Flash
Disukai
0
Dilihat
3,550
Tentang Dia
Romantis

Mendung hari ini tak sedikit pun memadamkan semangatku, dari semalam aku sudah tak sabar menanti hari ini. Hari ini adalah momen yang sangat ku tunggu-tunggu, ya hari ini kisah Long Distance Relationship (LDR) akan segera berakhir. Beberapa topik hangat untuk memulai lagi perbincangan dengan Adi sudah kusiapkan dari jauh-jauh hari, salah satunya soal pertunangan kita. Selama 45 hari Adi pergi untuk KKN, selama itu juga aku memendam banyak cerita yang tak bisa aku ungkap lewat sambungan telepon.

Jika menilik ke belakang komunikasiku dengan Adi memang sedikit renggang, entah kenapa aku masih bisa berpikiran positif saat ia mulai jarang membalas pesan singkatku, “Mungkin sibuk, tapi tak apa sebentar lagi celengan rindu segera terpecahkan”, kira-kira sepositif itu pemikiranku.

Banyak orang bilang KKN adalah momen menakutkan bagi pasangan sejoli yang sudah berencana serius, tak jarang badai orang ketiga hadir di masa-masa KKN yang bisa saja mengurus pondasi cinta yang telah lama dibina. “Ah tak mungkin tujuh tahun sudah ku lewati bersama Adi, suka duka, bahkan kita beda agama, pun pondasi kita masih kuat menahan badai yang menghadang hubungan kami, apa itu KKN tidak semenakutkan itu”.

Ya beberapa bulan terakhir aku sudah memantapkan diri untuk memeluk Islam, bukan karena Adi, tapi memang hatiku sudah jatuh cinta pada Agama yang sangat amat adil ini. Bahkan aku juga sudah belajar menutup aurat dan memakai hijab, sekali lagi ini bukan demi Adi, momennya saja yang kebetulan bersamaan dengan rencana kami membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.

Rasanya galeri ponselku sudah mulai penuh dengan foto-foto referensi cincin tunangan, dekorasi, make up dan kebaya, sabar, sebentar lagi bertemu. Aku tahu Adi akan tiba di Solo sekitar pukul 12.00 WIB, dia berjanji sesampainya di solo akan langsung menemuiku.

Sementara saat ini jam baru menunjukan pukul 08.00 WIB, tapi lihatlah kamarku ini, berserakan dengan beberapa helai baju yang belum aku pilih. “Ini hari spesial, aku harus tampil cantik”. Tak sengaja mataku tertuju pada paper bag putih yang ada di atas kursi, aku baru ingat itu baju incaranku yang dibelikan sepupuku sebagai hadiah.

Mungkin baju itu cocok aku pakai menemui Adi siang ini, “Oh benar-benar cocok di badanku, aku yakin Adi akan memuji penampilanku”. Suasana hatiku tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, betapa rindunya aku dengan sosok laki-laki yang sudah menjadi kekasihku sedari kami berdua duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama itu. Aku cukup antusias menyambut kepulangannya, sebab dia berjanji kita akan membahas rencana pertunangan kita yang akan dihelat enam bulan lagi.

Siang itu langit sedikit mendung, tapi aku tak peduli, langkahku untuk bertemu Adi terlampau bulat, aku pun datang lebih awal di cafe tempat kita akan bertemu, aku tahu 30 menit lagi akan datang, dan aku tidak sabar akan hal itu. Beberapa kali aku melihat detik jam tangan yang aku kenakan, namun semakin dilihat semakin lama detik itu berjalan, padahal kini rindu sudah tak terbendung.

"Angel.., sapa Adi kepadaku yang tengah asyik bermain ponsel, ia benar-benar tak berubah, namun raut wajahnya tak seperti biasanya, ia terlihat lemas seakan tak memiliki semangat sedikitpun. Crack, bunyi suara kursi stainles yang digeser Adi.

Tak alam setelah duduk ia pun mengusap wajahnya dengan kedua tangan, terlihat jelas raut wajahnya yang kelelahan. Beberapa saat setelah ia duduk dihadapanku sepatah kata pun tak terucap dari mulutnya, ia terlihat benar-benar lelah. Aku pun juga tak berani membuka obrolan dengannya, alhasil kita sama-sama terdiam di momen itu.

“Angel, aku mau kita putus,” ucapnya memecah heningku. Ucapannya cukup mengagetkanku, seketika mulutku terkunci dan tak bisa mengucap sepatah kata pun. “Angel maaf aku nggak bisa lagi teruskan hubungan kita,” timpalnya. Sambil menghela napas panjang aku pun meminta penjelasan dari kalimat yang ia ucapkan. “Maksud kamu?” tanyaku. “Ya aku ingin kita akhir hubungan kita,” apa itu kurang jelas,” serunya.

Di situ aku merasa bukan Adi yang sedang berhadapan denganku, Adi adalah sosok laki-laki yang soft spoken, baik, dan manis, laki-laki dihadapanku itu bukan Adi. Rupanya pertengkaran kita beberapa waktu lalu menjadi alasannya mengakhiri hubungan yang sudah tujuh tahun kita jalin. Di saat itu aku ingat betul sempat marah lantaran tak terima dengan salah satu perkataan teman Adi yang menyebutnya lebih pantas menjadi pacar Nabila. Apakah sikapku itu berlebihan? Aku rasa tidak sebab selama ini yang menjalin hubungan dengan Adi aku, bukan Nabila.

Rupanya ucapan Adi yang ingin mengakhiri hubungan itu bukan isapan jempol belaka, ia memang serius ingin menyudahinya, tapi menurutku masih ada yang janggal hubungan yang sudah tujuh tahun berjalan harus kandas karena hal sesepele itu. Meski aku belum terima keputusan Adi dan masih bersikeras meminta kesempatan kedua, ternyata tak bisa meluluhkan hati Adi, ia tetap pada pendiriannya.

Seketika isi otakku dipenuhi dengan pertanyaan seputar Nabila, Nabila, Nabila, tiga tahun mengenal Nabila aku tak pernah menaruh pikiran jelek kepada wanita yang dikenal cukup religius ini. Dengan sedikit kesal aku coba buka Instagram kelompok KKN Adi, ya benar saja mereka belum benar-benar pulang ke rumah masing-masing. Ternyata Adi hanya mengambil jeda dua jam untuk menemuiku dan kembali bersama teman-temannya.

Mataku pun terfokus pada sosok perempuan berkerudung coklat, “Nabila,” ucapku dengan penuh pertanyaan. Apakah benar 45 hari bisa menggerus pondasi yang dibangun selama tujuh tahun? Beriringan dengan hal itu aku pun mulai yakin, kandasnya hubunganku dengan Adi bukan karena sikapku di waktu itu, tapi memang dia sudah mencintai hati lain.

Tak pelak hal itu pun menorehkan luka dalam hati, ternyata perjalanan mencari jawaban yang ku semai dalam istikharah selama ini berujung dengan kandasnya harapan membina biduk rumah tangga dengan laki-laki yang sangat aku cintai itu. Setelah bertahun-tahun berlalu tangki cinta dalam hidupku tak pernah lagi terisi, bagaimana dengan Adi? ya dia sudah bahagia bersama Nabila. 

Meski harus berurai air mata menyesali hal itu, tetapi aku bahagia setidaknya Allah titipkan ketenangan di hati ini, tak apa Ya Rabb aku hidup tanpa cinta, sebab cintaku sudah habis di laki-laki itu. Ini bukan tentang dia, tapi tentang kerelaan menghadapi takdir, menghadapi kenyataan, menerima suratan tujuh tahun menjaga jodoh orang lain.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)