Cerpen
Disukai
1
Dilihat
13,700
SANG IDOLA
Drama

Pagi itu, Alyssa membuka matanya dengan malas dan menggapai ponselnya yang tergeletak di atas meja samping tempat tidurnya. Saat ia melihat layar, sebuah notifikasi dari grup penggemar ASTRO membuat hatinya tercekat. “Moon Bin ASTRO ditemukan meninggal di apartemennya,” begitu bunyi pesan itu.

Alyssa terdiam, matanya menatap layar dengan tidak percaya. Jari-jarinya gemetar saat membuka aplikasi berita untuk memastikan kabar tersebut. “Moon Bin, anggota boyband ASTRO, ditemukan meninggal dunia di apartemennya tadi malam. Polisi masih menyelidiki penyebab kematiannya...” Alyssa tidak bisa melanjutkan membaca. Seolah-olah ada yang menghantam dadanya keras sekali, membuat napasnya sesak.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Moon Bin bukan sekadar idol baginya; dia adalah sumber kebahagiaan, inspirasi, dan semangat. Setiap senyuman, gerakan tari, dan suaranya telah menjadi bagian dari hidup Alyssa selama bertahun-tahun. Dia mengingat momen-momen ketika dia menonton video penampilan ASTRO, bagaimana Moon Bin selalu tampak ceria dan penuh energi, membuat hari-harinya lebih berwarna.

Dengan tangan gemetar, Alyssa membuka galeri foto di ponselnya. Di sana, ia menemukan foto-foto Moon Bin yang diambilnya saat menghadiri konser ASTRO beberapa bulan yang lalu. Senyuman Moon Bin di foto-foto itu terasa begitu hidup, namun kini menjadi kenangan yang menyakitkan.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa dia?” gumam Alyssa sambil memeluk ponselnya erat-erat. Dia merasa begitu hancur dan kehilangan.

Alyssa tahu, kehilangan ini tidak akan mudah dilalui. Namun, dia juga tahu bahwa setiap senyuman, setiap nada yang dinyanyikan Moon Bin, akan selalu menjadi bagian dari hidupnya.

**

Alyssa duduk di sudut kamarnya, matanya merah dan sembab setelah menangis semalaman. Pikiran tentang Moon Bin terus berputar di kepalanya. Di tengah-tengah kenangannya, sebuah ingatan tentang pertengkarannya dengan Alex, kekasihnya, muncul kembali.

Beberapa bulan yang lalu hubungan mereka mengalami masa sulit. Alex tidak pernah benar-benar mengerti kenapa Alyssa begitu menyukai Moon Bin dan ASTRO. Baginya itu hanya hiburan biasa, bukan sesuatu yang harus di prioritaskan di atas segalanya.

Malam itu, Alyssa duduk di sofa berwarna krim, mata terpaku pada layar laptop yang memancarkan cahaya gemerlap dari konser ASTRO yang sedang ia tonton. Di sebelahnya, sebuah poster besar dengan gambar Moonbin menghiasi dinding, dan casing ponselnya dipenuhi dengan stiker ASTRO.

Tiba-tiba, pintu apartemen terbuka dan langkah kaki berat Alex terdengar di lorong. Dia masuk ke ruang tamu dengan ekspresi yang campur aduk antara kekecewaan dan frustrasi saat melihat Alyssa tenggelam dalam dunianya yang baru.

"Alyssa, apa yang sedang kamu lakukan?" desahnya, suaranya mencerminkan ketidaknyamanan yang mendalam.

Alyssa menoleh terkejut, mematikan layar laptopnya dengan cepat. Wajahnya merona, mencoba menyembunyikan kecemasan di balik senyum yang dipaksakan. "Oh, hai sayang," sapanya dengan sedikit gugup. "Aku cuma menonton konser ASTRO, mereka luar biasa malam ini."

Alex mendekati Alyssa dengan langkah berat, menatap sekeliling ruangan yang kini lebih mirip dengan tempat peribadatan Moonbin. "Kamu tahu bagaimana aku merasa tentang ini, Alyssa. Aku pikir kita sudah berbicara tentang batas-batasnya."

Alyssa menggigit bibir bawahnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Alex, aku mengerti perasaanmu. Tapi ASTRO dan Aroha, mereka memberi aku semacam dukungan yang aku rasa hilang."

Alex duduk di seberang Alyssa, mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi. "Aku tidak ingin kita semakin terpisah, Alyssa. Aku merindukan saat-saat kita bisa meluangkan waktu bersama tanpa ada 'Moonbin' di mana-mana."

Alyssa menatap Alex dengan tatapan yang penuh penyesalan. "Aku masih mencintaimu, Alex. ASTRO adalah bagian dari hidupku, tapi bukan yang utama. Kita masih bisa saling mendukung dan memiliki ruang untuk minat masing-masing."

Alex mengangguk perlahan, mencoba memahami sudut pandang Alyssa. "Aku mencintaimu juga, Alyssa," ucapnya dengan lembut. "Aku hanya ingin kita tetap menjadi prioritas satu sama lain, bukan hanya bagi diri kita sendiri."

Keduanya terdiam sejenak, merenungkan kata-kata yang telah mereka bagikan. Alyssa meraih tangan Alex dengan lembut, menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki perbedaan, cinta dan komitmen mereka tetap kuat.

Alyssa menarik napas dalam-dalam, merasa perlu memberikan janji yang bisa menenangkan hati Alex. "Setelah kita menikah, aku akan berhenti dengan semua ini. Aku akan fokus pada kita."

Alex menatap Alyssa, seolah mencari kepastian dalam tatapan matanya. "Janji?"

Alyssa mengangguk dengan tegas, meskipun hatinya tidak sepenuhnya yakin dengan janjinya. "Janji," ucapnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri sebanyak mungkin.

Mereka saling berpelukan, merasa lega bahwa mereka masih memiliki kesempatan untuk saling memahami dan tumbuh bersama. Namun, dalam hati Alyssa, ada keraguan yang mengintai. Bisakah dia benar-benar meninggalkan sesuatu yang telah memberinya begitu banyak kegembiraan dan dukungan?

Alyssa semakin terjerumus dalam kecintaannya pada ASTRO, khususnya Moonbin. Di media sosial, ia mulai mengedit fotonya dengan Moonbin, memanggilnya "suami" dalam setiap postingan. Dia berhati-hati untuk menyembunyikan semua aktivitas ini dari Alex, mengatur privasi akunnya sehingga Alex tidak bisa melihat apa yang dia unggah.

Namun, pada suatu malam minggu, saat mereka berkumpul di apartemen Alyssa, Alex merasa ada sesuatu yang janggal. Dia memutuskan untuk memeriksa ponsel Alyssa ketika Alyssa sedang di dapur. Dengan hati yang berdebar, Alex membuka media sosial Alyssa dan melihat semua unggahan yang disembunyikan darinya.

Alex merasakan amarah yang membara di dadanya. Ketika Alyssa kembali dengan dua gelas teh, dia langsung menghujani Alyssa dengan pertanyaan.

"Alyssa, apa maksudnya ini?" Alex menunjukkan layar ponsel Alyssa yang masih terbuka dengan unggahan foto editan bersama Moonbin.

Alyssa terdiam, wajahnya pucat. "Alex, aku bisa jelaskan..."

"Jelaskan apa?" potong Alex tajam. "Kamu mengedit fotomu dengan pria lain dan memanggilnya suami! Kamu tahu betapa menyakitkannya itu bagiku?"

Alyssa mencoba menjelaskan, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tidak bermaksud menyakitimu. Ini hanya cara untuk bersenang-senang dengan fandomku. Aku tidak pernah berniat serius..."

"Berniat atau tidak, itu tetap menyakitkan!" Alex berteriak, kehilangan kendali atas emosinya. "Kamu berjanji setelah kita menikah, kamu akan berhenti. Tapi sekarang, kamu semakin parah!"

Alyssa terisak, merasa terpojok. "Alex, aku benar-benar mencintaimu. Tapi fandom ini memberi aku kebahagiaan yang aku tidak bisa temukan di tempat lain."

Alex memandang Alyssa dengan tatapan penuh kekecewaan. "Aku merasa tidak cukup untukmu, Alyssa. Setiap kali aku mencoba mendekat, rasanya kamu selalu lebih memilih dunia K-pop ini."

Alyssa terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu Alex benar, tapi dia tidak bisa menyangkal kebahagiaan yang dia rasakan saat berada dalam komunitas Aroha.

"Kalau begini terus, aku tidak tahu apakah kita bisa lanjut," Alex berkata dengan suara bergetar. "Aku tidak bisa bersaing dengan imajinasi."

Alyssa mencoba meraih tangan Alex, namun Alex menarik tangannya dengan cepat. "Alex, jangan bilang begitu. Kita bisa mencari jalan tengah."

Alex menggeleng, menahan air mata. "Aku butuh waktu untuk berpikir, Alyssa. Aku tidak yakin bisa hidup dengan bayangan Moonbin di setiap langkahku."

Dengan berat hati, Alex berbalik dan meninggalkan apartemen Alyssa, meninggalkan Alyssa yang hancur dalam kesedihan dan kebingungan. Dalam keheningan malam itu, Alyssa merenungkan kata-kata Alex, menyadari bahwa dia mungkin kehilangan cinta sejatinya karena obsesinya yang tak terkendali.

**

Beberapa bulan setelah kepergian Moon Bin, Alyssa memutuskan untuk menuangkan semua perasaannya ke dalam sebuah novel. Ia merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk mengenang Moon Bin dan menyembuhkan dirinya sendiri. Novel itu diberi judul "Love Death," sebuah kisah yang terinspirasi dari kehidupan dan pengaruh Moon Bin pada para penggemarnya.

Setiap malam, Alyssa duduk di meja tulisnya, menyalakan lilin kecil, dan mulai menulis. Novel itu tidak hanya menceritakan tentang cinta dan kehilangan, tetapi juga tentang keberanian, harapan, dan bagaimana seseorang bisa terus hidup dalam kenangan orang-orang yang mencintainya.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, akhirnya novel "Love Death" selesai. Alyssa merasa lega dan bangga melihat hasil karyanya. Ia tahu bahwa novel ini bukan hanya tentang Moon Bin, tetapi juga tentang perjalanan dirinya sendiri dalam menemukan kekuatan di tengah duka.

Dengan bantuan teman-teman Aroha dan komunitas penggemar, Alyssa mulai membagikan novel tersebut di beberapa platform online. Setiap bab yang ia unggah mendapatkan respon yang luar biasa dari pembaca. Banyak yang memberikan komentar dan pesan yang mengungkapkan betapa mereka tersentuh oleh kisah tersebut.

Tidak butuh waktu lama bagi "Love Death" untuk mendapatkan perhatian luas. Novel itu menjadi viral di kalangan penggemar Moon Bin dan bahkan menarik minat dari orang-orang yang sebelumnya tidak mengenal ASTRO. Kisah Alyssa yang penuh emosi dan inspiratif berhasil menyentuh hati banyak orang.

Salah satu komentar yang diterima Alyssa berbunyi, "Novel ini membuatku merasa bahwa Moon Bin masih ada di antara kita. Terima kasih telah menulis kisah yang begitu indah dan menginspirasi." Komentar seperti ini menguatkan Alyssa dan memberinya keyakinan bahwa ia telah melakukan sesuatu yang berarti.

Pada suatu malam, Alyssa diundang untuk berbicara dalam sebuah acara virtual yang diadakan oleh komunitas penggemar. Ia merasa gugup, tetapi juga bersemangat untuk berbagi perjalanannya.

"Halo semuanya," Alyssa memulai dengan suara yang sedikit bergetar. "Novel 'Love Death' adalah cara saya untuk merayakan kehidupan dan warisan Moon Bin. Menulis kisah ini membantu saya menemukan kekuatan di tengah kesedihan. Saya berharap, melalui novel ini, kita semua bisa mengenang Moon Bin dengan cinta dan rasa syukur."

Tepuk tangan dan sorakan dari para peserta mengisi layar laptopnya. Alyssa tersenyum, merasa hangat oleh dukungan yang begitu tulus.

Setelah acara, Alyssa duduk di ruang tamunya, memandangi foto Moon Bin yang terpasang di dinding. "Aku harap kau bisa melihat semua ini," katanya pelan, seolah berbicara kepada sang idola. "Kau masih hidup dalam kenangan kami, dalam cinta kami."

Malamnya, Alyssa bermimpi bertemu dengan Moon Bin. Di dalam mimpinya, Alyssa menemukan dirinya berjalan di sepanjang sebuah jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan hijau. Udara sejuk dan nyaman menyelimuti mereka. Moon Bin berdiri di sampingnya, mengenakan pakaian serba putih yang bersih dan sederhana, dengan senyum lembut yang selalu dikenang di bibirnya.

Mereka berjalan berdampingan, meskipun tidak saling bergandengan tangan. Tatapan mereka saling menatap dalam, penuh dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Meskipun tidak ada suara yang terucap di antara mereka, Alyssa merasa seperti mereka bisa saling memahami hanya dengan kehadiran mereka yang ada di sana.

Malam itu, dalam dunia mimpi yang tenang dan damai, Alyssa merasa dekat dengan Moon Bin lebih dari sebelumnya. Mereka berbagi momen yang penuh kedamaian dan pengertian, meskipun hanya dalam diam. Alyssa merasakan kehadiran Moon Bin memberinya ketenangan dan kekuatan, seperti ia sedang memberikan pesan bahwa meskipun ia telah pergi, cintanya dan inspirasinya akan selalu bersamanya.

Ketika Alyssa bangun dari mimpinya, ia merasa hangat di dalam hatinya. Meskipun hanya mimpi, ia merasa seperti ia telah berbicara dengan Moon Bin dalam bahasa hati, di tempat di mana kata-kata tidak lagi penting. Alyssa merasa bahwa Moon Bin akan selalu ada di dalam kenangannya, memberikan kekuatan dan semangat setiap kali ia merindukan kehadirannya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)