Flash
Disukai
0
Dilihat
5,420
Twelve Degrees
Romantis

"Tuhan, tak bisakah Kau jodohkan saja kami." Doa itu tiba-tiba ia panjatkan sesaat setelah berpamitan kepada seorang pria berjaket navy yang berdiri di sudut bangunan tua. Ia tidak lebih dulu mempertanyakan, 'Boleh gak sih kita minta seseorang itu menjadi jodoh kita saja?'

Seperti sudah mantap dan yakin hanya pada satu hati. Enggan kasmaran bak remaja, tapi belum siap menjalin rumah tangga. Rasanya duduk berdua walau hanya beberapa jam membuat perasaan lama Silas kembali tumbuh.

Ren dan Silas, mereka sudah saling mengenal cukup lama. Namun, ya hanya sebatas teman kuliah. Hubungan mereka hangat tapi juga tidak terlalu dekat. Ren adalah orang yang cukup humoris dan Silas juga memiliki gaya komunikasi yang baik, mereka bisa saling menyesuaikan kapan harus introvert dan kapan harus ekstrovert. Rasanya terlalu berlebihan jika sikap hangat keduanya adalah bentuk perasaan yang lain.

Siang itu, hari pertama musim panas tahun ini. Hawa dingin yang dibawa oleh angin terasa sangat menusuk ke kulit. Cuaca di Eldoria cukup terik padahal altitude Matahari belum mencapai empat puluh lima derajat.

Sebagai seorang penulis fiksi yang kurang terkenal, Silas memang sudah merencanakan berkunjung ke Eldoria. Ia berharap mendapatkan ide berlian dari sana. Mengingat kualitas udaranya baik dan polusi suaranya minim. Ia ingin mengistirahatkan isi kepalanya sejenak saja dari hiruk pikuk perkotaan.

Istilah 'Ada Udang di Balik Batu' juga tepat disematkan. Silas ingin menemui Ren yang memang bekerja di sana, sebagai seorang peneliti cahaya bola kristal peninggalan Kerajaan Celestara. Berdasarkan cerita yang beredar, dulu kerajaan itu diciptakan dari serpihan cahaya bintang. Wilayahnya membentang dari Ravencrest sampai Branwen, dan Eldoria sebagai pusatnya. Serpihan bangunan di Eldoria banyak menyimpan peralatan kuno yang masih terjaga. Termasuk, bola kristal yang cahayanya masih abadi.

Collegium Luminis, kampus elit yang hanya dapat dimasuki oleh mahasiswa terpilih. Hanya mereka yang memiliki ikatan dengan cahaya yang bisa berkuliah di sana. Tidak ada tes tulis atau lisan, melainkan dengan kekuatan magis sederhana. Tidak ada hirarki, semua orang akan dibagi per kelas sesuai kemampuan mereka. Ada yang mampu mengendalikan pencahayaan bening, memanfaatkan cahaya bintang, manipulasi bayangan, dan menerjemahkan warna titik-titik air hujan.

Ren dianugerahi bakat pencahayaan bening, ia dapat memanfaatkan cahaya sekitar untuk menyalakan kembali pecahan kristal. Ia selalu terkoneksi dengan kristal-kristal yang disembunyikan musuh Kerajaan Celestara dahulu kala. Sedangkan Silas, dapat menerjemahkan setiap nada menjadi warna. Ia bisa menerjemahkan nada bicara setiap orang, tulus atau jahat. Dalam perlihatannya, setiap orang memiliki warna dominan di telapak tangannya, tergantung kepribadian yang ia bawa. Menurut Silas, Ren memiliki warna yang unik. Kedua telapak tangan Ren berwarna indigo redup yang tidak pernah dimengerti Silas.

"Ren, pesanku jarang dibalas, nampaknya kau sangat sibuk membuat berbagai publikasi ya?" Silas membuka percakapan bersama hembusan angin.

"Haha, bagaimana bisa?" Ren tertawa kecil sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana.

Mereka berjalan menuju sebuah bagunan tua, di tepian bukit, tempat memandang indahnya Kota Eldoria. Duduk-duduk sambil terus merasakan hembusan angin yang tidak mau diam.

"Aku penasaran dengan niat tersembunyi yang membuat kamu datang jauh-jauh ke sini." Celoteh Ren singkat.

"Aku hanya ingin mendengar suara angin. Hari ini benar-benar indah ya?" Silas mengalihkan topik pembicaraan.

"Pertunjukan alam seperti ini yang memberiku tawa setiap harinya."

"Ren, aku penasaran, bagaimana cahaya mempengaruhi pemikiranmu tentang kehidupan?" Silas menatap dengan tulus.

"Hmm, Cahaya... Aku selalu melihatnya sebagai simbol harapan. Bahkan dalam kegelapan terdalam sekalipun, ada cahaya yang menunggu untuk ditemukan. Bagaimana denganmu, Silas? Bagaimana cara kau melihat kehidupan melalui warna suara?" Ren tersenyum tipis dan balik menatap Silas sangat dalam.

"Suara itu seperti catatan yang tercipta secara alami. Mereka bisa menceritakan tentang kegembiraan, kesedihan, atau bahkan ketenangan." Silas tertegun dan memalingkan pandangannya.

Ren masih berusaha untuk mendapatkan tatapan Silas, "Aku bisa membayangkan itu. Ketika aku tersenyum, bagaimana kau melihatnya?"

Silas berbalik menatap mata Ren sangat dalam, diam sesaat.

"Aku melihat warna-warna cerah seperti warna kuning matahari pagi yang hangat. Seperti energi yang mengalir dan menyinari sekelilingnya."

Ren tertawa cukup keras dengan nada mengejek. Ia menyadari perasaan Silas yang lain dari cahaya matanya. Lalu berbaring menatap langit.

"Kau jatuh cinta padaku, kan?"

Silas melebarkan matanya dan berdiri, "Haha, mana mungkin? Kalau jadinya seperti ini aku harusnya aku tadi berbohong saja."

Ren tersenyum tipis dan mulai memejamkan matanya.

"Maaf, tapi aku hanya menerjemahkan tatapanmu."

Ren selalu curang, Silas tidak bisa menerjemahkan suara hati Ren, warna suara Ren juga selalu membuat Silas kebingungan. Ia seperti sedang dipermainkan.

Silas kembali duduk dan mengambil nafas panjang.

"Curang." Ia menggerutu.

Ren mendekatkan wajahnya, memandang Silas lebih dalam dari sebelumnya. Silas terdiam dan memalingkan wajahnya.

"Ini pertama kali aku jatuh cinta, dan aku bersyukur itu kamu." Ren berbicara lembut.

Silas diam-diam tersenyum tanpa memandang Ren.

"Aku lapar, ayo kita makan."

Ren bangun dari tempat duduk dan menawarkan tangannya. Namun, Silas berlalu dengan wajah yang tersipu. Menolak genggaman itu dengan malu-malu.

"Tidak ada genggaman tangan, nanti cahaya kamu redup." Silas mendekatkan wajahnya. Ren tersenyum tipis.

Hari ini, menyenangkan. Selain pertunjukan alam yang baik, ragu Silas sudah diyakinkan oleh Ren. Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, itu tidak ada artinya jika mereka tidak berjodoh.

"Bisakah Kau jodohkan saja kami, Tuhan?" Silas selalu merayu Tuhannya dengan doa-doa. Dalam hati yang tidak mungkin didengar oleh Ren.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)