Flash
Disukai
2
Dilihat
6,736
Someone in the corner
Misteri

Sejak saat itu, aku tidak lagi kesepian.

Suasana dingin di dalam kelas, tergantikan dengan senyumnya yang hangat.

Dia datang dengan membawa kebahagiaan.

Dia sangat ramah, dan sangat baik. Dia bisa bergaul dengan siapapun, termasuk diriku yang dijauhi di kelas.

Dia tidak pernah mendengarkan ucapan orang-orang tentangku dan mengatakan padaku tiap kali aku bertanya padanya apakah dia tidak keberatan berada di dekatku. Dia selalu menjawab, "Memangnya kenapa? Kan teman."

Dia selalu menilai orang dengan memastikannya sendiri. Menganggap semua orang yang di temuinya sebagai kertas putih yang polos yang kemudian akan ia isi dengan sifat dan karakter orang tersebut sesuai fakta yang ia dapat.

Suatu saat, dia mengatakan tentang sahabat dan kami jadi terikat.

Dia bilang kalau aku boleh jujur apapun padanya. Namun, sejak saat itu aku takut.

Ada suatu hal yang sulit aku ucapkan. Aku takut, takut dia terbawa dalam kekacauan hidupku dan membahayakannya.

Aku hanya bisa mengatakan kalau sahabatku harus menjaga jarak dengan 'dia'. Tapi, dirinya tidak mendengarku, yah itu karena aku tidak bisa memberitahu alasannya.

Waktu terus berjalan, seperti aku berjalan dalam ketakutan. Sesuai dugaanku, mata itu terus menatap kami, sebuah tatapan yang mungkin hanya aku yang mengerti.

Dia akan memulainya lagi.

Hari itu semakin mengerikan ketika sahabatku bertanya tentang luka-luka di lenganku. 'Dia' kembali menatapku, kemudian sahabatku.

Suatu sore, aku memastikan sahabatku naik ke mobil yang menjemputnya dengan aman kemudian aku kembali ke dalam sekolah. Membuka loker milikku dan berpura-pura menyibukkan diri di sana ketika aku merasakan seseorang berjalan ke arahku.

Dia datang, dengan senyuman yang mengerikan.

Aku meliriknya sebelum dia mendorong tubuhku sehingga kepalaku terantuk pinggiran pintu loker.

"Hei!"

Suara itu, sahabatku. Ini gawat! Sahabatku menanyakan kondisiku dan mengatakan kalau buku paketnya tertinggal di loker.

Aku menepis lengannya yang terulur untuk membantuku berdiri. Sontak raut kekecewaan tercetak jelas di wajahnya.

Namun, bukan itu yang kupikirkan sekarang. 'Dia' semakin menyunggingkan senyumnya.

Dia berjalan mendekat, mengeluarkan sebuah pisau lipat dan menggoresnya di lenganku yang tak sempat menghindar.

Sahabatku tentu tidak terima, mereka berkelahi.

'ctak'

Pisau itu tertusuk tepat di jantungnya.

Sahabatku ambruk di sampingku, disertai suara tawaan meledek dari si pelaku.

Aku membencinya, benar-benar membencinya. Aku tidak tahan lagi, aku mencakar wajahnya yang sangat ia jaga itu.

Kami berkelahi, hingga aku tak sadarkan diri.

Hari-hari hangat itu berubah menjadi sendu. Dan semuanya karena aku, karena sahabatku harus bertemu orang seperti aku.

Di tengah kesedihanku, sekolahku gempar dengan berita bahwa aku membunuh murid baru dan melakukan penyerangan terhadap anak kepala sekolah.

Bukti rekaman kamera pengintai hilang, alasannya karena kesalahan teknis. Padahal aku tau, semuanya karena uang.

Satu hal yang tidak bisa aku katakan padamu bahwa dia psikopat, anak itu psikopat. Aku takut jika kau tau, kau akan diganggu seperti aku. Dia tidak suka melihatku tersenyum, meski pada akhirnya kedepannya akan sulit bagiku untuk kembali tersenyum tanpamu. Terima kasih, aku sangat bersyukur karena kehadiranmu.

Lain kali, dia akan mendapat balasan setimpal.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)