Masukan nama pengguna
Cita-citaku kesampaian. Jadi koruptor. Ini bukan cita-cita sejak kecil. Tapi ini cita-cita mendadak. Ya. Sejak aku punya jabatan di kekuasaan. Nafsuku untuk segera menikmati kemewahan, kemegahan, mendadak muncul begitu saja.
Aku hanya ingin memuaskan perasaanku. Aku tak ingin menjadi orang kesrakat. Orang kesrakat, tak punya apa-apa itu sungguh menyedihkan. Siapa yang tahan dengan duka nestapa. Siapa yang tahan dengan kesengsaraan?
Maka, ketika aku diterima di lingkaran kekuasaan, kesempatan itu ada. Kesempatan menjadi baik, ada. Tetapi kesempatan menjadi orang tak baik juga ada. Siapa yang tak tergoda dengan gelimang uang? Siapa yang tak ingin menikmati layanan pijat spa di hotel berbintang lima? Semua butuh biaya, butuh uang. Kalau ada kesempatan, mengapa tidak dilakoni. Walau itu hanya sebagai koruptor?
Mengapa menolak menjadi koruptor? Hidup enak, makan enak, bersua dengan orang hebat. Proyek tinggal minta, langsung ada. Selanjutnya bagi-bagi fee, bagi bonus, bagi-bagi keuntungan untuk semua. Kalau kau bilang aku koruptor, yang lain juga sudah dapat bagiannya. Jadi, kalau aku kelak ditangkap karena korupsi, ya karena apes saja.
Maka, seapes-apesnya jadi koruptor, tetap lebih apes yang tidak pernah merasakan uang tak halal. Enak lho, uang tak halal itu meninabobokan. Uang tak halal itu sungguh dapat menjadi penghiburan. Toh, dari uang tak halal itu, semua dapat, semua lingkaran kebagian, semua rekanan dapat rabat.
Ngapaian harus bermoral, kalau jadi amoral bisa menikmati hidup ini. Mengapa harus bersopan santun beretika, kalau uang adalah tetap yang diburu. Ah, sungguh enak dan amoy menjadi koruptor. Siapa mau menyusulku?
***
Begitulah kisahku. Kini aku di dalam tahanan KPK. Memakai baju orange, kebanggaan para koruptor. Malu? Tidak. Lha saat ditangkap saja, aku masih bisa melambaikan tangan, difoto, masuk headline surat kabar nasional, masuk majalah nasional, dibaca jutaan orang di dunia online. Aku memang koruptor, tapi bukannya aku semakin lemah, tetapi semakin kuat. Memang, aku sudah tak punya jabatan. Tapi apa kamu tahu, kalau diriku masih punya kuasa, masih memiliki kekuatan untuk membayar apa saja. Ya.. uangku ada di mana-mana. Di tetangga, di saudaraku, di kerabatkau, di teman akrabku, di lingkaran kekuasaan, di lingkungan kantor.
Aku tak menyesal ditangkap KPK, dan dianggap sebagai koruptor. Toh, hanya beberapa tahun, aku keluar dari penjara. Dan, bisa nyalon lagi sebagai politisi. Lalu, bisa mendapat jabatan lagi, memperoleh kedudukan, dan mendapat uang haram.
Benar juga. Begitu keluar dari penjara, aku kembali dipercaya duduk di kursi partai yang dulu aku tinggalkan. Aku tetap dihormati, bisa menebar senyum ke sana kemari.
Tak ada stigma sebagai mantan koruptor. Semua berjalan lancar-lancar saja. Dan jabatan kembali lagi seperti sedia kala. Semua orang merapat kembali, dan kembali membutuhkan saya yang katanya pernah sebagai koruptor.
Korupsi adalah jalan ninjaku.