Masukan nama pengguna
Setiap orang pasti pernah merasakan cinta. Cinta itu sederhana, tapi rumit untuk di jalani. Butuh pengertian dan kesabaran yang luar biasa untuk kalian mengerti arti cinta sesungguhnya.
Ada pribahasa yang mengatakan, Cinta Itu Buta. Banyak orang karena Cinta Buta, mereka bahkan mengabaikan hati nuraninya kepada orang lain.
Meski ada sebagian orang yang tidak demikian, tentu kebanyakan orang memilih untuk mendengarkan keinginan hatinya.
Bagiku, cinta itu yang terpenting adalah kebahagiaan hati.
Bahagia orang yang kita cintai senang hatinya, bahagia saat bersama mereka, meski aku tak pernah tau isi hati mereka.
Kau tau, selama hidupku, aku hanya menyayangi satu laki laki yaitu ayahku. Yah, tentu saja karna dia keluargaku juga ibu dan adik-adikku.
Tapi saat aku menginjak tahun ke tiga SMP, aku mulai menyayangi seorang lelaki yang mungkin, aku rasa aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya. Disini dimulailah perseteruan yang ada dalam hatiku.
Fahri, dialah teman sekelasku. Bisa dibilang kita adalah rival di kelas. Saat menginjak kelas dua SMP aku berada di kelas yang sama dengan Fahri. Lelaki yang tak pernah aku bayangkan akan jadi lelaki petama yang aku sukai.
Meski, tadi aku bilang dialah lelaki yang pertama aku sukai. Tetapi sikapnya selalu membuat aku kesal dan tanpa sadar karna rasa kesal itu tumbuhlah rasa dalam hatiku.
***
"Bibibibi, ada salam dari Aziz," ujar seorang lelaki yang selalu saja mengejekku itu.
Aku menengok ke arah Aziz dan dia tertunduk malu. Lalu aku pun melihat Fahri menuju kearahku ketika dia berkata demikian. Aku pun terdiam tertunduk.
"Ahh, Sibi kenapa kau malu begitu terima ajalah Aziz dia kan anak yg baik."
Entah, mengapa kali ini ejekan fahri membuatku kesal sekesal kesalnya.
"Apa kau bilang? Emangnya elo siapa mak comblang? Woo elo aja yang jadian sama Aziz. Kayanya kalian cocok tuh," ujarku dengan senyum sinis kepada Fahri.
"Wahh, wahh parah si Sibi masa gua disuruh jadian sama cowo. Emang gua lekong kgkgkg."
"Ahh, berisik ahh, Dah, fahri. Gue mau pulang dulu!"
***
Sejak saling ejek pada kejadian itu, hubungan kami pun semakin menjauh. Ujian kenaikan kelas pun sudah dimulai. Kami berada di kelas tiga SMP sekarang. Aku berada di kelas 3b dan fahri di kelas 3e. Tanpa kusadari, aku merasa kehilangan sosok yang menyebalkan itu. Ketika kami tanpa sengaja bertemu di kantin saja kami hanya saling terdiam. Membisu seolah tak pernah saling mengenal sebelumnya.
***
"Haahh, sebentar lagi ujian nasional (UN) gak terasa yahh Sibi."
"Yahh, begitulah An."
"Oh iya, karna sebentar lagi UN pasti akan ada foto untuk buku tahunan kan. Ayo kita belanja baju untuk berfoto."
"Ahh, males ah. Gue pake baju biasa aja buat buku tahunan nanti."
"Ehh, gak boleh gitu, karna Tema nya alam kita harus bisa tampil cantik."
Dialah Ani, teman sebangkuku orangnya ceria dan pemaksa tapi dialah teman sebangku yang baik hati dan selalu menyemangatiku.
"Baiklah, kalo gitu kita pergi belanja."
"Yeay, itu baru sibiku tercayang."
"Ampun dah, lebay lo."
"Hehe, tapi imut kan?"
"Hahaha, ayo pergi!"
***
Sore yang indah, setelah berbelanja kami mampir ke taman dekat pusat perbelanjaan. Aku tak mengira siapa yang aku lihat dan bertemu di taman.
"Sibi, bukankah dia Fahri dari kelas 3e yang anak basket itu."
"Ahh, mana An?"
"Itu toh yang pakai jaket merah duduk dibangku taman. Dia duduk dengan cewe yang rambut panjang itu loh Sibi."
"Ahh, gue lelah ayo kita pulang."
"Ett dah, padahal gue mau Selfi dulu di taman."
"Nanti kita foto di rumah gue aja yah Ann, ayo."
"Ahhh, Sibi pemaksa ahh ...."
"Emm, bukannya itu elu Ani yang maksa gue belanja."
"Hehe, iya yah gue lupa ...."
"Kenapa gue jadi kesal banget yah, padahal gue bukan siapa-siapa dia. Kesal kesal kesal," gumamku dengan suara pelan.
"Heyy, sib, kenapa? dari tadi lo ngelamun mulu, jangan-jangan ini ada hubunganya sama Fahri anak basket itu yah? Hayo ngaku?"
"Ahh, engga. Elo aja yang terlalu sensitif Ann."
"Masa sih?"
"Iya."
"Yaudah, gue pulang dulu yah Sib, see you ...."
"See you, hati-hati Ann ...."
Ujian nasional pun telah tiba, setelah beberapa minggu pun kami mendapat pengumuman kelulusan. Kebetulan kelas kami mengadakan acara drama untuk perpisahan sekolah.
***
Satu minggu kelulusan kelas tiga sudah berlalu, kini aku sudah menjadi anak kelas satu SMA. Hari pertama Masa Orientasi Siswa di mulai dengan upacara pembukaan penerimaan siswa baru. Entah takdir atau bukan dengan wajah yang tampak bingung aku melihat Fahri di barisan kelas Xa.
***
Hari pertama di kelas aku dan teman-teman lainnya memperkenalkan diri.
"Eriyanah Nuri, dari SMP Cianjur, hobby berenang."
"Juno Andreas, dari SMP Tegal, hobby futsal."
"Kevin, dari SMP Jakarta Barat, hobby basket."
"Saya Sibi Yulia, dari SMP Bandung, hobby lari."
"Aku rasa tidak buruk hari pertama di kelas, mungkin aku bisa mendapat suasana baru."
Yahh itu yang aku katakan kala itu. Tapi hari kedua aku terlambat kesekolah.
***
"OMG, abis gue dihukum senior," keluhku memasuki gerbang sekolah.
"Kamu, Sibi Yulia. Alasan terlambat di hari kedua?"
"Emm, bangun kesiangan ka."
"Oh yaa, kelas satu SMA masih bangun kesiangan. Baguss. Kamu mau kena hukuman apa?"
"Ci, suruh lari aja!" seru senior disamping kak Cici.
"Jangan Ci, suruh jalan kodok aja keliling lapangan," tambah senior di sebelahnya lagi memberikan saran.
"Jangan, tembak ketua osis aja gimana?" ujar seorang senior yang baru datang tersebut."Lagi pula ketua osis kita masih jomblo dan ganteng lagi," tambahnya lagi.
"Oh Tuhan, hari kedua gua dikerjain habis habisan," keluhku dalam hati.
"Pilih yang mana Sib?" tanya kak Cici kepadaku.
"Saya pilih hukuman lari lapangan aja kak."
"Ahh, sayang banget," ujar senior yang menyarankan aku menembak ketua OSIS itu.
"Yang bener lari lapangan 20x loh, kamu yakin?" tanya kak Cici lagi padaku.
"Emm, yakin kak," jawabku sudah membulatkan tekad.
Aku pun berlari berkeliling lapangan, diputaran ke 7 aku melihat Fahri bersama teman sekelasnya dan dia tersenyum.
"OMG, malu banget gue. Dihukum hari ke-2, dia ngeliatin lagi." Imbuhku dalam hati ketika merasa Fahri melihat ke arahku.
"Oyy Sib, kenapa loh kena hukum. Haduh, kebiasaan SMP masih belum hilang yah, pasti telat bangun."
"Berisik ah, urusin aja urusan lo."
"Haduh, Sib meski kita gak sekelas tapi kita pernah jadi temen kan."
"Yahh, emang siapa yang anggap loh musuh gue. Iya Fahri makasih atas perhatianya," pungkasku mengakhiri pembicaraan kami dan melanjutkan lariku.
"Buset, gue ngomong sama dia setelah sekian lama, malunya gue," imbuhku dalam hati seraya berlari mengelilingi lapangan.
"Oke, gue masuk kelas dulu yah," teriak Fahri kepadaku dikala aku masih berlari mengelilingi lapangan.
"Ah, okee," jawabku singkat lanjut berlari lagi.
"Biasanya lari gue gak pernah sesesak ini. Apa yg terjadi sama gue? OMG gak ngerti gue, apa gue suka sama Fahri yah?" gumamku ketika merasa ada yang aneh dengan detak jantungku saat itu. Saat itu aku masih belum menyadari perasaanku pada Fahri.
Masa orientasi siswa pun berlalu, "Ahh akhirnya jadi siswa SMA juga," imbuhku dalam hati terduduk di kursiku.
"Okee, semuanya gua kevin. Di karenakan pada masa orientasi kemarin gua ditunjuk sebagai ketua kelas oleh pak Sasongko wali kelas kita."
"Gue mau mengadakan rapat kelas mengenai siapa aja yang akan jadi perwakilan kelas yang bertugas membantu dalam kegiatan kelas kita nanti."
"Gimana kalo kita adakan voting aja? setuju gak nih?"
"Iya, iya, setuju Kev," ujar teman-teman di kelas.
***
Voting pun akhirnya diadakan untuk menunjuk struktur organisasi kelas.
"Oke hasil voting menunjukan, wakil Sibi, sekretaris Juno, bendahara Eri yah setuju?"
"Oke, setuju, setuju."
***
"Ahh, gimana jadinya gue jadi wakil ketua. Asem gue dikerjain anak anak ini mah," gumamku dengan suara yang kecil.
"Gimana Sibi? Karna lo sekarang wakil ketua kelas mohon bantuanya yah," ujar Kevin kepadaku.
"Ehhe, iya Kev mohon kerjasamanya juga."
***
Bel pulang pun sudah berbunyi, tanda pulang sekolah sudah tiba.
"Akh, akhirnya pulang juga."
"Gue pulang duluan ya Eri."
"Buru buru banget Sib?"
"Hhe, iya nih capee gue."
"Okee."
***
"Aduhh, kerja 2x nih gue. Udah harus belajar normal jadi wakil kelas pula," imbuhku dalam hati berjalan keluar kelas.
"Heyy Sib, pulang sendiri aja."
"Eh, emm Fahri. Iya nih gue pulang sendiri."
"Yaudah, mumpung gue senggang kita pulang bareng aja Sib gimana?"
"Ahh, apa?"
"Mau gak?"
"Ah, emm, okee."
"Kenapa gue jadi gini yah kalo ngobrol sama dia. Asem gue jd keliatan begonya," imbuhku dalam hati terdiam sejenak.
"Oyy, napa bengong?"
"Ahh, gak kok?"
"Bukanya rumah loh gak kearah sini ya?"
"Ah, elo, emang gua gak boleh pulang bareng sama loh?"
"Yah, aneh ajaa. Dasar elu emang aneh yah fahri-fahri."
"Hahaha, tapi gue manis kan."
"OMG, masih pede aja lo."
"Ahaha, ternyata lo masih belum lupa sama gue yah?"
"Ahh, apa? lupa kenapa?"
"Gue kira lo udah ngelupain gue gitu, habisnya lo kalo gue sapa, gue jahilin marah terus, teriak terus, bete terus dan akhirnya di kelas tiga SMP lo gak pernah nyapa gue lagi."
Aku hanya bisa terdiam mendengar celetukan dan canda Fahri. Aku merasa nyaman ada di samping orang yang selalu buatku sebal itu.
"Oyy, kenapa senyum senyum sendiri? Respon kali omongan gue Bi."
"Emm, justru gue yang ngerasa gak enak sama lo sewaktu SMP. Gue juga ngira lo marah sama gue."
Sambil tersenyum Fahri menyatakan kegembiraanya. Mulai hari itu aku dan Fahri kembali seperti dulu lagi sama saat SMP dulu.
***
"Bi. I Love You."
"Ahh, apa?"
"Mau gak lo jadi pacar gua?"sambil mendekatkan diri Fahri memegang tanganku.
"Gimana bi?"
"Gue ... Gue juga su-
Toktoktok, "Bi ayo cepat bangun udah jam enam nanti kamu telat sekolah."
"Asem, ternyata mimpi!" seruku ketika aku terbangun dari mimpi yang memang mustahil terjadi di dunia nyata ini.
"Ahh, kampret kenapa gue mimpi begitu yah. Bikin galau aja!" seruku lagi mendadak jadi kesal.
Toktoktok, "Sibi, udah bangun belum?" ujar ibuku di balik pintu kamar memanggilku lagi untuk kesekian kalinya.
"Iya buu, Sibi udah bangun kok," sahutku kemudian.
***
Entah, apa yang membuatku semangat pagi ini lo untuk berangkat sekolah. Aku berjalan dengan langkah cepat memasuki gerbang sekolah.
Beberapa menit lalu.
Mail, from Fahri:
"Gue tunggu di lapangan basket."
Aku tak tau apa yang aku rasakan saat ini, tapi hari ini aku sangat senang sekali. Aku tersenyum ceria berjalan lambat menuju pria yang ada beberapa langkah dari posisiku saat ini.
"Hey, cepet juga yah lo sampai kesini."
"Huh," sambil terengah-engah aku tak tau kenapa aku tersenyum begitu melihat wajah pria di hadapanku ini."Tentu saja, gue cepat sampai. Orang rumah gue tidak jauh kok. Lagian gue kan atlet lari, lo lupa?" ujarku padanya.
"Hahaha, iya yah maaf yah udah buat lo datang sepagi ini."
"Asem, kenapa gue jadi dagdigdug gini liat dia senyum kaya gitu," imbuhku dalam hati sedikit menatap wajah Fahri.
"Oyy sib? ngelamun lagi."
"Hah, gak kok, terus lo mau ngomong apa Ri?"
"Sib, seminggu lagi gue ada pertandingan basket antar sekolah. Apa lo bisa dateng? Yah buat semangatin gue gitu," dengan muka sedikit merah dan malu-malu Fahri mengutarakan keinginanya.
"Tentu saja gue akan dateng, gue bisa dateng kok. Pastikan lo menang yah Ri."
"Kalo itu udah pasti kan Sib," dengan kepercayaan diri fahri menjawab sebari tersenyum.
Teng neng nong neng, suara bel sekolah.
"Wah, bel masuk udah bunyi. Ayo Sib, kita segera ke kelas."
"Ahh, oke," ujarku kala itu juga. Entah apa yang terjadi hari ini aku jadi semangat di kelas.
"Wah, Sibi jarang sekali kau bersemangat di kelas apa lagi saat pelajaran Pak Sasongko."
"Hahh, gue rasa biasa aja Eri."
"Tuh kan senyum lagi, pasti ada apa apanya kan."
"Ahh, gak ada apa-apa ko Eri Yanah Nuri!"
"Sib, ada yang nyari lo tuh," ujar Jundi teman sekelasku ketika aku sedang ngobrol dengan Eri.
"Hahh, siapa Jun?"
"Anak Xa, Fahri kalo gak salah."
"Ahah, ternyata benar. Pasti karna dia kan Sib? Elo jadi kegirangan gini."
"Apaan sih loh Eri," aku langsung beranjak dari bangkuku menuju pintu dimana Fahri ada di sana.
"Sib, lo udah makan siang?"
"Ehee, belum. Tapi gue bawa bekal sih yang di buatin ibu."
"Kebetulan banget gue juga bawa bekal hari ini."
"Yang bener? Iya, ayo kita makan siang bareng."
Ternyata ini yang membuat aku sesenang ini, berada disampingnya. Hari pertandingan basket pun akhirnya datang juga.
"Gimana Ri, lo udah siap."
"Iya tenang aja sib, gue udah sangat siap."
"Oke, semangat Ri. Lo pasti bisa."
"Oke, gue mau pemanasan dulu."
"Iya, semangat Ri."
"Loh, sibi lo dateng di pertandingan basket SMA kita?" ungkap seseorang lelaki yang cukup aku kenal sambil tersenyum.
"Kevin? Lo anak basket?"
"Hehe, iya dong kan di perkenalan orientasi. gue bilang suka basket."
"Yah, itu bener sih. Gue kira suka bukan berarti loh anak basket."
"Lo dateng bareng siapa Sib? Kenapa gak bilang gue, kan bisa bareng."
"Ehehe, gue dateng bareng Fahri."
"Lo kenal sama Fahri rupanya?"
"Iya, dia temen gue saat SMP dulu."
"Oh yaa, gue baru tau."
***
Tak lama tim basket kami mulai berkumpul ke tengah lapangan untuk memulai pertandingan basket.
"Oke, semuanya untuk para pemain starter bersiap. Pertandingan akan segera dimulai."
"Siap semuanya."
"Siap kapten."
"Go Kevin go Kevin semangat ... Semangat!" "Go Fahri, go Fahri, semangat ... semangat!" sorak para pendukung seketika pertandingan dimulai.
"Wahh, luar biasa suporternya," ujarku takjub.
"Go Fahri, ayoo semangat," sambil melambaikan tangan fahri tersenyum dengan sorakan yang aku buat.
"OMG, gue bisa pingsan duluan ini karna senyum dia," imbuhku dalam hati.
***
Pertandingan yang menegangkan itu pun usai, seperti yang dikatakan Fahri dia akan menang hari ini.
"Wahh, lo keren juga yah kalo lagi main basket, suporternya juga banyak."
"Lo baru nyadar kalo gue keren."
"Hemm, pedenya kambuh lagi deh."
"Btw, selamat Fahri atas kemenangan tim kalian yah."
"Ahh, gue jadi terharu gini lo perhatian ke gue haha."
"Apaan sih, lebay lo."
"Haha biarin sesekali boleh kan. Yaudah, ayo kita pulang, gue anter pulang yah Sib."
"Hah, gak usah lo pasti cape habis tanding."
"Gpp, gue gak cape kok, gue gitu haha, gimana?"
"Oke deh."
Seusai pertandingan aku dan Fahri pulang bersama. Entah mengapa jantungku bergetar kencang kala itu.
***
Hari pun berlalu, kini sudah hampir ujian tengah semester tiba.
"Oh Tuhan, bagaimana ini?" "Tidak terasa ujian sudah semakin dekat," imbuhku dalam hati.
"Hey Sib, kenapa bengong mulu? Ciyee mikirin anak Xa yah? Em, Fahri kalo gak salah namanya kan?"
"Hah, kenapa juga harus mikirin dia." "Lagi pula ada yang lebih penting, UTS minggu depan sudah dekat Eri." "Bagaimana ini, karna sibuk urusin ini dan itu gue belum sempat belajar," keluhku dalam hati.
"Hah, SKS aja kali Sib. Gue juga SKS."
"Apa? Sistem kebut semalam?"ujarku kaget. "Gak mungkin, gue gak biasa SKS Eri. Lagi pula gue gak sepintar orang-orang yang cepat paham."
"Emm, gimana kalo minta bantuan Kevin aja Sib? Lagipula dia siswa terpintar di kelas dan cakep pula hhhe."
"Hah, apa? Kevin?"
"Gak mungkin, malu gue. Keliatan bego nanti gue. Enggak ... Gak, gak deh Eri," ujarku menggelengkan kepala.
Mail, from fahri:
"Gue tunggu di taman belakang sekolah sekarang."
To fahri:
"Ada apa, gue lagi ada kerjaan di kelas Ri."
From fahri:
"Sebentar bi, bisa kesini yah please."
To fahri:
"Baik lah."
***
Taman belakang sekolah
"Hemm, ada apa sih. Jam istirahat bentar lagi selesai loh."
"Bentar Bi, coba lihat sebelah sana."
"Wah, gak nyangka gue di belakang sekolah ada taman bunga. Indah banget Ri."
"Hem, bener kan loh suka. Gue gitu haha."
Teng nong teng, suara bel sekolah.
"Eh, bel masuk udah bunyi. Ayo kita segera ke kelas," ujarku ketika mendengar suara bel berbunyi.
***
Ujian tengah semester pun tiba. Aku belajar mati-matian agar nilaiku tidak jelek supaya gak remedial. Tapi kenyataan berkata lain.
"Hah, matilah aku."
"Gimana Bi, hasilnya berapa yang di remedial?"
"Ah, elu Eri buat gue down aja. Seakan loh tau gue bakalan dapet remedial," ujarku sedikit sebal."Emang lo gak diremedial apa Er?"
"Hehe, gue matematika, kimia dan bahasa Inggris Bi. Elo?"
"Hah, nilai matematika gue nyaris lulus, cuma kurang satu digit lagi cobaa. Nyesek banget gak sih Eri," ungkapku merasa sedikit depresi. "Ohh Tuhan, gak bisa main deh minggu ini," tambahku lagi.
"Ohh, jadi lo nyesek karna gak bisa main bareng Fahri minggu depan maksudnya ya haha."
"Emangnya gue bilang Fahri yah? Perasaan gak deh."
"Mulut lo enggak, tapi mimik muka lo iya ahahaa."
"Hem, bete deh. Awas ya Eri dari pagi ngeledekin gue mulu. Jahat ih elu mah."
"Em Sibi Atik, jangan malah yah ya?"
"Tuh kan, mulai lagi deh nyebelinnya."
"Ehehe gak lah bi gue cuma bercanda kok. Beneran senyum dong."
"Hahaha dasar emang deh lo Eri."
Teng nong teng, suara bel berbunyi.
"Eh, jam pulang udah tiba. Yey pulang-pulang," eri tiba-tiba semangat mendengar bunyi bel sekolah.
"Semangat banget loh Eri?"
"Iya dong gue mau jalan soalnya sama gebetan gue. Hahaha ngiri ya ngiri ya?"
"Ehh, jalan aja sana. Buat apa gue ngiri. Lagian orang gue selalu dukung loh kok Eri."
"Asik dah, Sibiku yang imut, gue jadi terharu. Dah, nanti gue cerita lagi ya."
"Oke Eri, sipp," pungkasku melambaikan tangan pada teman sebangkuku itu."Oke, gue juga harus cepet pulang. Harus belajar buat remidi minggu depan," ungkapku lagi setelah kepergian Eri.
"Sib, lo pulang sendiri? Gak bareng Fahri?" tanya Kevin yang kebetulan dia juga masih ada di kelas.
"Eh, Kev. Iya nih kita lagi gak janjian pulang bareng hari ini."
"Karna rumah kita searah gue anter pulang boleh?" tanya Kevin padaku yang begitu mendadak itu.
"Ahh, gak usah repot nganterin gue Kev. Rumah gue deket kok dari sekolah."
"Gpp. Elo kan temen sekelas gue. Jadi gak masalah gue direpotin sama lo."
"Apa coba maksud omongan kevin ini, ahh gue gak ngerti," imbuhku dalam hati bingung dengan ucapannya itu.
"Sib? Gimana? Ko diem?"
"Eh, emm, yaudah deh kalo gitu."
"Okee, kita jalan sekarang Sib, gimana?"
"Ah iya oke."
***
Di tengah perjalanan pulang kevin tiba-tiba mengajak bicara dikala suasana sepi diterpa angin sepoi-sepoi.
"Wahh, gue baru lihat ini taman keren banget yah. Ada lapangan basket juga."
"Lo, setiap hari lewatin taman sini Sib?"
"Em, iya. Rumah gue kan deket dari taman ini, berangkat ke sekolah juga cuma 30 menit kalo jalan."
"Wahh, elo luar biasa juga yah Sib. Kalo gue dulu saat tinggal di Jakarta. Di daerah gue jarang ada taman seindah ini."
"Oh yah? Berarti elo beruntung sekolah di SMA di Bandung ini yah."
"Yah, karna orang tua gue dinas di sini juga sih. Gue juga beruntung bisa kenal loh Sib," ungkap Kevin secara tiba-tiba.
"Wah-wah, ternyata kevin sang jenius kelas bisa ngomong kaya gini juga yah," balasku sedikit bercanda.
"Apaan sih loh, gue kan cuma ngutarain pendapat gue aja."
"Hahaha, gue juga becanda kali Kev."
"Gue, tau ko Sib. Meski lo gak becanda juga gak apa."
"Em, yang bener. Ahhh gue jadi bingung harus ngomong apa jadinya haha."
***
Sesampainya di depan gerbang rumah.
"Wahh, seru juga jalan-jalan di taman tadi, lain kali boleh dong kita main lagi di taman tadi."
"Hem, boleh lah orang itu taman umum."
"Maksud gue, main kesana bareng lo lagi gitu Sib?"
"Ohh, emh iya boleh kok Kev."
"Beneran nih?"
"Bener lah Kev."
"Okee, yaudah gue pulang dulu yah Sib."
"Gak mampir dulu?"
"Gak deh udah sore."
"Oke, makasih udah dianterin ya."
"Oke Sibi, sama-sama."
***
Malam harinya di ruang kamar
"Ahh, ternyata kevin orangnya asik juga yah. Udah pinter anak basket pula, tapi gue gak terlalu ngerti sama maksud omonganya itu. Yasudah lah udah malem juga saatnya tidur," ungkapku sebelum tidur.
"Sib, i love you."
"Maukah kau jadi pacarku."
Kevin?"
"Gimana Sib?"
"Tunggu dulu Kevin?"
"Apa jawabanmu?"
Toktoktok
"Sibi, udah siang. Cepet bangun!" seru ibuku.
"Ahh, ampun dah mimpi apaa lagi coba tadi. Lagian, gak mungkin Kevin suka sama gue? Haha," aku memegangi kepalaku seketika dan memejamkan mataku sejenak.
Toktok, "Sibi, udah bangun?" ujar ibuku lagi untuk kesekian kalinya.
"Iya buu, tunggu bentar."
"Ahh, padahal hari ini hari minggu kan," keluhku beranjak dari ranjang empukku itu.
***
Hari itu aku mendapatkan pesan dari dua orang yang tak pernah aku pikirkan mereka akan mengirimiku pesan di waktu yang bersamaan.
Mail, from fahri, 08.20
"Lo sibuk bi? Bisa datang ke lapangan basket di taman?"
Mail, from kevin 08.20
"Pagi Sib, gue lagi di taman kemarin. Hari ini lo sibuk gak?"
"Ahh, ada apa ini anak berdua?" ungkapku seketika membaca pesan dari mereka berdua. "Mereka lagi ada di taman main basket?" tambahku lagi seraya menyimpan handpone di sakuku.
***
Sementara itu di Taman Dekat Sekolah
"Oey kev, lo sering main basket disini juga?"
"Ahh, gak kok. Baru aja kemarin gue tau di taman ada lapangan basket. Elo?"
"Gue, emang sering main disini bareng temen gue."
"Ohh yah, kebetulan banget yahh."
***
"Aduh, gue harus gimana? Kesana jangan yah? Yaudah deh gue kesana aja kalo gitu."
Meskipun Sibi sempat bingung untuk datang atau tidak ke taman. Namun dia tetap datang untuk memenuhi undangan dari dua lelaki tersebut.
***
Mail, from sibi. To fahri, to kevin.
"Gue gak sibuk kok, bentar gue kesana."
***
Lapangan Basket dekat taman
"Selagi ada lawan tanding gimana kalo kita main kev?"
"Ohh okee."
"Hey bi."
"Hey sib."
"Lah, orang yang lo tunggu sibi kev?"
"Jangan-jangan elo janjian sama sibi juga?"
"Ahahaha," terlihat Kevin dan Fahri sedang tertawa.
Sibi yang baru datang ke taman melihat kevin dan fahri yang sedang tertawa. Sibi cukup heran melihat dua lelaki itu tertawa ketika dia menghampiri mereka.
"Kenapa mereka pada ketawa? hey kalian ngetawain apa sih. Hayo ngomongin gue ya?"
"Bi, elo janjian ketemuan sama kevin juga?" tanya Fahri.
"Yah, mau gimana lagi, orang kalian mail gue di saat waktu yang sama dan tempat yang sama. Hehe, kenapa? kok jadi pada diem?"
"Ohh gak kok Sib," jawab Kevin.
"Woles aja lah Bi, begitu lah lo Sibi Yulia haha, lucu banget sih loh," fahri tertawa lagi seraya mencubit pipi Sibi.
"Apaan sih loh Ri, nanti pipi gue tembem tau."
"Biar, biar jadi bulet kaya donat."
"Yey itu mah makanan kesukaan elo."
"Ihh, ko tau aja sih Bi, gue jadi terharu ni hahaha."
"Lebay lo Ri."
"Nih minum buat loh, Kev ini buat loh," ujar Sibi memberikan minuman yang dibelinya beberapa saat lalu untuk mereka berdua.
"Ah thanks Sib."
"Iya Kev sama-sama."
"Hemm, loh tau aja Bi kita kehausan habis main basket," ujar Fahri.
"Ahaha, iya dong gue gitu," balas Sibi.
"Oh yah, kayanya gue harus balik nih Ri, Sib gue lupa ada kerjaan yang belum selesai."
"Ahh, padahal baru jam 11.00 loh Kev," ujar Sibi pada Kevin.
"Hehe, iya nih sorry yah Sib."
"Kapan-kapan kita main basket bareng lagi, oke Ri?" ujar Kevin kepada Fahri mengulurkan tangannya untuk salaman.
"Oh oke, tentu saja," jawab Fahri.
"Btw, thanks minumanya Sib. Gue balik duluan yah dahh."
"Oke kev, hati-hati yah."
"Oke Sibi." "Sumpah nih cewe baru gue temuin yang kaya begini. Masa dia ketemuan sama dua cowo sekaligus di tempat yang sama pula. Unik abis, buat penasaran aja loh Sib," imbuh Kevin dalam hatinya.
***
Lapangan Basket Gor Bandung tempat pertandingan basket SMA.
Terlihat Kevin dan Fahri sedang pemanasan mengoper bola basket sebelum pertandingan di mulai. Sibi yang berada di pinggir lapangan cukup terlihat semangat ketika datang untuk melihat pertandaingan tersebut.
"Nice pass, kev."
"Yeah, nice shoot Ri"
"Wah, kombinasi kalian keren abis Kevin, Fahri. Tim basket kita pasti bakalan menang terus kalo ada kalian," ujar Sibi dengan riang gembira di tepi lapangan sebelum dimulai pertandingan.
"Thanks Sib lo udah nyempetin dateng."
"Iya Kev, semangat."
"Lo liat tadi tembakan gue Bi? Keren kan?" ungkap Fahri.
"Emm, elo emang the best Ri haha."
"Ahahaa, gue gitu Fahri Sahreza."
"Woo, jangan besar kepala dulu Ri, elo harus menangin pertandingan ini dulu biar lolos ke semifinal okee!" seru Kevin.
"Lihat gue ya bi, gue pasti menangin pertandingan ini," tambah Fahri lagi.
"Oke-oke semangat Fahri, Kevin."
Pritt, pluit tanda pertandingan game ke dua pun dimulai. Tim SMAN 2 Bandung berhasil masuk semifinal.
"Selamat semuanya kalian hebat, semoga kalian bisa menuju final yah dan terus sampai nasional."
"Wess, Bi keren amat kalo sampai kita bisa sampai nasional. Iya gak Kev," ujar Fahri.
"Yoeh Ri!" seru Kevin.
"Ihh, harusnya kalian optimis dong harus bisa. Apalagi kalo ada duo kombi Fahri dan Kevin, woahh pasti bisa pokoknya," ujar Sibi.
"Ahaha, sejak kapan ada sebutan duo kombi Bi?"
"Hemm, itu julukan dari gue tau. Elo gak suka Ri?"
"Yehh, gitu aja cemberut. Iya gue suka kok. Iya kan Kev?"
"Gue suka kok Sib, apalagi kalo lo semangatin kita saat tanding kaya tadi. Serasa ada seribu bala bantuan gimana gitu," ujar Kevin hiperbola.
"Yehh, Kev sejak kapan bisa ngomong lebay kaya Fahri? Wah, Fahri lo nularin virus alay ke Kevin tuh."
"Ahh, elu Bi bisa aja huu," ledek Fahri kala itu juga.
"Ahaaha, gue emang gini kali Sib kalo sama orang yang udah deket. Yahh jadi ketauan deh kalo gue alay hahaha."
"Waduh, ngaku sendiri nih Kevin," ujar Fahri.
"Shuttt, jangan bilang anak di kelas yah okee!" seru Kevin setelahnya.
"Ahhh, dasar loh Kev, tenang aja tuan jenius," tambah Sibi seraya meletakan jari telunjuknya diatas bibir.
"Ah, elu Sib bisa aja," ujar Kevin sedikit malu-malu.
"Gimana untuk rayain kemenangan tim basket, kita makan atau main kemana gitu?" ungkap Sibi secara mendadak memberikan ide kepada mereka berdua ketika semua orang sudah pergi.
"Wahh, ide bagus tuh Bi," ujar Fahri.
"Gue setuju Sib, tapi dimana? Kapan?" tanya Kevin penasaran.
"Gimana di cafe deket taman sekolah aja? Malam ini."
"Emm, boleh tuh Sib, gimana Ri?" tanya Kevin kepada Fahri.
"Oke, gue siap kapan pun."
"Elo mau gue jemput Bi?" "Elo mau gue jemput Sib?" tanya Fahri dan kevin secara berbarengan.
"Ahh, kalian ini. Kenapa jadi so sweet gini sih. Gue berasa jadi tuan putri. Pake barengan segala lagi ngomongnya," ungkap Sibi yang malah tersanjung.
"Ahahaha, iya juga ya," ujar Fahri dan Kevin sambil tertawa.
"Karna cafenya deket rumah gue, kalian tunggu di cafe langsung aja gimana?"
"Ohh, okee," ujar Fahri.
"Gak masalah," jawab Kevin setelahnya.
****
Kami pun merayakan kemenangan tim basket sekolah di cafe dekat taman sekolah. Tanpa disadari kami bertiga jadi semakin dekat dan selalu jalan bertiga.
Keesokan harinya seperti biasa tempat kami selalu menghabiskan waktu bersama di taman dekat sekolah. Aku menemani fahri dan kevin latihan basket di taman.
"Pass Kev."
"Nice shoot Ri. Gilaa semakin hari lo semakin jago aja."
"Ah biasa aj Kev, tanpa pas yang solid dari lo mana mungkin shoot gue bisa masuk."
"Ahaha, lo bisaa aja Ri."
"Wah wah wah. Duo kombi pasti cape kan? Ini gue bawa minuman dingin buat kalian."
"Asek lah, lo tau aja kita butuh minum Bi."
"Makasih ya Sib."
"Oke, sama-sama."
"Oh ya, besok gue gak bisa nemenin kalian latihan yah. Gpp kan?"
"Lah, kenapa Bi? Lo ada acara besok?" tanya Fahri.
"Yah, kenapa emang Sib?" tanya Kevin kemudian.
"Gitu deh, gue mau jalan bareng Eri besok. Sekali kali gue mau jalan bareng temen cewe-cewe lah biar lebih feminim gitu pergi ke salon, nonton, yah acara cewe gitu deh."
"Ohh, jadi elo udah bosen nih bareng sama kita?" ungkap Fahri.
"Iya nih Sib, gimana sih," tambah Kevin.
"Ayolah Ri, Kev jangan gitu lah. Atau kalian mau ikut gue ke salon?"
"Wah, ogah ah gue mending latihan disini aja. Iya kan Kev?"
"Ah, em iya Ri bener-bener."
"Oke deh kalo gitu. Gue pulang duluan yah. See you Ri, Kev dah."
Salon Kecantikan
"Mba, kita mau di krimbat yah," ujar Sibi ketika memasuki salon kecantikan yang tak jauh dari rumah.
"Baik, silahkan duduk."
"Tumben nih Sibi mau gue ajak ke salon. Biasanya loh jalan bareng Fahri sama kevin?"
"Yahh, gue juga butuh refres lah Er."
"Oh yah, diantara mereka siapa yg loh suka Sib?"
"Kenapa loh tanya begitu? Gue suka jalan bareng sama mereka berdua kok. Yah karna mereka asik orangnya."
"Kenapa gak lo pacarin aja salah satu Sib, kan mereka keren-keren tuh. Anak cowo paling populer di angkatan kita lagi. Kakak kelas aja ada yang naksir mereka," ujar Eri dengan saran yang cukup gila darinya.
"Apa? yah gak lah orang mereka aja cuma anggap gue temen Er. Lagipula kalo gue pacaran sama salah satu dari mereka gue takut pertemanan kita jadi canggung nantinya."
"Ooh gitu yah, tapi ada kali dari mereka yg elo suka?"
"Emm ...." "Haduh kenapa yang muncul malah Fahri yah," imbuh Sibi dalam hatinya seraya mengerutkan dahinya.
"Hoy, kok bengong."
"Ahh, gak, gue cuma ...."
"Cuma apa hayoo?"
"Ahh, udah ah jangan ngebahas itu lagi. Udah ini kita kemana?"
LAPANGAN BASKET
"Hari ini rasanya latihan ada yang kurang yah Ri."
"Ahh, biasa aja tuh. Kurang apaan?"
"Yah, biasanya ada Sibi yang nyemangatin kita."
"Yah, dia kan lagi ada urusan cewe Kev. Emang elo mau nungguin cewe nyalon ampe berjam-jam? Gue mah ogah."
"Emm, gue sih gak keberatan kok kalo nungguin Sibi."
"Ahh, apa?"
"Ahh gak, gue cuma ngomong sendiri."
"Kalo lo gak konsen latihan mending kita udahan latihan kita hari ini deh."
"Lah, kenapa? Baru juga 2 jam latihan."
"Gak, lo lagi gak konsen. Gak akan bener meski dilanjutkan juga. Buktinya tembakan lo banyak yang meleset padahal kemarin masuk ring terus."
"Yah Ri, ha'ah yaudah deh kalo gitu."
Akhirnya mereka berdua pergi dari lapangan basket dan pulang ke rumah mereka masing-masing. Setelah mereka latihan basket cukup lama selama 2 jam di sana.
***
Pertandingan semifinal pun akhirnya datang. SMAN 2 bandung berhasil menuju final dengan skor 99:50 yang sebagian besar angka diperoleh oleh Fahri.
"Tim basket selamat atas prestasi yang dicapai hingga sampai final. Bapak, selaku kepala sekolah SMAN 2 BANDUNG bangga atas prestasi yang dicapai oleh tim basket SMA kita," ujar kepala sekolah di acara upacara bendera ketika beliau memberikan kata sambutannya.
Tak lama setelah upacara pemberian penghargaan kepada tim basket. Terdengar kabar bahwa Fahri akan melakukan pelatihan pemain basket profesional di Amerika. Sambil tergesa gesa Sibi pun berlari dan mencari fahri.
"Ah akhirnya ketemu. Fahri gue cari cari ternyata ada disini."
"Eh, bi lo udah makan siang? Kebetulan gue bawa donat buatan gue sendiri loh. Lo mau coba?"
"Ah, em boleh."Sembari makan mereka pun mengobrol ditaman belakang sekolah.
"Oh yah Ri, ada sesuatu yang gue mau tanyain ke lo."
"Apa Bi?"
"Gue denger, lo mau ikut pelatihan di Amerika?"
"Ah, yang itu. Iya kenapa emang Bi?"
"Emm, kenapa lo gak cerita ke kita Ri, minimal ke gue lah. Gue bakalan sepi banget tanpa lo disekolah ini."
"Mengikuti pelatihan di Amerika merupakan langkah awal gue untuk jadi pemain profesional Bi. Gue pernah cerita kan kalo mimpi gue menjadi pemain basket profesional kan."
"Yah, gue tau kok. Tapi kenapa mendadak banget Ri. Apalagi belum genap satu tahun kita bareng di SMA ini."
"Bukanya kita SMP udah bersama selama tiga tahun Bi."
"Yahh, saat itu loh nyebelin jadi gak gue hitung."
"Oh yahh, ternyata Sibi egois juga ya," ujar Fahri sambil tersenyum. "Emang dulu gue senyebelin apa sih?" ujarnya kembali.
"Eh, em ... gak sih. Cuma dulu kita gak sedeket ini aja sih Ri."
"Terus?" tanyanya Fahri sambil tersenyum.
"Kalo lo terus tersenyum gitu, gue gimana bisa ngelepas lo ri," ungkap batin Sibi ketika melihat senyum lelaki yang saat ini bersamanya itu.
"Oyy, kok bengong ? Kenapa Bi?"
"Ah, gak ada."
Teng nong neng
"Bel udah bunyi, ayo Fahri kita harus segera masuk kelas."
***
Semua siswa kembali ke kelasnya masing-masing. Mereka belajar untuk pelajaran terakhir hari itu dan tanpa terasa waktu dua jam pelajaran terakhir sudah berlalau dan bunyi bel pulang sudah berbunyi kembali.
"Baik, pelajaranya cukup sampai disini. Bel pulang sudah berbunyi, jangan lupa tugas minggu depan."
"Baik Pak ...."
Tak lama setelah guru meninggalkan kelas, Kevin menghampiri Sibi yang masih berada di bangkunya.
"Sib, gue denger Fahri mau berangkat ke Amerika minggu depan? Lo udah denger kabar itu?"
"Udah Kev, gue tanya langsung sama dia."
"Terus, jadi dia beneran ikut pelatihan di Amerika?"
"Yah, begitu lah."
"Wah, luar biasa Fahri. Gue jadi iri sekaligus salut sama dia. Eh Sib, kenapa wajah lo murung gitu?"
"Ah, gak kok kev. Gue cuma cape aja."
"Hey sib, itu dia fahri. Hey Ri," ujar kevin yang melihat fahri kemudian meneriakinya saat itu juga.
"Hey Kev," ujar fahri dari balik luar pintu kelas ketika mendengar suara kevin.
"Ayo, kita samperin Sib," ajak Kevin kemudian.
***
Luar Kelas dekat pintu
"Wah, keren loh. Gue denger lo mau pelatihan basket di Amerika?"
"Ah ya, minggu depan gue berangkat."
"Ahh sial lo selalu selangkah di depan gue, tapi selamat Ri akhirnya lo bisa wujudin mimpi lo."
"Ah lo Kev, gak usah berlebihan ah."
"Habisnya gue seneng banget tapi gue iri juga sih. Meskipun kebanyakan gue salut sama loh. Hem, berarti saingan gue buat jadi kapten tim basket SMA kita berkurang nih. Akh, gak seru gak ada lo ah. Jangan lupa email ke gue juga nanti ya Ri, oke?"
"Akh, siap kalo itu mah Kev."
"Lah, Sibi kenapa lo diem aja dari tadi? Lo lagi sakit bukan Sib?"
"Akh gak kok Kev, kayanya gue gak bisa pulang bareng kalian sekarang. Gue ada kerjaan, dahh."
***
Hari keberangkatan fahri ke Amerika pun telah tiba. Sibi merasa gelisah setiap memikirkan Fahri akan pergi meninggalkan dirinya.
"Entah mengapa aku merasa berat, jantungku berdetak sangat cepat. Aku tak tau ini apa, tapi sebelum keberangkatanya aku ingin sampaikan sesuatu kepadanya," imbuh hati sibi ketika sedang berada di ranjang menatap handpone miliknya.
Mail from sibi
"Sebelum lo berangkat besok ada yang mau gue omongin sama lo Ri, bisa kita ketemu di taman sore ini."
From Fahri
"Okee."
***
Taman di sore hari.
Kami terdiam untuk beberapa saat, lalu aku beranikan diri untuk memulai percakapan terlebih dahulu.
"Lo udah persiapin semua Ri untuk disana?"
"Iya, udah kok."
"Entah kenapa gue bingung mau mulai dari mana, gue tau gue mungkin lagi gak waras sekarang. Tapi ada satu hal yang mau gue ungkapin ke lo. Gue gak tau harus berkata apa dan gak terlalu mengerti dengan hati gue sekarang ini. Fahri, gue rasa gue suka sama lo."
"Hah, apaa?" fahri terkejut.
"Ihh, lo kejam. Masa gue harus ngulangin perkataan gue ke lo. Padahal gue udah beranikan diri."
"Gue tau kok Bi, gue bisa denger bahkan sampai suara hati lo."
"Gue juga suka sama lo," ujar Fahri seraya memeluk Sibi sambil tersenyum.
"Gue, bahagia karna lo juga suka sama gue. Tapi kenapa gue jadi nangis yah," ujar Sibi.
Sambil mengusap air mata Sibi, Fahri pun berkata, "Gue seneng lo selalu ada disamping gue, terlebih perasaan gue juga sama dengan lo."
"Berapa lama lo ke Amerika Ri?"
"Gue gak tau Bi, tapi gue bakalan selalu kabarin lo kok."
"Bener yah, awas kalo lo bohong."
Kemudian dengan menatap indahnya mentari sore kala itu. Fahri dan Sibi duduk berduaan di bangku taman. Mereka terduduk sambil berpegangan tangan tersenyum menikmati sore indah itu.
***
Keesokan harinya Sibi, Kevin dan anggota tim basket lainnya datang untuk mengantar kepergian Fahri di bandara. Fahri kemudian melambaikan tangannya dan mengucapkan salam perpisahan.
"Semuanya gue berangkat yah."
"Ri, lo harus sering kabarin gue yah."
"Ahh tentu Kev, gue pasti kembali dan kita bisa main bareng lagi okee."
"Bi, gue pergi yah."
"Ri, jaga diri loh baik-baik di sana. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup oke?"
"Iya Bi."
"Kev, Bi, semuanya thanks udah ngater gue yah. Dahh ... See you guy's."
"Dahh, Fahri."
"Cepat balik Ri."
"Yahh, gue berangkat semuanya."
Akhirnya Fahri berangkat ke Amerika untuk melakukan pelatihan basket di sana. Dia berjalan meninggalkan tempat dimana teman-temannya dan Sibi berada. Tak lama pesawat yang mengantar kepergian Fahri pun berangkat dan terbang jauh di langit biru.
***
"Sampai saat ini pun aku masih tak percaya dia akan pergi. Rasa sedih dan rindu ini harus aku tahan untuk kebahagiaanya. Dia yang selalu membuatku kesal, bahagia dan merasa dicintai. Aku akan menunggu kepulanganmu Fahri, cepat pulang dan kita bisa main bersama lagi," imbuh Sibi tersenyum sendu menatap langit yang biru.