Masukan nama pengguna
Aris dan Yeny pasangan pengantin baru yang menikah kemarin. Hari itu mereka melakukan perjalanan bulan madu di sebuah Villa di lereng gunung Lawu. Kedatangan mereka disambut oleh Pak Saribut, penjaga vila yang berusia 50 an tahun. Mereka sengaja berlibur di villa yang jauh dari keramaian agar dapat menikmati masa bulan madu mereka.
"Pak Aris ya?" Sambut Pak Saribut sambil tersenyum ramah.
"Ya, kami akan tinggal di sini selama 5 hari saja," jawab Aris.
"Oh, baiklah saya Saribut penjaga villa ini. Kalau Bapak mau, nanti saya dan isteri saya bisa bantu memasak makanan dan mencuci pakaian," Pak Saribut menawarkan jasanya.
"Oh, tidak usah Pak, saya sudah bawa bahan makanan, lagipula kami ingin menikmati kuliner di daerah ini. Nanti saja jika kami memerlukan bantuan Bapak, kami akan panggil Bapak," Yeny menolak dengan halus tawaran Pak Saribut.
Pak Saribut tersenyum maklum, dia paham namanya pengantin baru pastilah tidak ingin masa bulan madu mereka terganggu dengan kehadiran orang lain.
"Ya sudah, nanti kalau Ibu dan Bapak memerlukan saya tinggal telepon atau sms saja. Rumah saya ada di seberang villa," ujar Pak Saribut sambil menunjuk ke seberang villa.
Aris dan Yeny melihat ke arah yang ditunjuk Pak Saribut. Di seberang jalan terlihat rumah mungil sederhana dengan aneka tanaman sayuran di halaman rumah. Merekapun saling bertukar nomor telepon.
"Bapak masih perlu bantuan saya lagi?" Tanya Pak Saribut.
"Sementara belum lagi, besok saja kalau saya perlu saya telepon Bapak,"kata Aris.
Setelah Pak Saribut pergi, Yeny menghampiri Aris
"Mas, aku ingin melihat-lihat lingkungan villa ini, temani aku ya."
Tak lama kemudian Aris dan Yeny sudah berjalan berkeliling villa. Villa itu tidak besar, hanya ada 2 kamar tidur saja. Halaman Villa itu sangat luas dengan taman yang dipenuhi bunga dan pepohonan yang asri menambah suasana jadi semakin romantis. Wajah Yeny tampak sumringah berjalan sambil bergandengan tangan serasa berada di taman Eden. Di belakang villa itu ada sebuah sungai kecil yang mengalir jernih. Tidak ada pagar pembatas villa, sehingga mereka merasa seperti di alam bebas.
Di sebuah sudut halaman villa, Aris melihat sebuah pohon yang ukurannya tidak terlalu besar. Pohon itu tampaknya sudah mati dan mengering. Jadi hanya menyisakan batang dan ranting kering. Tingginya hanya sekitar 155 cm, tetapi dalam pandangan Aris, bentuk pohon mati itu bagaikan satu sosok wanita. Batang pohonnya berbentuk tubuh wanita, rantingnya seperti tangan dan rambut. Dalam pandangan Aris, pohon itu seperti sosok wanita yang sexy menawan hatinya. Aris berhenti berjalan dan memperhatikan pohon itu dengan seksama. Sedangkan Yeny yang masih terus berjalan mendadak tersadar Aris sudah tidak di sampingnya. Yeny menoleh lalu menghampiri Aris yang sedang berdiri termangu di depan pohon mati yang sudah kering dengan batangnya yang menghitam.
"Mas Aris, lagi ngapain?" Tanya Yeny keheranan.
Aris tak menjawab, pandangannya masih saja tak bisa lepas dari pohon mati di depannya.
Dalam pendengaran Aris, pohon itu seolah berbisik
"Bawalah aku pergi bersamamu."
Bisikan itu terus terngiang-ngiang menabuh gendang telinganya. Hingga sebuah tepukan di bahunya menyadarkannya
"Mas...Mas Aris kamu kenapa?"
Aris tersadar, suara asing itu menghilang.
"Eh, Yang, kamu bikin kaget saja. Coba kamu lihat, pohon mati ini bentuknya unik seperti tubuh wanita," kata Aris.
Yeny mengalihkan pandangannya ke arah pohon, setelah mengamati beberapa saat Yenny menggeleng lalu mencubit pinggang Aris.
"Dasar otak mesum, pohon itu bentuknya seperti wanita tanpa busana, nggak ada nilai keindahannya. Sudah ah, aku mau buat mie instan dulu, lapar," Yenny berbalik meninggalkan Aris yang masih termangu di dekat pohon.
****
Hari telah berganti pagi, Aris terbangun dari tidurnya dan mendapati bahwa Yenny sudah tidak ada lagi di sisinya. Aroma kopi dan roti bakar menyergap indera penciumannya. Aris berjalan dengan malas keluar kamar. Di ruang makan dilihatnya Yenny sedang meletakan sepiring roti bakar di meja makan.
Yenny yersenyum melihat Aris sudah bangun
"Nanti kita jadi ke Candi Sukuh kan?" Yeny meletakan secangkir kopi di depannya.
"Iya jadi, nanti setelah aku mandi kita berangkat."
Setelah makan, Aris ke dapur membawa piring dan cangkir kotor untuk di cuci.
Dari jendela dapur, Aris melihat pohon mati itu. Rantingnya bergoyang memanggilnya datang. Aris tertegun, pohon cantik itu telah memikat hatinya.
Tanpa sadar kaki Aris melangkah keluar dapur menuju halaman belakang.
Aris dapat melihat bagian pohon yang berbentuk wajah seolah tersenyum menyambutnya. Rantingnya kembali bergoyang menyapanya. Tangan Aris meraba bagian pohon yang seperti wajah dan berbisik.
"Halo Cantik, apa kabar?"
Tiba-tiba dalam pandangan Aris, bagian pohon yang berbentuk wajah itu berubah menjadi bayangan wanita yang sangat cantik. Aris terkejut dan menarik tangannya, wajah wanita cantik itu menghilang dan kembali menjadi pohon. Untuk sejenak Aris kebingungan, sebuah suara bisikan wanita kembali bergaung di telinganya
"Bawa aku pergi bersamamu...bawa aku pergi bersamamu."
Aris tertegun, kemudian berbalik kembali ke rumah. Tak lama kemudian dia sudah kembali lagi membawa cangkul dan langsung menggali tanah di sekitar pohon itu. Hanya sebentar dia menggali, akar pohon itu sudah mulai kelihatan. Aris mencabut pohon itu, membawanya ke kran si dekat teras belakang lalu mulai membersihkan batang pohon dan rantingnya.
"Pak Aris, pohonnya kok dicabut?"
Aris menoleh, tampak Pak Saribut berdiri di belakangnya
"Ehhm...ya pohon ini kan sudah mati dan kering, apa saya tidak boleh mengambilnya untuk saya bawa pulang sebagai kenang-kenangan?"
Wajah Pak Saribut tampak berubah
"Sebaiknya Bapak jangan membawa pulang pohon itu."
Mendadak Aris merasa marah karena dilarang membawa pohon mati itu.
"Memangnya kenapa Pak? Ini kan cuma pohon mati, lagian kenapa Bapak tidak membuangnya saja atau menjadikan kayu bakar kalau tidak boleh diambil?" Suara Aris berubah ketus.
Sejenak Pak Aris tampak terkejut melihat reaksi Aris.
"Kalau Bapak bawa pulang, saya takut pohon itu akan membawa petaka."
Aris hanya tertawa dan melanjutkan pekerjaannya membersihkan pohon.
"Hari gini masa masih percaya hal-hal klenik sih?"
Pak Saribut tidak mempedulikan perkataan Aris yang terdengar sengak, dia melanjutkan kata-katanya
"Menurut cerita orang-orang tua, dulunya pohon itu adalah pohon tua yang besar dan rindang. Tahun 1949 setelah kemerdekaan ada seorang gadis gantung diri di pohon itu. Serombongan perampok telah memperkosanya. Setelag itu pohon itu tiba-tiba semakin mengecil menjadi seukuran sekarang ini. Melihat keanehan itu, banyak orang yang kemudian menjadikan pohon ini sebagai sarana sesembahan dan meminta sesuatu kepada pohon itu. Kata mereka pohon kecil itu ada penunggunya seorang wanita cantik. Seorang Ustadz yang tidak ingin melihat kemusyrikan ini terjadi, melakukan sesuatu. Diam-diam dia melubangi akar pohon itu, memasukan racun ke dalamnya sehingga pohon ini lambat laun mati. Setelah itu tidak ada lagi orang yang mengadakan ritual di pohon itu."
"Yah, tapi kan ustadz itu pasti sudah mendoakan pohon ini agar penunggunya tidak mengganggu lagi. Penunggunya pasti sudah kabur karena tidak ada lagi orang yang memberi sesajen. Jadi saya aman-aman saja kan kalau mau membawa pohon ini," tukas Aris.
Pak Saribut menghela nafas lalu berkata
"Yaah sudahlah, saya hanya mengingatkan saja."
Tiba-tiba muncul Yenny di pintu dapur. Yenny sudah berdandan rapi bersiap pergi ke candi Sukuh.
"Lho Mas, kirain sudah mandi, kenapa malah bersih-bersih pohon? Ini sudah siang lo, ayo buruan nanti keburu candinya tutup."
Aris menepuk jidatnya lalu berkata
"Ya ya ya, sebentar aku mau jemur pohon ini dulu."
Wajah Yenny tampak kesal, tapi dia tak peduli, dengan hati-hati dia bawa pohon itu ke tengah halaman. Ketika meletakan pohon di rerumputan, pohon itu berubah lagi menjadi soaok wanita cantik. Wajahnya tampak marah dan matanya menatap Yenny dengan gusar.
"Maaf pohon, itu tadi isteriku. Dia ingin segera pergi melihat candi," bisik Aris.
Usai menjemur pohon, Aris bergegas mandi kemudian berangkat ke candi Sukuh. Entah mengapa sepanjang perjalanan Aris tidak begitu menikmati perjalanan bersama Yenny. Pikirannya hanya tertuju pada pohon itu.
Sepulangnya dari candi Sukuh, Aris buru-buru membawa pohon ke dalam rumah lalu menaruhnya di dalam pot besar yang tadi dibelinya di jalan. Melihat pohon itu dijadikan hiasan di dalam rumah, Yenny langsung protes.
"Mas, buat apa bawa kayu bakar ke dalam rumah? Apa sih bagusnya pohon ini?"
"Pohon ini unik, lihat bentuknya yang seperti tubuh manusia, rantingnya seperti rambut dan tangan. Alam telah memahatnya menjadi karya seni yang indah," ucap Aris sambil matanya tak sedetikpun lepas dari pohon itu.
Pagi harinya, usai membuat kopi dan roti bakar, Yenny kesal karena melihat ada rontokan kotoran di sekitar pohon itu. Dengan kesal Yenny mengambil sapu dan pengki membersihkan kotoran yang tercecer. Baru saja selesai menyapu, terdengar suara ranting bergesek di belakangnya. Pohon itu mengotori lantai lagi. Yenny merasa aneh, tidak ada angin tapi rantingnya bisa bergoyang dan merontokan kotoran di lantai. Kali ini kotorannya bertambah banyak.
Yenny yang kesal karena semenjak ada pohon itu Aris jadi kurang perhatian kepadanya. Tiba-tiba timbul pikiran untuk merusak pohon itu. Tangannya sudah bersiap mengayunkan gagang sapu untuk memukul pohon. Tapi sebuah seruan kaget terdengar di belakangnya
"Yenny...jangan apa yang kau lakukan?!"
Aris yang baru saja bangun tidur muncul dari dalam kamar
"Lihat, pohon itu cuma bikin kotor rumah saja. Tadi sudah kubersihkan tapi rantingnya merontokan kotoran lagi. Sudah ah, kamu bersihkan saja lantainya. Aku capek!"
Yenny melempar sapu ke arah Aris lalu pergi meninggalkan suaminya sendirian. Aris menghela nafas berat memungut sapu lalu mulai menyapu dan bergumam.
"Maafkan isteriku, kamu jangan bikin kotor lagi ya."
Ranting-ranting pohon itu bergerak merunduk sedikit seolah ingin mengamati Aris lebih dekat. Namun Aris tak menyadari gerakan itu karena sibuk membereskan sisa-sisa kotoran.
Usai menyapu, Aris menghampiri Yenny yang masih duduk cemberut di ruang makan.
"Sayang, kamu ini kenapa sih? Kita di sini mau seneng-seneng tapi kamu malah merusak suasana,"Aris mencoba merayu isterinya lalu mengulurkan tangan memegang bahu isterinya.
"Pokoknya aku tidak mau pohon itu di bawa pulang. Sekarang juga kamu bawa keluar pohon itu. Kalau tidak hari ini juga aku mau pulang ke Jakarta!"
Sejenak Aris merasa bimbang lalu berkata
"Ya ya ya nanti sore aku buang pohon itu. Sekarang lebih baik kita makan di luar saja,"Aris memeluk isterinya dari belakang kursi dan mencium pipinya. Diperlakukan seperti itu Yenny mulai tenang, Arispun lega melihat isterinya tidak uring-uringan lagi.
*****
Hari sudah maghrib ketika mereka tiba kembali di villa. Yenny kembali menagih janjinya
"Mas, katanya mau buang pohonnya? Tadi aku lihat masih di belakang," keluh Yenny.
"Oh ya, aku buang ke sungai saja ya," Aris beranjak dari duduknya menuju dapur lalu mengambil parang.
"Craaak...craaak...craaak!"
Terdengar suara orang memotong-motong sesuatu di tepi sungai.
"Sayang, aku sudah selesai," Aris masuk ke kamar sambil tersenyum. Dia kemudian merebahkan diri di ranjang.
"Sekarang kamu senang kan? Pengganggunya sudah pergi."
*****
Keesokan paginya masyarakat desa di sekitar villa terkejut dengan penemuan mayat wanita yang sudah dimutilasi di dalam karung. Ketika ditangkap, Aris sedang duduk di ruang tamu sambil memeluk pohon di pangkuannya dengan pandangan kosong.