Masukan nama pengguna
Lagi, sebuah kota di Cina dikabarkan tenggelam, air laut menggenang kota tersebut hingga kedalaman lima puluh sentimeter, ini adalah kota ke 3 di dunia yang terendam air laut dalam beberapa tahun terakhir.
Suara ketikan dan suara dari AC yang bising menemani pagi kala itu, seorang pria bersinglet putih pudar sedang duduk di depan komputer, ia menulis sebuah surat kabar untuk diunggah ke situs berita.
Dalam kurun waktu 2 tahun, suhu bumi meningkat 1,5 derajat celcius. Tahun ini suhu tertinggi mencapai 40 derajat celcius. Suhu terpanas di Jayagiri dalam 10 Tahun terakhir.
Ia adalah Rafael Kusuma Atmaja, lebih akrab disapa Rafa seorang penulis berita dan wartawan. Dunia jurnalistik memang menjadi kegemarannya, terlebih ia aktif dan senang meneliti soal lingkungan.
Semasa kuliah dulu, Rafa aktif dalam menyuarakan krisis iklim, bersama teman-temannya ia tergabung dalam sebuah organisasi aktivis lingkungan hidup.
“Rafa Si Macan Forum”, begitulah orang menyebutnya. Jago berdebat, berwawasan luas, pikirannya tajam, kalau berdemonstrasi ia tampil terdepan melemparkan kritikan pedasnya kepada perusak lingkungan.
Habis, bibirnya berdecak saat ia memutar-mutar keran air.
Selama tiga hari sekali ia mesti mengisi token air, maklum, di zaman ini, air menjadi sesuatu yang sangat berharga, sehingga untuk mendapatkannya mesti membeli kupon air terlebih dahulu.
Karna air habis, dan saldo di dompet digitalnya habis, ia memutuskan untuk tidak mandi meski hari ini ada janji temu. Segeralah ia mengenakan jaket tebal dan topi bundarnya, untuk melindungi tubuh dari sengatan matahari.
Rafa berangkat diikuti gerakan tangannya yang membenamkan topi, keadaan di sektiar rumahnya sedang sepi, bukan karena tidak ada orang, melainkan orang-orang lebih memilih tinggal di dalam rumah daripada beraktifitas di luar rumah.
Sejak 6 Tahun yang lalu, dusun Pakanjen yang Rafa tinggali menjadi salah satu dusun terpadat di kotanya.
Sebelumnya, Dusun Pakanjen sudah padat oleh penduduk setempat, sekarang semakin padat seiring pindahnya orang-orang kota ke desa.
Tibalah Rafa di Halte Bus indoor ber-AC, di depan Halte ia melihat orang-orang sedang berdemonstrasi, ditengah, diatas mimbar perlawanan, seseorang berorasi dengan lantang menyampaikan persoalan-persoalan hidup yang mencapai titik ktitis, tak jelas ia menyampaikannya kepada siapa, karena di sana, jauh dari pusat perkantoran dan pemerintahan.
Namun tidak aneh baginya, karena sudah sering ia menyaksikan orang-orang melakukan hal serupa dipinggiran jalan kota.
Bus tiba di Halte, lokasi yang ia tuju berjarak kurang lebih 20 kilometer dari tempat ia berangkat, bus melaju diiringi suara teriakan yang kian samar.
“Dunia sudah berakhir! orang-orang dengan acuh menghancurkannya tanpa pikir panjang”.
***
Rafa tiba di lokasi tujuan, sebuah bukit terpencil, di kaki bukitnya terdapat lima puluh ribuan orang bermukim.
Lokasi yang dituju, masih sangat jauh, Rafa mesti berjalan kaki menaiki bukit setinggi 2.350 mdpl terlebih dahulu. Sebelum naik, Rafa menyempatkan diri mengisi botol minumnya di bak mandi Masjid.
Di ketinggian 1.200 mdpl ia memutuskan untuk beristirahat, berteduh di bawah pohon yang tidak terlalu tinggi.
Ia menatap hamparan di depan matanya, terlihat sebuah kota yang sesak dengan gedung-gedung dan pemukiman, di sisi kanan ia melihat pabrik-pabrik dengan asap yang mengepul, sedang di sisi kiri ia menyaksikan bukit-bukit yang menganga dengan batu kapur dan pasir di dalam dan di pinggirannya.
***
Hari menjelang malam, ditemani terang bulan ke 14 Rafa berjalan menuju sebuah gubuk tua, lokasi yang sudah dijanjikan.
Ia memasuki gubuk tua itu lalu pelan-pelan menutup pintu. “Jenny!”, “Rafa!”.
Mereka akhirnya bertemu, bertegur sapa dan saling menanyakan kabar, disusul dengan cerita-cerita yang dilalui masing-masing.
“Yang benar kamu?!,” ucap Rafa dengan nada kaget bercampur was-was. “iya, Raf. Akan ada pembersihan dengan skala besar di area sekitar sini, karena jumlah penduduk sudah terlampau banyak”. Ucap teman Rafa.
Keesokan harinya sebuah artikel berita terbit, artikel itu membahas tentang kebusukan seorang penguasa dunia bawah di kota tersebut yang bersekongkol dengan organisasi ekstremis bernama New Society dan berencana untuk meluluhlantakkan kota Jayagiri tempatnya tinggal.
Kehancuran itu direncanakan di beberapa titik, kebanyakan tergetnya adalah tempat-tempat ramai dan padat penduduk.
Akibat berita tersebut, gedung-gedung pemerintahan di berbagai penjuru kota dan daerah lainnya diduduki oleh banyak aktivis yang mendesak pemerintah untuk mengagalkan rencana organisasi tersebut.
Kerusuhan di mana-mana, jalanan macet karena banyak orang yang hendak lari dan mengungsi dari kota, Jayagiri menjadi kota terbising di dunia pada hari itu.
New Society adalah organisasi ekstrem yang membawa ide tentang pemusnahan populasi sebagai jalan pemulihan dunia yang kacau.
Organisasi ini berpendapat bahwa sumber masalah di bumi ini adalah manusia, alam dan dunia akan baik-baik saja meski tanpa manusia.
Dibawah kepemimpinan Edward Hailey, New Society semakin gencar bergerak, pergerakannya sudah sampai hampir di seluruh penjuru dunia.
Edward Hailey adalah orang yang licin dan waspada, ia cerdas dan Tangguh. Edward menjalankan operasinya dengan bermacam cara, di Jepang, ia melakukan pembersihan masal menggunakan zat mematikan melalui makanan ringan yang diproduksi sebuah perusahaan yang dimiliki oleh bos penguasa dunia bawah.
Sedang di Kamboja, operasinya meliputi operasi militer dan yang tak segan memusnahkan penduduk setempat.
Segala cara bisa ia lakukan, jaringannya cukup luas, sehingga itulah kenapa sampai hari ini ia sulit ditemukan.
Kabarnya, rencana di Jayagiri ia berencana meracuni air yang dijual oleh perusahaan air minum nasional yang disusupi oleh bos-bos dunia bawah, serta mecipatakan kerusuhan di setiap titik yang sudah ditentukan.
Edward Hailey adalah salah satu orang paling dicari di dunia pada saat ini.
***
Pagi di keesokan harinya, Rafa menjalani aktifitas pagi seperti biasanya, ia menulis berita investigasi, sebuah kabar lanjutan dari berita yang sebelumnya ia tulis.
Saat membuka telpon seluler, ia agak terkejut dengan banyaknya pemberitahuan masuk, ada sekita 10 panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal dan satu pesan masuk, pesan itu berbunyi Gudang tua, Jl. Perjuangan. Jenny.
Satu pemberitahuan lagi menyusul pesan tersebut. Rafa Kusuma Atmaja, kuharap kamu baik-baik. Salam hangat.
“Bajingan!” Rafa berteriak dan menangis sejadi-jadinya, pandangannya gelap, pikirannya bertanya-tanya kenapa, kenapa semua ini terjadi, siapa pelakunya? Lalu ia berteriak “Akan kucari kau sampai ke ujung dunia sekalipun, sampai kau menangis terkencing-kencing dan mati dengan penyesalan!”
Semua kemarahan, kesedihan dan kejengkelan yang dialami Rafa bersumber dari sebuah pesan singkat dari nomor tak dikenal yang mengirim tautan artikel berita,
Ditemukan dua mayat tergeletak di dekat TPA, satu laki-laki dan satu perempuan. Keduanya ditemukan tak bernyawa di pinggir sungai dengan badan tanpa kepala.
Identitas mereka tak diketahui karena di badan mereka tak ada satupun petunjuk yang menjelaskan identitasnya.
Mayat itu adalah Jenny dan Roni, dua bersaudara teman Rafa semasa di organisasi yang memberi informasi berita besar tersebut.