Masukan nama pengguna
Namanya Karra Zhaf, usia baru empat tahun, tapi semangatnya sudah seperti prajurit kecil yang selalu siap berpetualang. Karra bersama kakaknya, Rayya Zhaf yang duduk di kelas tiga SD, ayah-mamanya yang hangat dan sabar, tinggal di sebuah rumah di dalam komplek perumahan.
Sore itu, langit mulai menguning. Udara menjelang magrib membawa angin lembut yang menari-nari di dedaunan. Karra sudah rapi dengan baju koko mungil lengkap dengan sarung motif kotak-kotak. Sambil menggenggam pecinya, dia berlari ke arah pintu rumah sambil berteriak:
"Ma! Karra ke masjid dulu yaaa!"
Mama yang masih mengenakan mukena, duduk di karpet usai salat ashar, hanya sempat tersenyum dan melambaikan tangan.
"Iya, hati-hati yaaa! Jangan jauh-jauh dari teman-teman."
Masjid itu tak jauh, hanya di balik kios fotokopi Pak Deka, yang jadi titik kumpul anak-anak kecil satu komplek. Karra pun berangkat dengan penuh semangat, ditemani deretan canda tawa bocah-bocah seusianya yang juga memakai sarung kegedean dan peci yang kadang miring-miring.
Tak butuh waktu lama. Begitu salat selesai dan doa rampung, anak-anak itu bubar dengan cepat. Langit sudah mulai gelap, lampu-lampu rumah mulai menyala satu-satu.
… Di sanalah kehebohan itu dimulai.
Karra berlari kecil menaiki anak tangga rumahnya. Dengan napas tersengal dan senyum nakal, dia pegang gagang pintu, dibukanya pintu pelan-pelan…
“BAKEKOOOK!!”
Teriakannya menggelegar, seperti petasan meledak di ruang tamu. Mama yang sedang menonton televisi, masih dengan mukena belum terlipat rapi, hampir melempar remote karena terkejut.
“Karra!! Astaghfirullah!” serunya, jantung masih berdebar.
Bukan karena teriakannya saja, lebih karena… kenapa masuk rumah bilang "Bakekok?" … Bukannya "Assalamualaikum?".
Seketika, mama berdiri dan langsung merengkuh bocah kecil itu ke dalam pelukannya.
“Aduh nak… hampir copot jantung mama!” ucapnya sambil tertawa kecil, menciumi pipi Karra yang menghindar geli.
Setelah tawa reda, Karra duduk di pangkuan mamanya. Televisi dibiarkan menyala, tapi perhatian mamanya tertuju pada anaknya.
“Karra sayang… Kalau pulang ke rumah itu, bukan teriak ‘Bakekok’. Ucapannya apa coba?”
Karra senyum-senyum malu.
“Assalamualaikum?”
“Iya, pintar. Itu ucapan salam yang baik. Malaikat senang, Allah senang, Mama juga senang,” bisik mama sambil mengelus rambut ikal Karra.
Karra mengangguk kecil. Hari itu, pelajaran penting ditanamkan lembut dalam pelukan mamanya.
Benar saja…
Beberapa hari kemudian, saat pulang dari masjid, Karra membuka pintu rumahnya pelan-pelan. Ia menengok ke ruang tamu, melihat mamanya duduk membaca Al-Qur’an.
“Assalamu’alaikum…”
Mama langsung menoleh, senyumnya mengembang.
“Wa’alaikumussalam, anak sholeh mama…”
Karra berlari kecil, memeluk mamanya, kini tanpa kejutan, tapi dengan salam yang menyejukkan hati.
-Tamat-