Cerpen
Disukai
3
Dilihat
16,849
Waktu Yang Berharga
Drama

Angin menerpa tubuh dengan lembut sambil mengajak daun-daun untuk menari mengikuti alunan setiap desas-desus serangga. Dengan sepedanya, Andra pergi ke sekolah. Membawa pikiran yang terjerat oleh pelajaran-pelajaran yang akan diujiankan.

“Ternyata ada orang yang lebih pagi daripada aku?”Andra melihat sepasang sepatu tersusun rapi di rak.

 Setelah melepaskan sepatu, Andra masuk dan melirik ke dalam kelas. Terlihat seorang perempuan, ia memegang sapu. Andra berjalan menuju tempat duduk yang sudah ditentukan oleh pihak penyelenggara ujian untuknya.

“Ternyata kamu anaknya rajin ya atau karena ada itu.. jadwal piket...”Ucap Andra setelah menaruh ranselnya dikursi tanpa melirik lawan bicaranya.

“Hei! Jangan anggap aku semalas itu..”

Suara Rani menggema diseluruh ruangan kelas, dia adalah adik kelas Andra. Bukan hanya adik kelas, melainkan seorang partner yang selalu menemaninya dan berjuang bersama di atas matras.

“Ya ya, di bawah mejaku masih kotor nih.. nyapu yang bener dong!”Perintah Andra sambil menunjuk di bawah mejanya.

“Iyaa..”Jawab Rani dengan keberatan.

“Ikhlas dong nyapunya..”

“Iya kakak”Jawab Rani sekali lagi sambil menunjukkan ekspresi kekesalannya.

Andra terdiam saat melihat seseorang di jendela yang berjalan mendekati ruangannya. Tidak ada obrolan di antara Andra dengan Rani saat teman sekelas Andra memasuki ruangan tersebut.

“Entah.. kenapa harus begini..”Gumam Andra sambil melihat Rani dengan telaten menyapu.

Waktu berselang. Semakin banyak orang-orang di dalam kelas untuk mengikuti ujian kenaikan kelas. Andra melihat Rani yang asyik mengobrol dengan sahabatnya, ia mengetikkan pesan lalu mengirimnya. Terdengar ringtone handphone yang tidak asing di telinganya, Rani tampak membaca pesan tersebut lalu mulai mengetik sesuatu dengan senyuman terukir di wajahnya. Sebuah pesan terkirim kepada Andra.

“Pasti! Kakak juga semangat!”Gumam Andra membaca pesan dari Rani.

Terdengar bel pulang di seluruh penjuru koridor sekolah. Dilanjutkan oleh sorakan bahagia dari siswa-siswi yang puas karena telah menyelesaikan ujian hari ini. Andra melirik ke Rani yang masih terpaku di depan kelas.

“Gak pulang?”

“Iya sebentar..”

Andra melihat pemandangan yang di lihat Rani. Kemudian, Andra teringat dengan perkataan Rani saat mereka latihan. Andra langsung melangkah menjauh dari Rani yang masih terpaku di posisinya.

“Jangan terlalu dipikirkan Rani..”Ucap Andra pelan tetapi dapat terdengar oleh Rani.

“Iya ya, aku pulang duluan kak”Ujar Rani berlari mendahului Andra.

Mengayuh pedal sepedanya sambil memikirkan perkataan Rani yang sebulan berlalu. Di mana membuat teman-teman dan gurunya yang mengajarnya menjadi sedih setelah mendengar perkataan tersebut.

“hari ini, apakah hari terakhirku melihatnya?”

Sore ini, merupakan acara perpisahan dengan Rani khusus untuk teman-teman, sahabat dan guru yang melatihnya selama ini. Ditemani dengan terangnya lampu-lampu dan alunan musik ringan dari speaker restoran tersebut.

“Hei kamu gak mau mengucapkan sesuatu ke Rani?”

Pertanyaan teman dekat Andra, Ahmad. Selalu saja ia tanyakan berulang-ulang dan Andra tidak bosan menjawabnya dengan singkat.

“Tidak ada”

Menurut Andra. Posisinya sekarang bukanlah sesuatu yang berharga bagi Rani, walaupun mereka berdua sering berangkat ke beberapa tempat dan daerah tertentu. Tetap saja, tidak membuat Andra merasa dekat dengan perempuan itu.

“Sebagai hari terakhir Rani berkumpul dengan kita... bagaimana kalau kita ke tempat latihan? Siapa tau Rani ingin nostalgia disana..”

“Boleh!”

Jawaban Rani membuat mereka bersama-sama menaiki mobil milik guru mereka menuju tempat latihan.Setiap bayangan-bayangan yang menembus kaca, tidak berhasil menutup wajah Rani yang menahan segala kesedihan dengan senyuman di wajahnya.

“Wah, sudah seminggu... gak ke sini..”

Melihat lapangan hijau dihadapan mereka. Menjadi tempat yang biasanya mereka tumpahkan seluruh keringat dan beberapa perabotan lainnya yang menjadi saksi mereka selama ini tersiksa untuk berhasil dalam menggapai mimpi.

“Masih ingat gak di situ..”Andra menunjuk sebuah pohon rindang di dekat lapangan, “..kita tinggal Rani yang terlelap di sana...”

“Hahaha ingat dong!”

“Aku gak akan lupa hari itu..”

“Hahaha...”

“Heh! senang banget kakak lihat adik kelasnya dipermalukan seperti itu”Ucap Rani yang masih malu karena saat itu ia menjadi sorotan pemakai lapangan lainnya.

Suasana ini. Disinilah mereka menemukan arti dari berjuang. Perasaan mereka menyatu kembali saat bernostalgia dalam potongan-potongan masa lalu yang menghiasi pikiran mereka masing-masing.

“Hei! kenapa kamu diam? Ayo sini”Panggil Guru itu saat melihat Andra sedang melamun.

“Kebanyakan melamun kakak! Cepetan sini!”Panggil sahabat Rani, Yuli.

Andra berlari kecil mendekati teman-temannya. Mereka melakukan selebrasi yang biasanya mereka lakukan. Andra melihat Rani yang tertawa lepas pada saat itu, membuat Andra merasa sedikit kesal, ia berdecih pelan.

“Aku tidak mengerti..”Batin Andra sambil melihat Rani yang masih bisa tertawa saat ini, “..Kenapa dia tidak menunjukkannya saja”.

Andra benar-benar tidak paham dengan apa yang dipikirkan oleh perempuan itu sekarang, dia mencoba menutupi kesedihannya dengan senyuman palsu apakah harus seperti itu? Satu persatu teman-temannya meninggalkan lapangan untuk memberikan waktu kepada Andra dan Rani mengobrol. Saat itu langit memperlihatkan keindahan gradasi senja, Andra memperhatikan Rani yang setia menatap keindahan tersebut.

“Hei!”Mendengar panggilan Andra hanya membuat Rani tersenyum sambil menikmati hembusan angin yang menerpa tubuhnya lembut.

“Hm?”Tanya Rani tanpa menoleh ke arah Andra.

“Menurutmu aku apa di hidupmu?”

“Maksudmu?”

Rani merasakan kakak kelasnya itu perlahan mendekatinya sembari menatap langit yang terbentang luas di atas mereka. Seketika Andra menutup matanya dan menghembuskan nafas berat. 

“Aku merasa belum begitu mengenalmu, walaupun Tuhan sudah memberikan waktu empat tahun untukku dapat dekat denganmu... namun masih banyak ekspresimu yang selalu membuatku terkejut, aku selalu beranggapan bahwa aku di kehidupanmu itu.. hanyalah tokoh figuran..”Ucap Andra, tergambar jelas di wajahnya bahwa ia sedang serius dengan perkataannya. Setelah mendengar perkataan itu Rani tertegun sebentar.

“Tidak kak” Andra membuka matanya dan melirik perempuan di sampingnya setelah membantah pemikirannya yang sudah dia pikirkan dalam jangka waktu yang lama. Saat itu juga Rani menatap Andra sambil menunjukkan sengirannya.

“Menurutku, kakak adalah seseorang yang berharga.. kakak telah menemaniku selama empat tahun ini"

“Aku tidak mengerti..”

Rani memijit pelipisnya dengan senyuman simpul terpampang jelas dari wajahnya, Andra hanya melirik dan memikirkan penuturan Rani yang masih mengganjal baginya. Melihat keseriusan Andra, Rani tertawa tetapi desiran angin menyamarkannya sehingga Andra tidak dapat mendengarnya begitu jelas.

“Hahaha... walaupun aku tidak tahu tokoh apa yang kakak perankan di kehidupanku, yang jelas.. kakak adalah orang yang sangat berpengaruh dalam keseharianku..”

“Mungkin...”Jawab Andra sambil melangkah menjauh.

Rani berbalik menghadap punggung Andra yang masih tidak jauh dari posisinya. Rani membenarkan anak rambutnya ke belakang telinganya. Dejavu? Sepertinya suasana ini pernah ia rasakan beberapa tahun yang lalu.

“Entah mengapa aku merasa.. aku gak akan bertemu kalian lagi..”

“Hah?”Tanya Andra menghentikan langkahnya berbalik menghadap Rani.

“Rasanya, seperti aku akan mengakhiri cerita hidupku di sini..”Ujar Rani sambil memiringkan kepalanya dengan senyumannya terlihat dari wajahnya.

“Mungkin seperti itu..”Jawab Andra tidak mengerti, lalu melanjutkan langkahnya.

Rani berlari menyusul Andra dan menepuk pelan punggung Andra tanpa menghentikan langkahnya. Angin berhembus menghamburkan dedaunan yang sebelumnya terkumpul pada satu tempat.

“Semangat, aku akan menyusulmu..”

Suara Rani yang menyatu dengan angin hampir tidak terdengar oleh Andra. Terlukis senyuman di wajah Andra setelah mendengar perkataan Rani.

“Oke, aku menunggu...”

Mereka pergi meninggalkan tempat latihan tersebut bersama-sama, kecuali Rani. Perempuan itu menolak dengan halus dengan mengatakan.

“Aku akan dijemput di sini..”

Rani mendongakkan pandangan menatap langit malam, ia menggigit bagian bawah bibirnya, memikirkan kemungkinan besar ia tak akan bertemu dengan teman-temannya lagi, cukup membuatnya sedih. Setelah acara perpisahan itu, Andra dan sahabat Rani tidak mendapatkan informasi atau kabar dari perempuan tersebut. Seminggu berlalu, tersebar berita bahwa terjadi tabrak lari di tempat mereka latihan, korban dari peristiwa tersebut ialah Rani.

“Kenapa? Seharusnya aku memaksanya untuk ikut bersama kami.. Perempuan itu?!”Batin Andra sambil teringat pembicaraan terakhirnya dengan Rani.

Setelah bel pulang terdengar di seluruh koridor sekolah, Andra langsung berlari ke parkir sepeda. Ia berencana untuk pergi ke rumah Rani untuk mendapatkan informasi lebih banyak dari orangtua Rani.

“Mungkin maksud perkataannya kejadian itu? Aku tidak mengerti...”

Sampai di rumah Rani, ia memarkirkan sepedanya di depan rumah Rani. Andra mengetuk pintu tersebut. Decitan pintu itu memperlihatkan seorang perempuan paruh baya dibalik pintu tersebut.

“Selamat siang bu..”

“Ternyata Andra, silahkan masuk..”

Andra melepaskan kedua sepatunya dan memasuki rumah tersebut. Ia melihat figura foto yang menampilkan foto Rani dengannya saat memenangkan pertandingan pertama Rani.

“Sudah lama ya..”Penuturan Ibu Rani membuat Andra sedikit terkejut dan langsung duduk di sofa.

“Maafkan saya mengganggu tante, bolehkah saya bertanya?”

“Pasti tentang Rani?”

Andra mengangguk tegas tanpa ragu. Ibu Rani menunjukkan senyum yang memperlihatkan kerutan pada wajahnya.

“Rani meninggal karena kejadian itu.. padahal sudah di perjalanan..”Tangisan perempuan itu membuat Andra terdiam dan merutuki dirinya.

“Maafkan saya, jika saya mengajaknya pulang bersama kejadian itu tidak akan terjadi..”

“Jangan salahkan dirimu.. kamu tahukan dia itu anaknya keras kepala, pasti ini termasuk keputusannya..”

Andra mengangguk untuk mengiyakan pernyataan Ibu Rani yang masih bersedih tentang kejadian tersebut.

“Pihak kepolisian masih mencari pelakunya.. saya tidak tahu hukuman apa yang setimpal dengan kematian Rani..”Ucap Ibu Rani sambil menahan rasa sakit mengetahui anak semata wayangnya telah tiada.

Andra diam mendengarkan setiap perkataan Ibu Rani yang menjelaskan tentang kejadian yang masih diselidiki oleh kepolisian.

“Kenapa kamu itu selalu saja merepotkan.. dan kenapa kamu harus meninggalkan kami semua dengan cara seperti ini?”Batin Andra sambil menatap sendu Ibu Rani yang masih mengeluarkan air mata.

“Hm.. aku harap kamu tenang di sana..”

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)