Kanta. Dia seperti menghindar untuk berpapasan dengan Kanta. Tapi Kanta berusaha memfokuskan pandangan terhadap perempuan itu "kamu.. Kamu Dinda kan".
Perempuan itu sedikit mengangkat wajahnya tapi akhirnya bisa diketahui bahwa dia memang Dinda yang tersenyum malu tanpa sepatah kata dan lebih terlihat memang menghindari Kanta, buru-buru menuju pintu rumah yang kemudian pintu itu terbuka
" Assalamu'alaikum " "Walaikumsalam" Ibu menyambutnya dengan sangat sumringah. Pemandangan itu juga membuat Kanta tidak hanya kaget tapi kemudian matanya berkaca-kaca "MasyaAlloh... Semoga benar kau tunjukkan hidayahmu pada adik ini ya Alloh".
.......................
Di lokasi ruangan layaknya sel penjara sempit ; ada seorang Napi yang menangis di atas sejadahnya.
Dinda belajar ngaji secara terbata-bata di hadapan Ibu. Kemudian mengikuti gerakan Sholat yang diajarkan Ibu. Semua itu dilakukan di ruang tamu, dan dari tempat kerja Kanta memperhatikan lewat CCTV dengan raut bahagia.
"Dinda, Alloh itu Maha pengampun kepada siapa saja hambaNya yang mau bertobat. SurgaNya tidak milih-milih seperti apa ketika penghuninya itu masih hidup di dunia, tapi penentuanya adalah manusia berakhir seperti apa sebelum tinggalkan dunia ini. Menjadi manusia yang bertobat dan beriman, atau hanya sekedar mengaku beriman saja. Setiap kita punya salah, dan ketulusan kita untuk mengimani Alloh adalah dengan bertaubat secara sungguh-sungguh" . Dinda terdiam mendengarkan kalimat menyentuh Ibu ini
Ibu kaget pintunya digedor-gedor kasar, dan dari terdengar ada suara laki-laki teriak memanggil-manggil Dinda "Dinda keluar kamu, kamu ngumpet di rumah ini ya!". Ibu dan Dinda yang masih bermukena terlihat ketakutan dan tidak ingin membuka pintu. Lantas dengan masih suara ketakutan Ibu menelpon Kanta.
Kanta terkejut dan segera minta ijin ke komandan security supaya bisa pulang terlebih dahulu.
Kanta berlari ke dalam gang masuk ke rumahnya, hingga dia terkejut waktu lihat di depan rumahnya sudah ramai orang. Tiga orang berbadan besar menggedor-gedor pintu masih dengan teriak-teriak "Dinda keluar kamu! ".
Salah seorang pria berbadan besar itu terkejut karena bawannya didorong kasar, hingga kemudian Diketahui bahwa itu dilakukan Kanta dengan raut marah, "mau apa kalian!! Gak ada sopan santun gedar gedor rumah orang" "Oh elu yang punya rumah? Mana perek itu?! Dimana elu sembunyiin dia? Cepat keluarin! "
Kanta tambah marah dan sudah siap membuat perhitungan dengan orang ini, tapi kemudian pintu rumah terbuka, sudah berdiri Ibu dan Dinda dengan raut ketakutan. "Nah ini dia.. Ayo ikut lu pulang!!" Lelaki itu sigap menarik Dinda.
Kanta menepis keras tangan lelaki itu hingga genggamanya terlepas, "kamu itu siapa nya Dinda hah!! ". Tanpa banyak basa basi dan sudah benar-benar marah, lelaki itu sedikit menyingkap jaket kulitnya dan Kanta melihat jelas ada senjata api tersangkut di sarungnya hingga dia terdiam.
" Lu kagak perlu tahu gue siapa! Gue kesini cuma mau bawa balikin nih bocah perek ke tempatnya! Jangan sampai kesabaran gue abis"
Kanta tetap terdiam, begitu juga warga yang lain. Kemudian masih dengan ketakutan dan mulai menangis, Dinda ditarik paksa oleh lekaki itu bersama 2 kawannya yang lain. Ibu menangis sedih melihat Dinda yang juga menangis memanggil "bu... Tolong saya", tapi Kanta yang benar-benar merasa bersalah karena tak bisa berbuat apa-apa.
" Dinda tunggu! " Teriak Ibu yang langsung masuk ke dalam rumah ketika melihat Dinda dan beberapa lelaki berbadan besar itu berhenti.
Tidak lama kemudian Ibu datang membawa tas mukena dan memberikan itu pada Dinda, sehingga Dinda lebih terharu dan kemudian ditarik pergi oleh para lelaki itu.
....................
PLAK!! Tamparan telak di pipi Dinda oleh seorang wanita paruh baya yang wajahnya culas agak oriental. Nantinya diketahui namanya adalah Liani (55). " Mulai macam-macam lu ya... Apa-apaan ini! " Dia lalu menarik kasar jilbab yang dikenakan Dinda hingga sobek tak karuan. "Sekarang pergi lu sana ke Ibu lu! ". Beberapa laki-laki berbadan besar tadi menarik kasar Dinda lagi, Dinda berteriak tapi mereka memaksa.
Dinda ternyata dihempaskan ke dalam ruangan kamar tadi yang lebih pantas disebut gudang, pintunya kemudian dikunci dari luar oleh lelaki itu. Dan kembali terlihat di ruangan ini ada seorang wanita seumuran Ibu Kanta yang duduk di kursi roda dengan tatapan kosong, bahkan sama sekali tidak ada ekspresi melihat kedatangan Dinda. Sambil menangis Dinda memeluknya ".
..................
Sedangkan Kanta kini duduk terdiam dan berpikir keras sampai tidak menyadari Ibunya juga sedang tersedu sedan " Dimana dia Ya Alloh, kok aku jadi pusing gini sekarang mikirin dia" Lalu Kanta baru menyadari sedu sedan Ibu "Udah bu, tenang aja dulu, nanti Kanta berusaha cari Dinda" "Kasihan anak itu, dia tidak punya siapapun untuk perduli sama hidupnya, gak punya tempat berlindung dan tempat menceritakan semua penderitaanya.. Semoga Alloh melindungi kamu Dinda" Raut Ibu makin sedih.
Antrian beberapa perempuan PSK, satu persatu menghadap lelaki penjaga kamar, dan di belakang lelaki itu ada seorang lelaki besar yang waktu itu menarik Dinda. Lantas para PSK itu menyerahkan beberapa lembar uang ratusan padanya. Bersamaan dengan itu, Kanta dan beberapa warga melintas dan dari kejauhan melihat lelaki itu dengan sorotan mata tajam.
Sesampainya di tempat kerja, pada saat Kanta sedang duduk santai bersama kawan security lain, Kanta lalu menceritakan keluh kesahnya itu pada mereka, hingga membuat mereka ikutan geram.
"Sebenarnya sertifikat tanah daerah lokalisasi itu atas nama Om Hermanmu. Jadi dia yang tahu semuanya dan yang berhak untuk mengambil keputusan"
"Tapi bu, bagaimana cara aku menanyakanya? Pembunuh itu sekarang masih mendekam di penjara, aku juga tak sudi untuk bertemu orang yang sudah membunuh ayah"
Ibu terdiam sesaat, lalu berbicara lagi "masih banyak hal yang belum kamu ketahui, dan bukan Ibu yang berhak menjelaskanya"
"Ibu gimana sih? Ibu kan tahu aku sudah berjanji untuk tidak mau menganggap dia lagi sebagai paman".
Ibu kemudian terdiam dan seperti tidak bisa berkata apa-apa lagi.
" Eh Herman, keluar ! Kamu dijenguk"
Seorang napi heran ketika petugas mengatakan dia dijenguk, dan ternyata Napi itu adalah om herman yang di cerita sebelumnya dikatakan sedang sholat sembari menangis.
Wajah Herman kini benar-benar tenang, seperti seorang alim. Lantas Herman sangat rindu dan terkejut begitu tahu yang menjenguknya adalah Kanta. Tapi Kanta hanya berbicara seperlunya ; masih dengan dendam "saya perlu kejelasan siapa pemilik tanah yang kini jadi lahan kemaksiatan dan merusak moral warga kampung. Kegiatan hina itu harus dihentikan, dan pemilik tanah wajib untuk patuh karena demi kepentingan orang banyak".
Hermanto takjub dan tersenyum getir mendengar kalimat tegas Kanta. Rasanya baru kemarin bocah ini merengek-rengek minta dibeliin jajan dan latihan silat. Herman memflashback semua itu.
Tapi kemudian Hermanto tetap diam lalu berbicara sedikit "nanti akan om bereskan semuanya, karena kalo sekarang om belum bisa menjelaskan apa-apa".
Kalimat Herman itu membuat Kanta sangat marah dan memukul keras terali pembatas antara mereka berdua, petugas melihat hal itu dan hendak bertindak tetapi Herman menahanya.
Lalu Herman hanya bisa melihat Kanta berjalan pergi dengan raut kesal tanpa pamit "dari awal sudah kuduga, percuma aku kesini, aku sudah cukup bersabar untuk bisa melihat wajah pembunuh ayah tanpa melakukan apapun"
Hermanto merasa kecewa, tidak puas, dan ingin menjelaskan smuanya, tapi situasinya memang belum tepat. Hermanto lalu melihat sebuah angka di kalender dinding yang sudah diberi tanda melingkar.
................
Dinda berusaha untuk membuka kunci pintu kamarnya, tapi gagal, kemudian terkejut waktu pintu dibuka dan seorang anak buah mengantarkan makanan yang sangat tidak layak dimakan oleh Dinda dan perempuan tua itu, yang nantinya diketahui dia adalah Ibunya Dinda. Tapi Dinda tetap berusaha menyuap Ibunya yang malah dimuntahkan, hingga membuat Dinda sangat sedih dengan tangis tertahan. Sangat perih kondisi ini. Hingga tiba-tiba Dinda benar-benar marah dan berteriak keras.
Penjaga datang dengan raut marah dan menarik Dinda keluar.
Di ruangan lain sudah ada Liani dan beberapa anak buahnya yang melihat Dinda kurus kering tanpa iba. Dinda mengerang lemah, apa salah dia dan Ibunya hingga selama ini diperlakukan seperti binatang.
Ujar Liani "karena Ayah Dinda yang sudah menghianati dan membunuh orang tercintanya. Karena itu harus merasakan lebih sakit. Seperti hinaan ayahnya waktu itu mengatakan Liani adalah pelacur, karena ayahnya Dinda juga Ibunya Liani meninggal kecewa".
Liani lalu berteriak semakin marah "apa salah saya hingga harus kehilangan semua orang yang saya cintai?! Karena itu kau juga tak usah banyak tanya kenapa begini!!"
Dinda terdiam mendengarkan itu semua dengan menahan sakit teramat sangat, apalagi ketika Liani menjambaknya lagi dan bilang pnderitaan ini hanya berakhir jika Dinda kembali melacur, dan jangan coba berulah atau nyawa Ibunya terancam.
Entah setan apa yang merasuki Dinda, dia melawan dan membuat Liani terjatuh, lalu mengambil batu dan menghntam kepalanya, anak buahnya histeris dan Dinda memanfaatkan itu untuk kabur sekuat tenaga.
Terburu-buru, dalam kondisi tubuh yang sebenarnya sangat lemah, Dinda masuk kembali ke ruangan kamarnya, mengambil apa saja yang bisa, sesaat dia melihat Ibunya yang masih dengan tatapan kosong, Dinda hampir saja menangis kencang, tapi dia menahan tangisnya dan harus buru-buru pergi "selamat tinggal bu".
Dari kejauhan terlihat pintu gerbang Lapas yang terbuka, ada seseorang yang berjalan ke luar membawa sebuah tas dan berjabat tangan dengan beberapa petugas.
Dengan langkah sempoyongan Dinda berjalan memasuki lokasi pelacuran. Sangat kasihan, bersamaan dengan itu, telah terjadi pertengkaran antara Kanta dan teman2 securitynya dengan lelaki berbadan besar. Perkelahian yang hampir dimenangkan kanta itu terhenti ketika polisi datang dan membawa preman itu dengan tuduhan memiliki senjata api.
Melihat polisi membuat Dinda ketakutan dan kabur.
Kanta berusaha mengejar dinda, tapi Dinda menolak dan merasa sudah benar-benar hina. Dinda hanya memberikan selembar kertas berisi alamat dan minta tolong Ibunya supaya dijemput.
..............
Semenjak kedatangan polisi waktu itu, daerah lokalisasi ini sepi dan seperti tak berpenghuni.
Dinda bingung harus kemana, sebentar lagi dia pasti akan ditangkap polisi, tubuhhya benar-benar lemah hingga akhirnya nyaris pingsan, terjatuh, dan kepalanya terantuk di sebuah kayu. Saat itu juga dia seperti lupa akan dirinya, tidak itu saja, Dinda juga lupa bahwa baru beberapa menit yang lalu tubuhnya sangat lemah.
Dinda sudah hilang akal dan pikiranya, lantas perlahan tertawa sendiri, bangkit dan berjalan tak tentu arah. Dinda kini tidak lagi tertawa sendiri, tapi berjalan sambil berbisik-bisik ."aku ingin ke surga... Aku ingin ke surga". Terus saja dia berjalan tak tentu arah.
Kanta marah ketika melihat lelaki yang duduk di teras rumahnya, ibu berusaha melerai dan menyuruh sabar karena ada satu hal penting yang harus Kanta tahu. Dengan menahan sabar akhirnya Kanta mendengarkan Hermanto bicara.
Kejadian waktu itu sebenarnya adalah karena Ayah Kanta ketahuan selingkuh dengan anak bosnya, LIANI. Ibu Kanta juga tahu itu, tapi berusaha tabah. Hermanto marah dan tidak menyangka. Tapi bukanya sadar, Ayah Kanta malah semakin nekat untuk beristri lagi dan meminta sertifikat yang diwariskan kepada Hermanto dengan dalih meminjam, tapi begitu tahu akan dijadikan bisnis judi dan pelacuran, hermanto menolak.
Biarpun urakan, tapi Hermanto masih punya adab dan moral. Tapi ayah Kanta akal sehatnya sudah tertutup, dia berhasil mencuri sertifikat itu dan diberikan pada selingkuhanya, Hermanto ingin mengambil kembali tapi malah hendak dibunuh, karena itu Hermanto membela diri.
Kanta terdiam, dan serba salah mempercayai siapa. Tapi dari sorotan mata Ibunya, Kanta sudah tahu cerita mana yang benar.
Lalu Hermanto menunjukkan kebingunganya sembari melihat foto usang istri dan anaknya. Ibu dan Kanta agak terperanjat begitu melihat foto anak itu mirip Dinda dan benar saja Dinda namanya. Kanta juga jadi ingat alamat yang diberikan Dinda tadi.
Kanta datang bersama polisi ke tempat ini, sudah tidak ada siapa2 lagi selain mayat Liani dan Ibu Dinda dikursi roda, maka saat itulah Herman menangis sejadi-jadinya sambil memeluk istrinya ini.
Dinda dimana Dinda? Kanta dan Ibu tak sanggup menjawab begitu tahu ternyata Dinda adalah anak Herman.
Dan ketika di rumah Kanta, herman sekali lagi menangis sejadi-jadinya "Dinda... Oi Dinda anak kesayangan Ayah.. Malang nian nasipmu nak.. ". Tangisan Herman itu membuat Kanta dan Ibu juga menangis.
Kanta tercekat ketika memberi laporan orang hilang, ternyata Dinda juga terduga sebagai pelaku pembunuhan dan sedang dicari polisi.
Tak henti juga kesedihan pedih yang membayangi nasip Dinda.
Ending :
Dinda terus berjalan tak tentu arah dengan terus meracau "aku ingin ke surga".
Hingga beberapa minggu kemudian, Dinda terdiam melihat sebuah mesjid, lalu masuk ke dalam pekarangan mesjid itu sembari tersenyum. Orang-orang disekitar mesjid itu seperti mengenalinya.
Di tempat wudhu Dinda yang hilang akalnya tak tahu harus berbuat apa selain membasahi seluruh tubuhnya. Lalu dalam kondisi basah, dia membuka tas mukena itu, mengenakanya. Berhasil, dia mengenakanya tanpa salah. Kok bisa dia masih ingat?
Ya Lalu Dinda menangis, wajah Ibu Kanta, wajah Ibunya, wajah Kanta tiba-tiba hadir dalam bayanganya.
Perlahan Dinda berusaha untuk mulai sholat "Allohuakbarrrr!! " DUARRR!!! Terdengar suara ledakan ban di jalan raya yang berdekatan dengan mesjid ini.
Bersamaan dengan itu tiba-tiba Dinda sudah terlihat terkapar sambil memegang dadanya. Dia tewas terkena serangan jantung dalam kondisi lemas, kelaparan, dan jika tadi msih kuat hanya karena akalnya yang sudah tidak normal lagi.
Seorang warga yang melihat hal itu buru-buru melaporkan ke warga lain yang sedang mengadakan rapat untuk pembongkaran daerah lokalisasi ini.
“Ayo Kanta, sepertinya kamu kenal dengan perempuan itu”.
Kanta dan beberapa warga lain langsung berlari masuk ke dalam mesjid. “innalillahi wainaIlahirojiun, Dindaaa”.
Kanta langsung memeluk Dinda yang sudah jadi jenazah. Om Herman mendengar nama itu juga langsung terperanjat “Dinda.. Maksud kamu?? Ya Alloh... Dinda anakku....??
The end