Cerpen
Disukai
8
Dilihat
3,608
Cerita Teras Rumah
Komedi

Cekeeeeeettt……. Suara pintu rumah terbuka di pagi hari yang dingin. Mulyana membuka pintu sambil menenteng secangkir kopi hangat dan sepiring bakwan dari dalam rumah, ia berencana ngadaweung[1] di depan rumah, rutinitas wajib setiap pagi bagi Mulyana. Biasanya ditemani singkong krenyes yang dibeli dari warung mang Opik, tetapi uang di kantongnya tidak cukup untuk membeli singkong krenyes, jadi terpaksa yang menemaninya hanya kopi dan bakwan seribuan.

Heeeeaaaaah”, suara keras terdengar saat Mulyana membuka pintu, saking kerasnya angin dari suara yang dihasilkan tersebut mengembus muka Mulyana “Gobloooooog”, Mulyana berteriak terkejut, lalu menyipitkan matanya dan memonyongkan bibirnya sambil berkata lirih kearah muka orang yang mengagetkannya, “Engkos edan…”.

Yang mengagetkan Mulyana tersebut namanya Koswara panggilannya Engkos, teman Mulyana dari SD, setiap pagi ia biasa lewat depan rumah Mulyana untuk pergi bekerja di toko pupuk Haji Idin.

“tumben mampir, biasanya kamu lempeng aja, nggak tengok kanan-kiri, kakimu lagi bengkok ya?”, tanya Mulyana degan nada sinis. “yeeeeh, kebetulan aja lagi pingin ketemu sahabat sejatiku yang baik hati” sahut Engkos, “halah pasti ada maunya, nggak punya kopi ya?” sahut Mulyana, “tahu aja, bikinin dong!” jawab Engkos. “tak tahu Malu!” ucap Mulyana seraya berjalan pergi ke dapur.

Saat Mulyana pergi ke dapur, Engkos mengeluarkan bungkus plastik berisi serbuk berwarna putih, lalu menuangkannya ke dalam kopi milik Mulyana, tak tanggung-tanggung ia menuangkan dua kepal bubuk putih tersebut ke gelas kopi milik Mulyana, lalu mengaduknya.

Tak lama kemudian Mulyana datang sambil membawa segelas kopi untuk Engkos, diletakanlah minuman tersebut di meja yang ada di hadapan mereka berdua. Engkos berkata, “Minum Mul, gak usah malu-malu”. Plakkkk plakkk dengan agak pelan cenderung keras Mulyana menyentuhkan kelima jarinya dua kali di wajah Engkos “aduhh!” teriak Engkos,“mukamu tebal juga ya” Mulyana menjawab sambil meminum kopi.

Ppffuuuaahh!!!!! Mulyana menyemburkan kopi yang ia minum, Engkos sedikit tertawa sambil berkata,“hahaha ari Emul kenapa?”, “pangsé’t[2] anying!” sahut Mulyana dengan wajah merengut, “niat banget kamu ngerjai orang sampe bawa garam dari rumah segala” lanjut Mulyana. “enggak niat, Cuma kebetulan saja, barusan aku habis dari warung disuruh istriku beli garam, karena ada kesempatan aku jadi tergoda buat usilin kamu hahaha” jawab Engkos sambil minum kopi. “emmmmm Anying ladaaaa[3], kamu kasih air cabe ya?!Engkos berteriak kepedesan. “kita impas ya!” jawab Mulyana.

Emul dan Engkos memang teman sedari kecil, mereka bersahabat dari sebelum SD. Kebetulan orang tua mereka sama-sama petani, dan mereka selalu diajak ke sawah saat sedang panen atau tandur, sehingga tak jarang mereka berdua selalu bermain bersama di sawah.

Bagi Emul, Engkos adalah sahabat yang bisa diandalkan ketika kegundahan melanda, karena wataknya kocak dan tidak bisa serius, Emul betah berlama-lama dengannya, ada sisi lain juga dari Engkos yang membuatnya betah berlama-lama dengannya, Egkos banyak akal, walaupun memang agak merepotkan bagi Emul untuk bersahabat dengannya.

Tapi ada yang aneh akhir-akhir ini, senyum Engkos tidak terlihat lebar lagi, bahkan suara tertawanya agak terdengar hambar. Begitulah Emul melihat Engkos.

“Randy berangkat pak, mang, assalamualaikum”, ucap seorang bocah SMA kepada Mulyana. “oh iya, Waalikumsalam, hati-hati Dy”, jawab Mulyana. “ya, samper si Jenal ya Dy”, sambung Engkos. “iya mang, siap” kata Randy.

Setelah Randy berangkat, Mulyana melanjutkan pembicaraan dengan Engkos, “gimana toko?”, tanya Mulyana. Engkos memainkan ekspresi wajah yang suram seraya menjawab, “dulu sih catnya kuning, sekarang ijo hahaha”, “serius, kos, aku tanya keadaan tokonya, rame gak, lancar gak?!”, Mulyana mempertegas keseriusan pertayaannya.

“ya toko lancar-lacar aja, keadaannya stabil, bahkan omzetnya cenderung naik”, jawab Engkos dengan serius”. “ya bagus, dong” timpal Mulyana. “bagus, lebih bagus lagi kalau gaji naik, gajiku tetap saja delapan ratus ribu per bulan, masalahnya sekarang beras di kampung kita langka, bahkan kemarin aku tanya ke temanku di kampung sebelah juga sama, selain itu bahan makanan semacam tempe sayur dan telur juga langka, aneh buatku, di kecamatan Cidolag ini yang sebagian besar wilayahnya sawah, kebun dan hutan kok bisa bahan makanan langka, bahkan kita punya dua peternakan ayam petelur yang besar, walalupun milik swasta sih, tapi distribusi telurnya tetap keluar wilayah kecamatan kita, apalagi sekarang, menjelang kelulusan si Jenal, banyak banget yang mesti dibayar ke sekolah”.

Rupanya ini yang membuat si Egkos pinjam uang terus, gumam Mulyana. “memang pemerintah desa ini gak jelas kerjanya, bikin kebijakan tuh nggak sesuai dengan permasalahan di masyarakat, alun-alun sudah punya satu, besar lagi, malah bikin yang lebih besar lagi, buat apa coba?” Engkos melanjutkan khotbahnya dengan sangat bergairah, “lho tapi kan bagus, jadi ada tempat rekreasi baru buat masyarakat yang lelah bekerja” timpal Mulyana, “hey belegug[4] memangnya lebih penting rekreasi apa ketimbang menyambung hidup? Secara geografis, kampung kita kan punya potensi pertanian yang besar, sawah banyak, kebun di mana-mana, seharusnya kebijakan desa itu bisa mengelola potensi yang dimilikinya, hari ini desa kita tidak punya pusat perbelanjaan yang mumpuni, tidak punya sistem pasar yang bisa mendukung mata pencaharian masyarakat, terlebih harga-harga bahan pangan yang dibeli dari petani bisa sangat murah, pupuk mahal, cuaca gak menentu jadinya banyak yang gagal penen, boncos, para petani jadi mesti mencari pemasukan tambahan, si pak kades itu ya, dulu saja saat sedang kampanye mulutnya manis seolah satria piningit yang hendak menyelamatkan kampung kita dari kesengsaraan, eh ternyata dia Dajjal yang mengimingi surga palsu ke orang-orang kampung”, Jawab Engkos.

“udahlah kos, itukan masalah politik emang apa hubungannya sama hidup kita?” tanya Mulyana. “belegug part 2, kamu kurir kan? Ingat kurir yang mati karena loncat dari jembatan di dusun sebelah? Menurutmu kenapa dia nekat loncat? Betapa berpengaruhnya keadaan yang diciptakan pemerintah desa sama psikologisnya, menurutmu, kenapa kamu gak mampu beli daging meskipun Cuma sebulan sekali? Betapa berpengaruhnya situasi ekonomi yang mereka ciptakan sama keadaan otakmu!, kepakan sayap kupu-kupu di Karang Rahayu bisa menciptakan angin topan di Jakarta sana, itu kata orang pinter!”. Jawab Engkos dengan tegas.

Engkos memang terkenal banyak bicara, apa-apa yang tidak srek di hatinya bakal dia keluarkan di depan siapapun. Makanya, cuma sedikit orang yang mau dekat-dekat dengannya termasuk Mulyana. Bahkan, beberapa hari yang lalu Engkos sempat kisruh dengan beberapa kelompok ormas, tetapi dia tidak gentar meski banyak orang yang mencacinya.

Bagi Engkos, daripada jiwanya ternormalisasi sama keadaan mending dia keluarkan perlawanan jiwanya itu dengan bebas. Kata dia kalau orang yang banyak temannya pastilah dia tidak ingin logikan berseberangan dengan orang banyak, sedangkan kalau logikanya bertentangan dengan banyak orang temannya bakalan sedikit. Tapi dia tidak takut meski ditinggal banyak orang, karena yang tetap bertahan meski bagaimanapun keadaanmu, dialah teman yang sesungguhnya. Dia tidak mau punya teman yang palsu.

“ya, memang benar, jika memang begitu, lantas kamu mau apa? kamu saja cuma pelayan toko yang kerjaannya Cuma melayani pembeli, kamu memang berhak punya pendapat seperti itu, tapi apa nggak capek sama pikiranmu sendiri?” tanya Mulyana kepada sahabatnya tersebut. “ya jelas capek, Cuma aku bisa apa? begini ya Mul, aku tuh cuma nggak mau pikiranku kubungkam sendiri, dibungkam malah makin capek dan para jongos berdasi itu, kalau tak diberi peringatan makin santai saja”. Jawab Engkos. “Yaudah minum dulu kopinya”, ucap Mulyana, “Enggak ah pedes anying!” jawab Engkos.

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Ngadaweung adalah istilah Sunda yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan duduk santai di teras atau di tempat lainnya.

[2] Pangsèt adalah ungkapan bahasa Sunda yang berarti terlalu asin

[3] Lada dalam bahasa Sunda berarti pedas

[4] Belegug adalah ungkapan bahasa Sunda yang berarti dungu atau bodoh


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (2)