Cerpen
Disukai
1
Dilihat
5,758
Obsessed
Thriller

Ron menatap layar komputer dengan tatapan nyalang. Sesekali dia menggoyang-goyangkan tubuhnya sedikit untuk mengikuti kecepatan lagu yang dinyanyikan oleh Jolie dengan mata tertutup. Pria itu kemudian berdiri, lalu membayangkan Jolie memeluk tubuhnya dan siap berdansa.

Ron mengetuk-ngetuk kakinya. Tangan kirinya seakan-akan memegang tangan Jolie. Pria berambut gondrong sedikit berantakan itu menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya sambil tersenyum, seolah-olah mencium bau tubuh Jolie. Di telinganya seperti ada alunan musik yang membuatnya terus bergerak.

“Jolie, aku akan memilikimu seutuhnya. Tolong, jangan tinggalkan aku!” bisik Ron saat membuka matanya. Dia seolah-olah melihat gadis berambut kecokelatan itu sedang berdiri dan berdansa, serta memeluknya.  

Ini bukan pertama kalinya Ron melakukan itu. Sudah satu tahun sejak kehadiran Jolie di dunia seni suara—setelah memenangkan sebuah kompetisi menyanyi—Ron sangat terobsesi dengan idolanya itu. Ron benar-benar sangat ingin memiliki Jolie. Bahkan tembok-tembok, layar komputer, layar ponsel, dan semua sudut rumahnya dipenuhi oleh gambar-gambar dan foto-foto Jolie dengan berbagai pose.

Setelah puas berdansa dengan bayang-bayang Jolie, Ron duduk kembali di depan komputernya. Tangannya memegang mouse dan mengarahkan mouse itu ke sebuah gambar kotak berwarna merah dan segitiga berwarna putih yang berisi video-video tentang Jolie. Di sana, Ron melihat sebuah adegan yang membuat hatinya sangat pedih; Jolie memiliki kekasih! 

Gigi Ron gemeretak dan wajahnya memerah. Diremasnya mouse itu kuat-kuat sampai tanda panah yang ada di layar bergerak tanpa arah. Sejurus kemudian, pria itu berteriak-teriak tanpa henti. Dia mengumpat, mengeluarkan kata-kata binatang dan kutukan-kutukan buruk lainnya, juga menjambak-jambak rambutnya. Amarahnya menyala-nyala seperti api yang membakar langit. Akan tetapi, itu tak berlangsung lama.

Napasnya tersengal-sengal setelah amarah yang mengerikan itu. Sikapnya seketika menjadi sangat dingin hingga sebuah senyum yang mengerikan terbit dari bibirnya.

Kenyataan bahwa idolanya telah memiliki kekasih membuatnya mengambil sebuah pistol yang disimpannya di sebuah laci yang berada di depannya, di meja yang sama dengan komputer itu. Namun, ketakutan seketika menguasainya sehingga dia batal menembak dirinya sendiri. Sebagai gantinya, Ron berencana akan mendatangi konser Jolie yang akan dilaksanakan keesokan harinya di sebuah kota yang hanya berjarak satu jam dari rumahnya.

Sepanjang malam Ron tak berhenti memikirkan konser itu. Dia membayangkan seorang Jolie bernyanyi di hadapannya dengan memakai sepasang pakaian ketat berwarna hitam dan sepatu boot hitam dengan memainkan gitar listrik berwarna biru metalik. Ron tersenyum, dia seperti terbuai dalam angan-angannya sendiri yang makin lama makin liar sehingga sepanjang malam dia takdapat memejamkan matanya.

Ron bangkit. Dia mengambil tas ransel dan memasukkan satu senjata api andalannya, ponsel, dompet, dan dua pasang pakaian yang rencananya akan dipakai untuk menyamar. Hatinya tiba-tiba merasa begitu cemburu ketika mengingat kembali betapa mesra perlakuan seorang pria yang tak dikenalnya terhadap Jolie.

“Jolie, aku akan menemuimu besok. Jika aku tidak bisa memilikimu, orang lain pun tidak boleh memilikimu, Jolie.”

Ron kembali duduk di depan komputernya yang masih menyala. Sepanjang malam dia mencari-cari informasi tentang Jolie dan tempat yang akan ditinggali idolanya itu. Senyum Ron mengembang saat sebuah artikel mengenai konser Jolie muncul di hadapannya. Kini dia tahu di mana dia harus menemukan Jolie.

Jam dinding baru menunjukkan pukul enam pagi waktu Kanada ketika Ron membawa tas ranselnya menuju ke garasi, lalu menyalakan mesin mobil mini countryman-nya menuju ke Whistler Peak Lodge untuk menemui Jolie. Ron melintasi jalanan yang masih lengang sambil mendengarkan lagu Paint It Black milik Rolling Stones. Berkali-kali dia mendengarkan lagu itu sehingga keinginannya untuk menemukan Jolie makin lama makin menjadi-jadi.

Butuh enam puluh menit bagi Ron untuk sampai ke Whistler Peak Lodge. Sesampainya di sana, Ron segera memarkirkan kendaraannya dan memesan sebuah ruangan yang berada di dekat Jolie. Ron berhasil. Ruangannya berada tepat di sebelah ruangan Jolie sehingga dia bisa mendengarkan apa yang akan Jolie lakukan.

Pria itu kemudian melepaskan satu per satu pakaian yang dikenakan, lalu menggantinya dengan sepasang pakaian berwarna merah dengan lambang sebuah perusahaan karangannya. Pakaian itu biasa dipakai oleh kurir untuk mengantarkan makanan. Setelah berganti pakaian, Ron segera beranjak. Tangannya menenteng sekardus pizza yang sudah dibelinya ketika dalam perjalanan.

Setelah menutup pintu apartemen, Ron berjalan sedikit. Kini dia telah berdiri di depan pintu Jolie. Ron mengetuk pintu apartemen Jolie. Takberapa lama, seorang wanita bermata biru dan berpostur sedang membukakannya pintu.

“Selamat pagi. Ini pizza untuk Anda,” ucap Ron denngan ramah.

“Tapi, saya tidak memesan pizza. Mungkin Anda salah alamat.”

“Ini Jolie McRyan, kan?”

“Ya, benar.”

“Mungkin ini pesanan salah satu penggemar untuk Anda, Nona.”

“Ah, begitu rupanya. Terima kasih.”

Ron menyerahkan sekardus pizza untuk Jolie. Setelah itu, dia menundukkan tubuhnya, lalu pamit dan meninggalkan Jolie.

**

Waktu telah menunjukkan pukul empat sore ketika beberapa penggemar telah berkumpul di depan sebuah gedung demi menunggu konser Jolie yang akan dimulai dua jam setelahnya. Bertepatan dengan itu, 911 menerima sebuah laporan tentang kematian sang diva yang jago memainkan tujuh alat musik itu.

Takbutuh waktu lama bagi pihak kepolisian setempat untuk mendatangi apartemen Jolie. Di bagian ruang tamu—tepatnya di sofa—Roland, kekasih Jolie, duduk dengan meremas-remas tangannya. Tepat di depan matanya, Jolie dalam posisi tenggelam di bath up dengan lima belas luka tusukan.

France—seorang detektif—memasuki kamar mandi dan menemukan sebuah kancing baju berwarna merah yang terjatuh di lantai. Pria itu memasukkan kancing yang ditemukannya ke dalam sebuah plastik. Kemudian, dia sedikit bergeser untuk mendekati mayat Jolie. Dilihatnya salah satu dari kuku itu patah. Kuku itu membuat France mengambil sebuah kesimpulan bahwa Jolie sempat melawan.

Mata France menatap nyalang Roland yang masih memberikan kesaksian. Di wajah kekasih Jolie itu terdapat sebuah luka berbentuk garis lurus agak dalam, mirip cakaran. Namun, baru saja France akan melangkah, salah satu polisi menginformasikan telah ditemukan racun pada pizza yang terletak di atas meja.

Atas penemuan bukti-bukti yang ada di TKP serta saksi-saksi yang terlibat, polisi akhirnya menangkap Ron. Awalnya, pihak kepolisian curiga bahwa Jolie meninggal karena keracunan pizza yang dibawa oleh Ron beberapa jam sebelum Roland menemukan mayat Jolie. Namun, semua tuduhan terhadap Ron terpatahkan ketika mereka menemukan sebuah surat yang bertuliskan:

Takbaik jika cinta itu terlalu buta. Kau tidak akan pernah melihat keburukan pasanganmu meski hatimu tahu bahwa ada hal-hal janggal dan aneh yang kau rasakan. – Jolie –

Kini penyelidikan mengarah ke Roland. Pihak forensik mulai memeriksa DNA yang terdapat pada kuku Jolie dan kancing yang ditemukan oleh France di kamar mandi. Hasilnya? DNA itu 99% cocok dengan DNA Roland.

***

 

 

 

 

 

 


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)