Masukan nama pengguna
Poppy membanting ponselnya, hingga tergeletak di atas sofa. Sedangkan Dimana menatap tunangannya dengan tatapan penuh selidik. Pria tampan itu tak pernah menyangka bahwa sang tunangan akan mengetahui apa yang sudah Dimas kirimkan melalui via WhatsApp.
Beberapa menit yang lalu Dimas memang mengirim pesan singkat kepada teman baiknya itu. Di sana pria kelahiran April itu tengah memergoki Liana yang tak lain adalah sahabat dari tunangannya.
Terlihat dalam pembahasan itu, Dimas tengah mendesak Liana agar gadis itu segera mengutarakan isi hatinya kepada Rangga, yang tak lain adalah teman baiknya, karena tak dapat perlakuan yang tak menyenangkan dari Dimas, Liana memutuskan untuk mengadukan perbuatan Dimas kepada sahabatnya. Membuat Poppy marah besar dan menuntut jawaban yang akurat dari tunangannya itu.
Dimas terdiam saat mendapati respon tunangannya itu. Dengan sigap dia segera meraih ponsel yang tergeletak di atas sofa. Pria itu segera meminta maaf, meski mendapat perlakuan kasar dari tunangannya.
“Sayang, maafin aku. Tolong jangan marah-marah lagi, ya?” pinta Dimas. Pria itu memelas agar tunangannya tak lagi marah, bukan karena takut. Tapi karena Dimas tahu bahwa tunangannya tidak boleh berlarut-larut tenggelam dalam emosi.
Tangannya terangkat merengkuh dagu runcing tunangannya, hingga wajah itu menatap ke arahnya. Membuat tatapan mereka saling beradu. “Ay, kamu enggak marah kan sama aku? Kamu harus tahu, aku melakukan semua ini untuk kebaikan mereka.”
“Sampai kapan Liana memendam perasaannya terhadap Rangga? Apa kamu enggak kasihan lihat Liana menderita karena perasaannya? Aku pengen mereka saling terbuka. Udah, itu aja. Aku gak minta yang macam-macam kok sama mereka.”
“Kan kamu udah tahu kalau mas Rangga itu dijodohkan? Lalu untuk apa lagi kamu bahas hal itu sama mereka?” sahut Poppy dengan nada tegas, hingga akhirnya gadis itu kehabisan kata-kata dan memilih pergi meninggalkan Dimas sendirian di sana.
Dengan langkah cepat, Dimas menyusul langkah tunangannya itu. Di sisi lain dia merasa bersalah karena sudah lancang membuat tunangannya kesal kepadanya. Di sisi lain, Dimas berniat untuk membantu Liana untuk mendapatkan Rangga.
Dimas memperbesar langkah, telapaknya bergerak merengkuh pergelangan gadis kelahiran Febuari itu. Akhirnya Dimas berhasil mengejar langkah gadis itu, lalu mendekapnya dengan penuh cinta.
Poppy yang tak kuasa menahan genangan demi genangan pun ambruk dalam dekapan tunangannya. Gadis kelahiran Febuari itu menumpahkan tangisnya. “Jujur sama aku, Dear!”
“Kenapa segitu pedulinya sama Liana? Sampai kamu rela dimarahin sama kak Rangga hanya karena peduli dengan perasaannya. Jujur sama aku! Kamu cinta kan, sama Liana?”
Dimas menghela napas, pria itu bingung menanggapi tudingan yang kini dilayangkan tunangannya. Jujur atau tidak, keduanya akan berdampak sama. Sama-sama menjadi bumerang untuk beberapa saat.
Setelah setahun menjalin hubungan dengan gadis itu, membuat Dimas hafal akan sifatnya. Dimas bermonolog. “Jujur atau enggak pun jawabannya sama saja. Endingnya pasti dia marah-marah. Tapi dia kan tunanganku, aku harus jujur sama dia. Apapun risikonya.”
Poppy mendesak, gadis itu tampak memukul-mukul pundak tunangannya agar Dimas menjawab rasa penasarannya. Selama ini dia selalu mencurigai bahwa keduanya memiliki hubungan dibelakangnya.
“Mas, jawab aku! Kamu ada hubungan apa sama Liana? Jujur sama aku. Jangan diam saja, aku butuh jawaban. Tolong jangan membuatku marah, Mas. Kamu enggak kasihan sama aku?”
Dari seberang sana Dimas mendengar tunangannya yang tengah meracau, melalui layar pipih itu Dimas memanggil tuanangannta yang diketahui sedang bermimpi buruk. Meski sulit, tetapi pria itu tetap kekeh untuk membangunkan tunanngannya dari jauh.
“Sayang, bangun!”
“Sayang, kamu sedang bermimpi!”
Panggil Diman dari layar pipih itu, hingga akhirnya usaha pria bermata sipit itu membuahkan hasil. Poppy terbangun dari mimpi buruknya, segera gadis kelahiran Febuari itu meraih benda pipih yang tengah tergeletak di kasur.
Rasa bersalah karena membangunkan tunangannya yang tertidur lelap saat keduanya sepakat untuk melakukan sleep call. Terurai kata maaf di sela-sela tangisnya. “Dear, maafin aku. Makanya aku selalu nolak kalau kamu minta sleep call sama aku.”
“Maafin aku, ya.”
Poppy terisak, membuat Dimas semakin prihatin kepada gadis yang telah berhasil memikat hatinya. Meski keduanya tengah menjalin hubungan jarak jauh, tak membuat keduanya saling berpaling terhadap satu sama lain.
Keduanya selalu menjaga komunikasi, menjaga kepercayaan terhadap satu sama lain. Juga saling melengkapi, meski banyak perbedaan antara mereka. Isak tangis masih terdengar jelas dibalik layar pipih itu. Membuat Dimas tak tenang, kembali memanggil tunanngannya yang berada jauh di seberang sana.
“Sayang, jangan nangis. Kamu gak apa-apa kan? Kamu mimpi apa sampai nangis kejer kayak gini?” Dimas melayangkan pertanyaan, tetapi dia tak mendapatkan jawaban apapun dari gadis itu.
Dia terus saja menangis dalam sela-sela ketakutannya, membuat pria itu bertambah cemas. Rasanya ingin sekali dia memecahkan layar ponsel itu, lalu menghampiri tunanngannya yang tengah ketakutan di seberang sana.
Keduanya terpisahkan oleh dua pulau yang berbeda. Setelah tangisnya reda, barulah gadis itu menceritakan perihal mimpi buruk yang telah dia alami.
Dengan suara bergetar, Poppy menyelip layar pipih itu pada daun telinganya. Menjelaskan mimpi isi mimpi yang teramat mengerikan untuknya.
Perlahan rintik air jatuh, membasahi wajahnya, kembali menyiptakan suara tangis di ujung bibirnya. Tampaknya gadis itu masih syok dengan pertengkaran itu, meskipun hanya sebuah mimpi.
Di seberang sana Dimas berteriak, memanggil tunangannya. “Sayang, kamu kenapa nangis? Kamu harus tenang, meskipun aku jauh. Tapi aku akan selalu ada di dekatmu.”
“Hei, Sayangku!” panggil Dimas lagi.
Setelah lelah mempertanyakan perihal apa yang membuatnya menangis, akhirnya Dimas menyerah. Menunggu gadis itu memberi jawaban atas rasa penasarannya, hingga harapan itu berbuah manis.
Poppy memanggilnya, menjelaskan perihal mimpi buruk yang membuatnya tak henti menangis serta berteriak. “Dear, maafin aku ya. Tadi aku mimpi kita bertengkar, dan biduk permasalahannya itu adalah Liana.”
Poppy menghela napas, berusaha mengendalikan dirinya yang telah dirundung tangis. “Se ..., sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dan Liana, Dear?”
Dimas menghela napas, meski pertanyaan yang dilontarkan padanya terasa sangat menusuk relung hati. “Jadi kamu mimpi kita lagi bertengkar?”
“Sayang, aku enggak ada hubungan apapun sama Liana. Mungkin karena kamu terlalu takut kehilangan dan sering beramsusi buruk terhadap Liana.”
“Apalagi setelah kamu tahu Liana menjadi sekretaris pribadiku.” Dimas tersenyum, menghela napas untuk beberapa saat sebelum melanjutkan kalimatnya. “Meski begitu, aku tidak akan pernah berpaling darimu. Apalagi setelah kamu tahu sikap Liana seperti apa. Sayang, kita berempat pernah dekat dan bertemu.”
“Liana, Rangga, aku dan kamu pernah bertemu, bukan? Jadi jangan takut, jika memang takdir sudah berbicara, jangan pernah merasa ragu.”
“Was-was boleh, tapi jangan berlebihan. Ya sudah, kalau begitu kamu tidur lagi ya, Sayang. Good night, and I love you.”
“Baik, Dear. Kalau begitu aku lanjut tidur, ya. Love you too.”