Masukan nama pengguna
Angin yang berembus, tak bisa memaksa sepasang netra mengalihkan pandangan. Ditatap pemandangan yang menenangkan jiwa. Bukan bentangan aurora yang mengagumkan, melainkan hanya senyum lebar dari seseorang. Senyum yang terpancar kebahagian.
Tak terasa, senyuman itu menular pada bibir yang sedari tadi hanya diam. Menyenangkan, tak menyangka hanya dengan melihat orang yang disuka sangat menyenangkan seperti ini.
Ingin sekali diri ini mendekat untuk menjadi bagian senyum itu. Sesuatu yang menjadi harapan sejak bertahun-tahun lalu. Namun, tidak bisa. Diri ini dilarang mendekat padanya.
Tuhan sudah melarangnya, sebab dia bukanlah milikmu. Dia sudah menjadi milik orang lain dan sedang berbahagia tanpamu. Kau harus sadar dan berbaliklah agar tidak terlibat dalam jerat masalah.
Tapi tidak bisa, rasanya hati ini tidak merelakan dia bahagia dengan orang lain. Bagaimana bisa dia bahagia dengan seseorang yang baru dikenal? Lalu bagaimana dengan diri ini? Apakah tidak bisa bahagia bersamanya?
"Akulah yang pertama mengenalnya. Akulah yang pertama menjadi pengagum rahasianya. Akulah yang menyimpan cinta besar untuknya. Tapi, kenapa harus aku yang mengalah? Kenapa aku tidak bisa bersamanya? Kenapa Tuhan tidak adil padaku?" gumam diri ini dengan mata yang menggenang.
Satu tetes air mata keluar dari sangkar seolah sudah bosan pada kelopak mataku yang selalu menyalahkan takdir, menyalahkan keadaan, menyalahkan cinta yang tak terbalas.
"Kau bodoh. Manusia paling bodoh karena menangisi cinta yang tidak terhubung denganmu. Harusnya kau sadar, siapa dirimu. Harusnya kau berkaca jika hal yang kau rasakan itu salah."
"Lalu aku harus bagaimana? Tolong, buang rasa cinta ini. Tolong, jauhkan perasaan ini agar aku tidak mengingatnya."
"Pergilah. Pergi sejauh mungkin. Jika pun tidak bisa, bencilah dia. Benci dia hingga kau menatap jijik padanya. Hingga hatimu merelakan dia untuk orang lain. Kau kalah. Kau sudah kalah."
Gemertuk gigi dengan bibir yang tergigit, membuat isakan tangisku bertambah tragis. Jika air mata dapat berbicara, mungkin tiga ucapan di atas adalah kalimat yang sedang kami debatkan.
Bodoh. Diri ini memang bodoh.
Tak ingin terlalu lama melihat dia bahagia bersama orang lain, berbalik adalah pilihan terbaik meski bukan pilihan terbaik untuk sebuah rasa yang tersakiti.
Tersakiti? Memang siapa dirinya? Hanya seorang yang tidak mendapat balasan cintanya. Seseorang yang menyimpan rasanya sendiri. Seseorang yang belum sempat mengungkapkan perasaannya namun ajal sudah menariknya.
Benar. Dirinya hanyalah makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Dirinya hanyalah sesosok hantu penasaran yang meminta ijin pada malaikat untuk melihat sang pujaan hati sebelum sang Malaikat membawanya ke alam baka.
Hanya beberapa menit lalu dirinya masih menjadi manusia, namun sekarang dirinya sudah menjadi makhluk yang tidak akan bisa mencintai orang itu. Padahal hari ini ia berencana ingin menyatakan perasaan. Tapi, takdir sudah memutus tali itu sebelum rasa ini tersampaikan.
Hanya senyum getir yang bisa diberikan pada bibir pucatnya. Tidak ada senyum bahagia seperti imajinasinya beberapa hari lalu. Semua sirna, semua sia-sia.
Bahkan permintaan terakhirnya pada malaikat pun tidak membuahkan hasil. Menegoisasi malaikat untuk bertemu cinta pertama sekaligus cinta terakhirnya, kini berakhir nestapa. Diri ini dikejutkan dengan fakta bahwa dia sudah memiliki pilihannya. Dia sudah memiliki takdirnya dan itu bukan denganku.
"Apa sudah selesai?"
Anggukan kepala sebagai jawaban. Bahkan bibir ini kelu untuk menjawab malaikat yang sudah mengawalku sedari tadi. Mungkin dia berpikir miris dengan kisah percintaanku yang tak pernah terbalas dan tak tersampai.
Untuk terakhir kali, kepalaku menoleh untuk memastikan bahwa dia sudah bahagia. Entah siapa pasangan yang bersamanya itu, pasti hidupnya lebih beruntung dibandingkan denganku.
Kisah kami berakhir, begitu dengan kisah hidupku. Saat melewati jalanan, aku melihat diriku yang bersimbah darah dengan menggenggam satu kotak berwarna merah muda. Kotak yang rencananya akan ia berikan pada orang itu. Kotak yang selamanya tak akan pernah sampai pada sang pemilik hati.