Cerpen
Disukai
4
Dilihat
17,023
SEBUAH HARAPAN YANG TERSESAT
Drama

SEBUAH HARAPAN YANG TERSESAT 

Menemukan sebuah buku usang bukan lah hal yang aneh atau mengejutkan. Tidak akan sama dengan menemukan sesuatu yang bernama harta karun. Tadi siang dengan hujan yang enggan reda, aku tidak sengaja menemukannya di gudang saat membantu asisten rumah tanggaku membersihkan gudang. Sampai aku pun kembali tidak sengaja membuka buku itu. Melihat yang tertulis. Tulisan yang tertulis dengan cukup besar itu adalah sebuah judul. Mungkin kah buku usang ini adalah buku tulis atau buku catatan biasa ini berisi cerita nyata atau mungkin hanya fiksi? Daripada aku sibuk bertanya-tanya pada diriku sendiri, aku memutuskan untuk membacanya. Iseng-iseng saja. Tidak perlu serius. Cerita di dalam buku usang ini bisa saja ditulis dengan iseng saja alias tidak serius pula. Jadi, tidak akan masalah jika aku membacanya hanya untuk tahu apa yang dituliskan disana. Sekedar untuk menjawab rasa ingin tahuku yang cukup besar saat ini. Aku berniat hanya membaca halaman pertamanya saja. Semoga aku tidak menjadi semakin penasaran apalagi semakin tertarik untuk membaca, terkecuali apa yang ditulis disini sangat indah dan dipenuhi dengan kedalaman makna. Namun ternyata...

Sulit sekali untuk bisa mempercayai tulisan yang telah kutemukan di dalam buku usang itu. Apa yang dituliskan di buku itu benar-benar sebuah cerita yang indah. Benar-benar cerita yang mampu menyentuh. Yang tertulis adalah cerita tentang sebuah harapan. Sekarang aku tidak bisa iseng-iseng lagi. Dari iseng menjadi benar-benar niat untuk membacanya. Halaman pertama dari buku itu kubaca dan memang harus aku akui ternysta mampu membuatku merasa tertarik dengan kisahnya. Ceritanya benar-benar mampu menarik pikiranku untuk masuk lebih dalam ke dalam ceritanya. Entah nyata atau tidak, halaman pertamanya dengan judul SEbUAH HARAPAN YANG TERSESAT itu telah terbaca tuntas meski dengan berawal dari iseng-iseng saja. Begini lah bunyi dari tulisan yang bercerita dari buku usang di halaman pertamanya. 

Namaku Putri Karunia Cita. Aku cantik. Baik. Berprestasi serta punya banyak sekali teman. Aku juga memiliki uang, karir, dan aku berasal dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Bisa dibilang aku sudah punya segalanya. Tapi ada satu hal yang aku sangat rasakan tidak aku miliki hingga hari ini. Aku tidak punya harapan!

Tidak punya harapan? Jangan bayang kan atau mengira aku putus asa. Aku sama sekali tidak putus asa. Tapi jujur aku dan seluruh diriku ini kosong. Tidak ada harapan yang mengisinya. Apa kah karena aku sudah punya segalanya sehingga harapsn dikosongkan dari diriku?... tidak mungkin! Tuhan tidak pernah tidak adil pada hambanya. Pasti ada yang salah dari diriku. Aku harus mencari kesalahan itu. Jika aku sudah menemukannya, aku pasti juga bisa menemukan harapanku!

Aku tersenyum dengan rasa penasaran yang mulai berdampingan dengan rasa tertarik. Aku tentu akan lanjut membacanya ke halaman berikutnya. Aku semakin tertarik dan semakin penasaran dengan cerita di dalam buku usang ini setelah aku merasa ceritanya begitu berkesan bagiku dan sukses mendatangkan banyak sekali rasa ingin tahu padaku. Padahal usiaku sudah tidak muda lagi untuk cocok menjadi pembaca dari jenis tuturan seperti ini, pasti lah penulisnya bertutur untuk usia-usia yang sesuai untuk tulisan ini. Masalahnya sku ini sudah hampir menjadi nenek-nenek. Usiaku sudah lebih dari 50 tahun. Aku terlalu tua untuk bacaan ini. Mulanya aku pikir seperti itu. Namun aku benar-benar tertarik dan kembali melanjutkan membaca. Aku lalu melanjutkan bacaan diluar kategori usisku itu. Tanpa menunggu lebih lama untuk berhenti atau lanjut, nyatanya aku sudah menikmati tulisan di halaman kedua dari buku usang ditanganku.

Aku tidak tahu dari mana dan ke mana sku mencari sesuatu yang salah dari diriku. Tidak ada yang buruk dari diriku. Aku tidak pernah berbuat buruk atau jahat. Aku tidak pernsh berbohong. Aku tidak pernah mengecewakan orang tuaku. Aku juga tidak melakukan kesalahan besar di dalam hidupku. Aku mulai kebingungan dan terus mencari-cari apa yang salah dari diriku agar aku bisa menemukan harapanku. Karena aku benar-benar sangat ingin memiliki harapan.

Semua orang punya harapan. Aku percaya kalau semua orang di dunia ini dikaruniai harapan dan mereka semua memilikinya. Begitu juga denganku. Teman-temanku semuanya pun memilikinya. Titi teman baikku punya harapan untuk membahagiakan orang tuanya. Sementara aku sendiri telah berhasil membahagiakan orang tuaku. Selama ini aku menjadi siswa berprestasi. Kemudian saat menjadi mahasiswi, aku juga menjadi mahasiswi dengan nilai dan prestasi terbaik. Kemudian aku menjadi seorang dokter muda. Saat aku berhasil menjadi dokter, orang tuaku sangat bahagia dan bangga padaku. Jadi, aku memang masih harus mencari-cari tentang harapan. Aku akan mengumpulkan harapan-harapan yang dimiliki teman-temanku. Siapa tahu aku juga bisa memiliki harapan seperti yang mereka miliki.

Halaman kedua yang kubaca ini semakin aneh dan menarik saja. Sebenarnya ironis kalau aku katakan lucu. Apa yang diutarakan penulisnya ini sebenarnya sangat bermakna. Aku yakin si penulis tidak asal menulis saja. Jadi, aku terus lanjut membaca halaman dua karena belum selesai kubaca.

Titi punya harapan yang mulia. Begitu juga dengan si lembut dan penyayang Malika teman kesayanganku, ia juga mempunysi harapan yang sangat mulia serta indah. Ia ingin menjadi orang tua bagi anak-anak yatim piatu. Namun cukup disayangkan karena kesibukannya dari begitu banyaknya pekerjaan yang harus ia kerjakan, membuat Malika nyaris tidak punya waktu berkunjung ke rumah-rumah yatim piatu yang rutin ia beri donasi. Harapan Malika indah sekali. Aku juga harus punya harapan seperti dia. Aku ingin memilikinya juga. Aku mencoba mengambil harapan itu. Tapi ternyata... jangan kan mengambilnya, menyentuhnya saja aku tidak bisa. Bagaimana ini? Aku tidak bisa mendapatkan harapan. Padahal aku sudah sangat ingin sekali bisa memiliki harapan seperti Titi dan Malika. Aku sedih sekali. Aku menangis. Aku sampai berada pada taraf frustasi. Tapi seorang Putri Karunia Cita tidak pernah menyerah dalam hidupnya dan tidak pernah boleh menyerah. Aku selalu sukses dan punya banyak pencapaian selama hidupku. Jadi, aku pasti juga akan menemukan harapan yang aku cari. Aku pasti akan menemukannya. Aku harus mencarinya lagi. Menyentuhnya lagi dan pada akhirnya aku bisa mengambil dan memilikinya.

Aku selesai di halaman dua. Tentu saja aku masih ingin tahu. Tulisan ini membuatku ingin tahu untuk apa penulis menuliskannya? Apa kah memang didasari kenyataan maupun fakta atau hanya dari cerita fiksi yang dibuat semenarik mungkin untuk membuat penasaran pembacanya sehingga ketika sudah membacanya, mereka hanya punya satu pilihan. Yaitu membaca ceritanya sampai habis, sampai tamat atau selesai agar semua keingintahuaan mereka terjawab. Maka aku pun harus membaca halaman berikutnya lagi demi keingintahuanku. Dan itu pun karena aku tidak keberatan untuk membacanya lagi alias terus membaca lanjutan ceritanya lagi. Aku pun meneruskan membaca ke halaman ketiga dari sebuah cerita di dalam buku yang sudah usang ini.

Aku melihat. Menyentuh semua harapan yang dimiliki oleh teman-temanku, tapi berakhir gagal! Semua yang kusentuh, tidak bisa kusentuh. Apa aku memang satu-satunya manusia yang tidak punya harapan? Tidak mungkin!... itu tidak terjadi pada siapa pun. Tentu juga padaku. Pasti aku juga punya harapan seperti semua orang. Atau jangan-jangan aku sudah memilikinya tapi aku tidak menyadarinya. Jangan-jangan... aku menyimpannya dan lupa dimana aku menyimpan harapanku karena aku terlalu sibuk mewujudkan kesuksesanku dan terlalu sibuk dengan pencapsian-pencapaianku. Tidak salah lagi! Aku sudah lupa di mana aku menyimpan harapanku. Ternyata aku lalai sebagai pemilik sebuah harapan. Dan aku sangat menyesalinya. Sesal yang menjadi kesedihan yang mendalam. Kesedihan yang mendalam lalu berdampingan dengan kekecewaan yang mendalam terhadap diriku sendiri. Aku amat kecewa pada diriku yang telah melupakan dimana aku mensruh harapan milikku yang teramat dan paling berharga, bahkan paling berharga bagi seorang manusia. Dan kalau sampai aku tidak menemukannya, aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkan diriku sendiri.

Membaca halaman 3 aku menjadi iba pada si tokoh cerita yang tidak kuketahui ia tokoh nyata atsu hanya lah seorang tokoh dalam fiksi. Tapi keinginanku untuk terus membaca menjadi semakin kuat dengan harapan ceritanya akan berakhir bahagia di akhir kisahnya. Sang tokoh akhirnya terbebas dari masalahnya dan tidak lagi menderita. Maka aku pun pergi ke halaman 4. Di halaman ini konflik milik sang tokoh memuncak. Aku membacanya dengan perasaan yang terbawa deras arus emosi. Aku akan segera tenggelam lebih dalam di dalam cerita yang kubaca ini.

Halaman 4. Dari Cerpen yang berjudul Sebuah Harapan Yang Tersesat. Aku lelah. Lelah sekali. Ingatanku tidak jua kutemukan! Aku tidak ingat sedikit pun tentang tempat di mana harapanku berada. Di dalam sedih, kecewa, dan hampir putus asa, terpikir olehku jika harapan milikku yang telah ku lupakan itu, mungkin saja sebenarnya lari dariku. Harapan itu marah, sedih, dan kecewa kepadaku sehingga ia memutuskan untuk pergi meninggalkanku. Aku menjadi sangat yakin. Menjadi sangat percaya kalau harapanku itu melarikan diri dariku lalu ia menghilang. Ia menghukum diriku dengan caranya. Ia tidak bisa memaafkan kesalahanku yang terlalu besar padanya. Aku lah yang ternyata bersalah pada harapan. Akhirnya sudah kutemukan apa yang salah dalam diriku! Aku lah yang mengabaikan harapanku sendiri. Aku ditinggalkan harapanku karena aku telah mengabaikan dirinya. Sungguh kesalahanku terlalu besar kepada sebuah harapan. Harapan milikku sendiri.

Berapa lama aku telah mengabaikan harapanku? Entah berapa lama harapan itu menjadi sakit dan terpuruk di dalam penderitaan karena aku abaikan? Aku jahat sekali! Pantas saja aku kehilangan dia. Aku teramat pantas menerima akibatnya.

Air mata tumpah laksana hujan deras. Meluap-luap bagaikan banjir dari air bah. Di dalam diriku seperti mengalami bencana. Keputus asaan semakin menyiksaku. Aku begitu merindukan harapanku. Apakah aku masih punya kesempatan untuk bertemu dengannya lagi setelah kehilangannya? Apakah akan terjadi keajaiban yang membawa harapanku itu kembali padaku? Aku tidak tahu. Aku hanya bisa menangisi kehilangan harapan. Harapan yang hilang karena lari dariku, dimana kah dia sekarang?

Aku tidak menangis lagi tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan harapanku yang meninggalkanku pergi jauh. Aku mencemaskan keadaannya. Ia pasti tersesat!... kenapa tiba-tiba aku merasa harapanki tersesat?... apa memang itu yang terjadi padanya? Mendadak aku sangat yakin tentang harapanku. Sudah pasti harapanku itu telah tersesat. Aku harus mencarinya lagi! Aku tidak akan berhenti mencarinya sebelum aku bisa menemukannya. 

Terhenti sebentar. Aku menyelesaikan membaca halaman 4 dan halaman 5 sekaligus. Lalu tiba-tiba merenungi. Terasa aku bagaikan pernah merasakan apa yang si tokoh cerita alami dan ia rasakan. Samar-samar terasa, dan bisa saja hanya lah pengaruh dari imajinasiku yang terbangun karena membaca. Tapi sungguh aku merasakan hal aneh itu. Aku mempercayai begitu saja. Membenarkan apa yang diceritakan sang tokoh. Harapan yang lari sudah tentu tersesat. Kenyataan yang tidak dipercayai banyak orang itu, aku begitu mudah mempercayainya. Mempercayai harapan memang bisa pergi meninggalkan pemiliknya bahkan tersesat. Aku pun kasihan pada harapan itu. Begitu juga dengan tokohnya. Tidak ada yang salah bagiku. Si tokoh utama dan sang harapan hanya perlu dipersatukan lagi.

Seharusnya aku hanya perlu menyelesaikan membaca ceritanya. Tapi aku malah berhenti membaca dan terbawa emosi sampai sebegininya. Jadi lah aku sempat termenung merenungi. Tetapi dengan segera sesudah larut dalam renungan aku malah kembali melanjutkan untuk membacanya lagi. Aku tidak sabar lagi ingin mengetahui bagsimana akhir ceritanya, terutama nasib si tokoh dari cerita ini. Aku terus baca dan membaca.

Ini bisa dibilang mustakhil. Tidak ada jejak sedikit pun dari harapan yang lari itu. Akan sulit sekali bagiku untuk mencarinya. Aku pun pergi ke dasar hatiku sendiri. Tenggelam di dalam kesedihanku. Disiksa jauh lebih keras oleh sang keputus asaan. Tapi aku tetap bertahan berada di dasar hatiku. Aku harus mencarinya disana. Aku tidak boleh menyerah. Satu-satunya tempat yang belum kudatangi hingga hari ini hanya lah dasar hatiku saja. Jadi sudah tentu, kemungkinan besar harapanku ada disini. Ia pasti tersesat disini dan tidak bisa keluar.

Berada di dasar hati sangat lah sulit. Ada banyak kegelapan, ketakutan, kesedihan, kekecewaan dan kecemasan dari ketidakpastian yang tersembunyi. Kini semuanya menghantuiku dengan sangat jahat. Seolah-olah mereka tidak ingin aku menemukannya. Mereka membenciku. Begitu marah padaku. Namun anehnya mereka tidak satu pun yang bisa menyentuhku. Dan kalau saja mereka bisa, aku tentu sudah dihabisi. Aku beruntung sekali karena mereka hanya bisa mendekatiku tapi tidak bisa menyakitiku karena itulah aku masih bisa bertahan untuk melanjutkan pencarianku. Pantang menyerah. Sekuat tenaga aku berjuang mencari harapan itu lagi. Sedikit lagi. Aku pasti akan menemukannya. Aku sudah jauh sekali menyusuri semua jalan dan tempat di dasar hati. Sebentar lagi, aku pasti bisa menjumpai harapanku itu. Ia akan segera kutemukan. Aku harus terus melangkah. Berjalan hingga ke ujung negeri yang berada di dasar hati ini. Pencarianku ini tidak mungkin sia-sia. Aku semakin yakin. Penuh semangat aku tidak lagi melangkah melainkan berlari. Berlari dan berlari. Hanya langkahku yang akan membawaku pada sebuah pertemuan. Aku bisa! Aku bisa menemukannya... sudah semakin dekat. Aku merasakan kehadirannya. Ia dulu pasti terikat kuat padaku namun tiba-tiba terlepas oleh kesibukan-kesibukanku yang tidak ada habisnya, terutama kesibukanku untuk membahagiakan orang lain.

Membaca dan terus membaca. Sepertinya aku akan segera tiba pada akhir cerita. Benar saja! Aku sudah sampai di halaman terakhir. Semoga saja ceritanya benar-benar berakhir bahagia. Jangan sampai penulisnya membuat akhir ceritanya sedih dan mengecewakanku. Aku pasti menyesal membacanya!

Lebih penasaran daripada ragu. Tidak lagi menimbang-nimbang untuk membaca atau tidak halaman terakhirnya. Aku terlanjur membuka lembarannya dan sampai di halaman terakhirnya. Benar-benar sudah terlanjur basah. Tidak peduli endingnya lagi, aku akan membacanya sampai selesai. Sampai habis. Di halaman terakhir... semua misterinya terjawab di halaman ini. Semua pembaca tanpa pilihan ragu atau enggan pun pada akhirnya akan terseret oleh rasa penasarannya untuk menyelesaikan membacanya. Aku tanpa harus memilih untuk menyelesaikan atau malah berhenti sebelum akhir cerita pun terseret oleh rasa penasaranku. Rasa penasaran lah yang membuatku memilih untukku agar aku mendapatkan jawaban dari akhir ceritanya. Aku terlanjur jauh dibawa rasa ingin tahuku, jadi aku tidak bisa berhenti membacanya sebelum ceritanya habis. Terlanjur sejauh ini, ditambah dengan rasa ingin tahuku yang minta dituntaskan dan memang harus dituntaskan. Tidak perlu berpikir dua kali. Aku sudah kalah dari rasa penasaranku dibandingkan dengan keenggananku menuntaskan membaca ceritanya karena ending yang tidak kusukai dan membuatku ingin berhenti. Nyatanya aku tidak bisa berhenti! Keengganan dari keraguanku ternyata tidak sebesar rasa penasaranku. Aku nekat untuk kecewa jika akhir ceritanya berbeda dari yang aku mau. Aku abaikan saja rasa ragu, enggan dari mauku. Sudah saatnya untuk menyelesaikan membaca. Aku sudah terlanjur penasaran.

Sempat terhenti diawal halaman terakhir. Aku tidak lagi merasa ragu. Tiba di halaman terakhir bak menuju rasa lega. Beban dari rasa penasaran akan segera tersingkirkan.

Pertemuan itu tidak terjadi tiba-tiba tapi terasa mendadak. Kenapa aku yang sangat ingin bertemu dengannya justru tidak siap untuk bertatap muka. Apalagi ketika melihat keadaan harapanku itu. Harapan yang akhirnya aku jumpai lagi setelah begitu lama hilang dariku. Aku melangkah mundur. Aku teramat syok. Aku benar-benar telah melihatnya seutuhnya. Aku menjadi sedih lagi. Sedih sekali. Aku tahu dan baru mengetahui kenyataan yang mengguncang hebat jiwaku. Aku melihatnya. Melihat kenyataan dari diriku di masa lalu. Pantas saja buku aneh, usang itu kutemukan di dalam rumahku sendiri. Pantas saja semua ini terjadi. Karena buku aneh yang usang itu adalah milikku. Ada nama asliku dan banyak sekali foto-fotoku yang membuktikan aku adalah pemilik sekaligus penulis buku itu. Foto-fotoku dari aku masih usia sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, sampai aku menjadi seorang dokter spesialis, ahli bedah. Semua foto-foto masa laluku ada di halaman terakhir. Ternyata aku hilang ingatan. Dan di halaman terakhir lah aku menuliskan kebenarannya. Misteri tentang harapan ku yang hilang dan tersesat itu terjawab di halaman terakhir. Harapan itu tersesat di dasar hatiku. Ia tidak hanya tersesat, tapi ia terjebak. Terjebak hingga tenggelam di dasar hatiku bagaimana bisa ia keluar dari sana. Ia laksana terjatuh ke dalam jurang dan tidak akan pernah bisa keluar tanpa ditemukan. Harapanku sungguh malang!... ia menderita karenaku. Ia pun menderita bersamaku. Aku mengira ia akan terbebas dariku begitu ia pergi meninggalkanku. Tapi tidak lah bebas. Ia tersesat. Tidak hancur tapi ia tidak bisa pergi dan kembali lagi karena ia hanya tersesat di dasar hatiku saja. Kenyataannya ia memang ingin menjauh tapi tidak bisa menjauh. Ia pun tersesat... sebuah harapan yang tersesat. Aku menghembuskan napas dengan perih. Di halaman terakhir aku menulis. Kunci dari misteri ceritaku ada disini. Terbaca dengan pasti oleh seluruh dan segenab diriku. 

Dibalik masa laluku yang indah dan kehidupan ku yang nyaris sempurna. Ada aku yang penuh dengan kesibukan. Ada aku yang diam-diam penuh dengan harapan. Saat itu aku terlalu ragu untuk memilikinya. Jika aku ingin membahagiakan diriku rasanya aku sudah melakukannya. Aku sudah mewujudkan cita-citaku. Aku sudah sukses. Aku telah mendapatkan semua pencapaian-pencapaian yang berhasil aku raih. Bukan kah aku sudah bahagia. Kenapa aku masih saja berpikir untuk membahagiakan diriku. Bukan kah aku sudah bahagia sekarang? Dari dulu aku sudah bahagia. Sudah punya segalanya. Aneh sekali kalau aku masih berharap bahagia. Akhirnya aku meyakinkan diriku untuk memiliki harapan baru. Aku tidak bisa memenuhi harapan ini. Untuk memilikinya saja aku enggan. 

Harapan itu menjadi malang. Sangat malang. Padahal harapan itu sangat baik padaku. Ia ingin aku membahagiakan diriku. Ia satu-satunya yang paling tahu kalau aku sebenarnya tidak pernah, dan belum pernah membahagiakan diriku sendiri, tetapi aku menolaknya. Tidak mau menerimanya menjadi milikku dengan keyakinan aku sudah bahagia. Aku sudah membahagiakan diriku. Dan aku salah besar! Kenyataannya aku tidak bisa membahagiakan diriku sendiri. Bersama keenggananku aku melupakan harapanku sendiri. Selama aku hidup, ternyata aku hanya sibuk mewujudkan harapan-harapan orang lain. Aku terlalu sibuk membahagiakan orang lain. Lalu aku menjadi gagal membahagiakan diriku sendri. Kemudian sebuah kecelakaan merenggut ingatanku. Penyebab lain harapanku tersesat.

Aku menangis sepuasnya. Sebelum akhirnya berlari lagi untuk datang memeluk harapanku yang kutemukan. Semua kerinduan dan penderitaanku berakhir sudah. Semua kesedihanku perlahan-lahan terlepas satu-satu dariku. Beban derita terasa mulai berterbangan meninggalkanku. Tubuhku terasa ringan. Hatiku sudah kembali tenang. Sekarang aku memiliki harapan itu seutuhnya. Aku sangat bahagia.

Bertemu lalu bersama harapan itu lagi adalah kesempatan serta kehidupan baru lagi bagiku. Tugasku adalah mewujudkan harapanku itu. Aku akan membahagiakan diriku sendiri. Meraih keberhasilan sejati untuk hidupku. Aku akan berusaha keras untuk mewujudkannya. Meski aku sudah tidak muda lagi, yakni usiaku tidak akan menjadi penghalang besar bagiku untuk melakukannya. Terus berusaha tanpa henti adalah cara terbaik untuk berhasil membahagiakan diri sendiri. Tidak ada yang tidak mungkin diwujudkan jika manusia mau berusaha. Dan aku selalu berusaha untuk hari ini dan aku yakin suatu saat nanti aku bisa membahagiakan diriku sendiri. 

Terima kasih Tuhan telah mempertemukanku dengan harapanku lagi. Kau sungguh baik telah mau mengembalikannya. Di dalam hidupku. Aku sungguh mencintai Mu dan sangat bersyukur pada Mu. Kau yang Maha Baik, kebaikkan Mu adalah bukti kebesaran mu, di semesta bahkan di dasar jiwa kami.

Aku mulai kembali tersenyum sesudah dibebaskan oleh seluruh kesedihan dan juga penderitaan. Kini harapanku membawaku terbang. Terbang yang tinggi sekali. Menyatukanku dengan hariku dan semangatku. Aku memulai perjalananku. Aku sudah tahu aku akan ke mana dan aku sedang menuju kebahagiaanku. Jangan sampai tersesat! Perjalanan ini adalah perjalanan yang spesial! Gumamku pada harapan dan kami semakin dekat, lagi erat. 

"Kita tidak akan tersesat jika kita tetap bersama! Sejauh apapun perjalanan kita, berdua kita bisa menempuhnya, tanpa harus tersesat... bukan kah kita saling percaya dan sudah saling memiliki?" Harapan bicara padaku. Meyakinkanku. Ia sangat benar. Aku percaya penuh padanya.

"Aku percaya padamu!" Aku tersenyum bahagia. Kini sudah tiba saatnya untuk berangkat. Berawal dari terbang bersama harapan aku memulai perjalananku. Tujuan sudah menanti. Semoga tidak ada lagi harapan yang tersesat. Dan semoga semua harapan bisa kembali kepada pemiliknya. Sebuah harapan yang pernah tersesat... cari, temukan, dan jemput ia agar kembali bersamamu! Harus kau lakukan karena harapan lah yang membuat kita selamanya menuju bahagia.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)