Cerpen
Disukai
1
Dilihat
10,361
My Sponsor My Future
Romantis

BAB 1. INSIDEN

  Pagi yang cerah membuat Fifi bersemangat untuk mengais pundi pundi rupiah. Yang ada dalam benak Fifi hanyalah uang, selain uang maka tidak ada yang lebih penting. Dengan motor kesayangannya Fifi pun melaju menuju Idol Shoe, sebuah toko sepatu branded yang menjadi tumpuan Fifi.

Bukan tanpa alasan Fifi bertahan lebih dari lima tahun, gaji yang ditawarkan sangat menggiurkan. Apapun yang terjadi Fifi selalu bertahan karena Karin selalu disisi Fifi.

Pukul tujuh tepat Fifi sudah berada di tempat parkir, setelah memarkirkan motornya Fifi pun berjalan menuju ruang ganti yang berada tepat disamping tempat parkir.

“Fi, tungguin.” Teriakan Karin pun membuat Fifi tersenyum.

“Tumben banget lo datang pagi buta Rin.”

“Ya ampun, biasanya juga jam enam gue udah disini kali Fi.”

“Iya, enam sore baru lo muncul biasanya.” Gurau Fifi sambil menggaet lengan Karin dan berjalan menuju ruang ganti.

Selesai mengganti baju, Karin dan juga Fifi pun menuju toko yang berada di lantai dua. Lantai satu merupakan Salon sekaligus Butik. Selama lima tahun bekerja Fifi tidak pernah tahu siapa pemilik dari Idol Shoe, yang Fifi tahu hanyalah manager dan beberapa staff. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi Fifi, karena yang terpenting adalah mengumpulkan uang sebanyak banyaknya.

Satu per satu staff pun mulai berdatangan, Mbak Ria dan juga Ayu juga sudah berada di toko setelah mengganti baju.

“Selamat pagi semuanya.” Sapa Ria selaku manager dan Ayu yang merupakan Kasir.

“Pagi juga Mbak.” Jawab Karin dan Fifi serempak.

“Oh iya, pagi ini kita kedatangnan tamu penting. Jadi sebisa mungkin kita harus bisa menarik perhatiannya agar bisa menjadi pelanggan tetap di toko kita.”

Semua mengangguk paham akan apa yang di katakan oleh sang Manager. Karin dan juga Fifi pun langsung melakukan tugas masing masing. Fifi menuju gudang untuk melihat stok dan mengambil beberapa sempel sepatu untuk dipajang. 

Karin terlihat tengah sibuk menata beberapa sepatu keluaran terbaru, Mbak Ria selaku manager sedang sibuk didepan komputer miliknya. Sedangkan Ayu sibuk menerima telpon entah dari siapa yang membuat mimik wajahnya berubah.

“Mbak, orangnya sudah datang. Sudah diparkiran.” Ucap Ayu yang membuat semua mata tertuju padanya.

“Ya sudah, ayo semua bersiap. Kalian sudah melakukan hal yang saya minta?”

semua mengangguk pelan. “Rin, emangnya siapa sih yang datang? Kayak presiden aja, pake disambut segala.” Bisik Fifi pelan seraya merapikan kerah baju dan rambutnya.

“Ya emang presiden yang datang.”

Ucapan Karin sontak membuat netra Fifi secara meloncat keluar. “Jangan ngadi ngadi lo. Awas jodoh lo entar jauh.” Sungut Fifi pelan.

Suara langkah kaki perlahan membuyarkan obrolan singkat Karin dan juga Fifi. Semua mata tak luput pada sosok lelaki tampan yang sedang berjalan dengan gagah menuju tempat yang sudah disediakan.

Mbak Ria langsung memberi isyarat pada Karin, dengan cepat Karin pun mengambil sebuah sepatu berwarna coklat tua dan langsung memberikannya pada Asisten pria tampan.

Sang Asisten pun menunduk sambil berbisik dan sang pria pun terlihat mengangguk pelan.

“Saya suka dengan model ini, tapi untuk warnanya tidak.” Ucap pria dengan dingin sehinga membuat semuanya membeku.

Mbak Ria pun dengan tenang sambil tersenyum “Baiklah, jika anda tidak menyukai warna yang kami pilihkan anda bisa melihat pilihan yang lain.” Dengan gerakan cepat Mbak Ria memberi kode kepada Fifi. Secepat kilat Fifi pun melesat dan mendapatkan apa yang di inginkan.

Fifi pun menyerahkan sepatu berwarna hitam sambil tersenyum bak bunga matahari, seketika itu pula sang pria dan juga Fifi saling pandang, pandangan itu membuat Fifi seketika membeku. Dengan cepat Fifi pun segera tersadar dan undur diri dari hadapan sang pria.

“Hufft, gila hampir aja gue serangan jantung.” Ungkap Fifi dalam hati sambil melirik sang pria.

“Bagaimana? Apakah anda suka dengan warna ini?” tanya Mbak Ria setelah melihat seutas senyuman pada wajah sang pria.

Sang pria pun mengangguk perlahan “Oke, saya ambil yang ini.”

“Baiklah, mohon ditunggu.”

Asisten pria tersebut langsung menuju kasir dan memproses pesanan. Selagi menunggu sang pria pun kembali melihat lihat apa saja yang ada sambil bercakap dengan sang Asisten. 

“Karin, lo deh yang kemas soalnya perut gue sakit banget nih. Gue ke toilet dulu ya.” Bisik Fifi dan langsung menghilang dari hadapan Karin. Karin hanya geleng geleng melihat tingkah Fifi.

Selesai mengemas barang pun diserahkan kepada sang pembeli yang tak lain adalah pria tampan. Sang Asisten pun bertanya pada Mbak Ria “Kalau mau pesan sepatu dengan inisial kira kira berapa lama?”

“Itu memakan waktu dua minggu, setelah pesanan kami terima.”

Asisten pun mengangguk dan kembali kepada sang pria, keduanya pun terlibat percakapan serius. Pria tampan pun kembali kepada Mbak Ria.

“Kalau begitu bisa di proses?”

Mbak Ria pun tersenyum dan menyerahkan sebuah tab yang memperlihatkan gambar model dari berbagai sepatu. Sang pria pun tengah serius melihat lihat dan matanya tertuju pada sepatu berbentuk lancip mengkilap.

“Saya pesan yang ini dengan inisial K.” Ujar pria sambil menyodorkan kembali tab pada Mbak Ria. Dengan senyum mengembang Ria pun mengangguk dan langsung memproses pesanan sang pria.

“Atas nama siapa pesanannya?” tanya Ayu yang tengah berada di meja kasir.

“Kevin Pratama.”

Seketika bola mata Ayu pun membulat sempurna setelah mendengar nama Kevin. Ayu pun paham jika Mbak Ria ingin menarik perhatian pria tampan yang diketahui bernama Kevin. Kevin bukanlah orang yang mudah digapai dan juga sanngat terkenal dengan julukan Predator Buaya Darat. Selama ini Ayu hanya mendengar namanya saja dan berbagai rumor yang beredar.

“Baiklah, terima kasih atas kunjungan anda. Semoga sehat selalu.” Ucap Ayu sambil menyerahkan sebuah kertas yang berisikan nota invoice kepada sang Asisten sambil bersedekap tangan dengan senyuman paling manis.

Mbak Ria dan juga Karin pun tersenyum melihat kepergian Kevin. “Oh iya Rin, Fifi mana?”

“Sakit perut Mbak, dari tadi ke toilet nggak tahu nongol nongol.”

“Hmm, kebiasaan Fifi kalau ada tamu penting pasti sakit mulu perutnya, heran Mbak deh Rin, semoga aja nggak ada apa apa dibalik sakit perutnya Fifi.”

Karin pun mengangguk perlahan seolah setuju dengan ucapan sang manager. Ingatan Karin kembali pada beberapa tahun silam ketika Fifi tak sengaja menuangkan kopi panas pada baju sang pelanggan. Sang pelanggan pun meminta ganti rugi dengan harga yang fantastis. Fifi hanya bisa menggigit jari kala mendengar harga tersebut. Dengan berat hati Fifi pun bertanggung jawab dengan mengganti kerugian yang Ia sebabkan.

Karin hanya bisa tersenyum sambil geleng geleng kepala.

Kevin dan juga sang Asisten pun sedang berada di lift yang hendak menuju parkiran. Ketika pintu lift terbuka kedua bola mata Kevin pun ingin melompat keluar lantaran tangan Fifi keseleo saat hendak menutup tutupan botol cairan pemutih. Dan terlepaslah cairan tersebut mengenai jas Kevin.

Seketika itu pula Kevin diam mematung dan memandang sang Asisten “Adi, bawa saya ke toilet sekarang juga dan jangan lupa bawakan saya baju ganti.” Peinta Kevin dengan nada dingin. Adi pun segera menjalankan perintah sang Bos dan berlalu dari hadapan Kevin. 

Fifi pun dengan cepat menghampiri Kevin dan ingin membantu tapi langsung ditepis dengan cepat tanga Fifi. “Singkirkan tanganmu sekarang juga jika ingin hidupmu kacau.” Kevin memberi ultimatum dengan keras hingga benar benar membuat Fifi tercenang dengan ucapan Kevin.

“Saya benar benar minta maaf. Saya akan bertanggung jawab.” Ucap Fifi dengan memelas seraya menatap jas yang tengah dikenakan oleh Kevin sudah berubah warna.

Kevin dengan santai pun melepas jas yang tengah Ia kenakan dan menatap Fifi “Tanggung jawab seperti apa? Mau ganti rugi?”

Umpat Fifi dalam hati “Mampus, kalau ganti kira kira berapa ya? Mana ni jas keliatan mehong banget lagi. Apes banget sih nasib gue.”

“Bos silahkan.” Adi sang Asisten pun menghampiri Kevin dengan setelan jas baru di tangannya dan tersenyum menatap Fifi yang tengah melamun.

***  

BAB 2. GANTI RUGI

Kaki Fifi serasa seperti jeli kala mendengar nominal yang disebutkan oleh Adi sang Asisten. Mbak Ria pun tersenyum kecut menatap Fifi dan Karin bergantian. Bibirnya kelu, badannya serasa dingin membeku. Kevin dengan tenang menatap Fifi yang kini tengah tak bernyawa.

“Jadi bagaimana dengan pertanggung jawaban yang kamu katakan tadi?” Kevin bertanya kepada Fifi.

Dengan mantap Fifi menjawab “Oke, aku sanggup.”

Kevin pun merasa tertantang dengan ucapan Fifi, semua mata pun tertuju padanya seolah meminta penjelasan karna ucapannya barusan membuat semuanya bingung termasuk Karin.

“Waoow, saya suka dengan wanita yang penuh percaya diri seperti kamu.”

“Apees, ni mulut emang nggak bisa kompromi sama hati.” Gerutu Fifi dalam hati menyesali perkataannya barusan.

Fifi kemudian hanya tersenyum “Terima kasih banyak Pak.”

“Oke, sudah fix saya tunggu kamu di kantor saya.” Kevin pun bangkit dan diikuti oleh Adi langsung pergi meninggalkan Idol Shoe.

Setelah kepergian Kevin, Fifi pun luruh bagai gula yang meleleh di atas lantai. Mbak Ria, Karin serta Ayu pun membantu Fifi bangkit dan mendudukkannya di kursi.

“Gue salut sama lo Fi, luar biasa banget lo bisa bertanggung jawab.” Ungkap Karin yang masih tak percaya dengan insiden yang menimpa Kevin.

Mbak Ria serta Ayu pun mengangguk setuju, “Kenapa sih Fi, setiap kali tamu penting datang, kamu pasti ketiban sial mulu. Heran Mbak sama kamu.” 

Karin mengangguk setuju “Jangan jangan lo puya kutukan lagi.”

Fifi dengan wajah memelas pun rasanya ingin merespon tapi tak ada sisa tenaga. Fifi pun mengabaikan rasa penasaran yang kini tengah bergelayut dalam benak Karin maupun Mbak Ria. Karin pun beranjak meninggalkan Fifi sendiri begitupun dengan Mbak Ria. Lantaran tidak ada yang bisa memberikan solusi selain membantu dengan doa dan harapan semoga Fifi bisa menyelesaikan masalahnya seperti dahulu kala.

Karin sedang sibuk dengan benda pipih ditangannya terlihat sangat serius hingga tidak menyadari kehadiran Fifi yang kini tengah menatapnya curiga lantaran seperti ada yang disembunyikan oleh Karin. Fifi berdehem hingga membuat Karin terperanjat kaget dengan kehadiran Fifi.

“Ah lo ngagetin aja, dari tadi lo?”

“Nggak, baru juga datanng kok. Kenapa kayak ngeliat hantu aja lo Rin.”

Karin menggeleng cepat dan menaruh ponselnya dalam saku celana.

“Lo baru datang atau udah dari tadi?” tanya Karin ulang sambil menatap wajah Fifi yang bingung.

Fifi pun bingung dengan pertanyaan Karin “Emang kenapa sih?”

“Nggak tanya doang, siapa tahu lo udah dari tadi tapi ngakunya barusan.”

“Pusing gue Rin, yuk temani gue makan.” Ajak Fifi langsung menyeret Karin pergi. 

Sesampainya di warteg langganan Fifi, Karin langsung memesan menu favorit keduanya soto ayam. Fifi hanya termenung memikirkan nasibnya, ganti rugi yang menelan hampir setengah dari tabungannya. Memikirkan uang yang hilang dalam sekejap membuat Fifi hanya bisa menggigit jari. Karin yang melihat tingkah Fifi pun hanya tersenyum.

“Jangan pernah senyum kek begitu didepan gue.” Semprot Fifi kala melihat senyum manis di wajah Karin.

“Opps, sorry sorry, lagian muka lo udah kayak kerupuk melempem aja.”

Pesanan pun datang dan langsung dilahap oleh keduanya. Sesekali Karin menatap wajah Fifi, Fifi yang tengah asyik dengan soto ayamnya pun tak menhiraukan sekitar termasuk Karin.

“Kenapa lo liatin gue mulu?” tanya Fifi yang kini mengangkat wajahnya menatap Karin.

“Sedih amat lo.”

“Santai aja, oh iya hari kamis ini lo mau kemana?”

“Emang kenapa lo tanya Fi? Tumben banget lo.”

“Temanin gue, gue mau ketemu sama Kevin, soal ganti rugi itu.”

Karin pun mengangguk paham “Ketemu dimana?”

“Di kantornya.”

“Emang jam berapa lo mau ketemu?”

“Katanya sih habis pulang kantor Rin, makanya gue ngajak lo biar sekalian nebeng.”

Karin pun menggeleng pelan seraya tertawa “Kebiasaan lo.”

Karin dan juga Fifi pun telah menyelesaikan makan siang dan kembali menuju Idol Shoe untuk bekerja. Hari ini berjalan seperti biasanya, Fifi dan Karin sibuk melayani beberapa pelanggan yang tengah memilih beberapa sepatu. Keadaan semakin ramai membuat Karin serta Fifi pun kewalahan sehingga Ayu pun turut membantu melayani beberapa pelanggan, sedangkan Mbak Ria langsung menuju meja kasir menggantikan Ayu. Situasi semacam ini sering terjadi, sehingga membuat semua kewalahan terkadang terbersit dalam benak Mbak Ria ingin merekrut pekerja paruh waktu agar pekerjaan mereka lebih ringan.

Keadaan kembali sepi kala para pelanggan meninggalkan Idol Shoe. Fifi yanng sudah memberitahu Mbak Ria pun pamit pulang bersamaan dengan Karin. Mbak Ria serta Ayu pun memberi semangat. 

Mobil yang dikendarai oleh Karin pun melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Ibukota, Karin lebih memilih jalan pintas karena lebih menghemat waktu. Selang beberapa menit Mobil pun sampai di sebuah gedung megah. Karin pun memarkirkan mobilnya dan langsung turun diikuti oleh Fifi. 

Degup jantung Fifi bertabuh bagai denderang pecah, keringat seketika mengucur membuat Karin merasa heran. Karin pun menarik tangan Fifi dan menatapnya tajam “Lo bukan mau ke kandang harimau, jadi nggak usah lo keringatan segala. Lo nggak dimakan.” Ujar Karin tegas.

Baru kali ini Ia melihat Fifi berbeda dari biasanya, entah apa yang sedang di pikirkan oleh sang sahabat. 

Fifi menarik napas panjang kemudian menghembuskan perlahan, Ia menatap gawainya, membaca pesan masuk dari Adi sang Asisten. Kevin sedang menunggunya di ruang kerjanya. Berkali kali Fifi menghela napas hingga membuat Karin risih.

“Fi, lama lama gue kehabisan napas gegara helaan napas lo yang kesekian kalinya tau.” Semprot Karin gusar.

“Sorry Rin, lagian baru kali ini gue gugup begini, kayak mau masuk zona berbahaya aja.”

Karin menggeleng pelan kala menatap Fifi. “Gue tunggu di luar yah, gue mau ke toilet dulu. Ingat jangan gugup. Kevin ngerasa menang kalau lo mengap mangap.”

Fifi pun mengangguk dan langsung menuju lift, dentingan lift pun berbunyi dan Fifi masuk dengan menekan tombol tujuannya. Dalam lift Fifi merapalkan segala macam doa agar Ia bisa menghadapi lelaki seperti Kevin. Bunyi lift pun menyadarkan Fifi dan Ia pun keluar dengan percaya diri. Adi sudah menunggunya didepan ruangan Kevin. Setelah mempersilahkan Fifi masuk Adi pun menghilang dari depan ruangan Kevin.

Kevin tengah sibuk didepan layar komputernya dan hanya menjawab seadanya kala Fifi masuk. Fifi pun dipersilahkan duduk, Fifi memandang sekeliling ruangan Kevin yang terlihat lebih klasik, pandangannya terpaku pada sebuah lukisan alam yang tergantung di dinding.

Selesai dengan pekerjaannya Kevin pun beranjak menuju sofa yang mana Fifi sedang duduk melamun. Kevin menatap Fifi dalam seakan terpana melihat sisi lain dari wanita yang penuh percaya diri.

Kevin pun berdehem membuat Fifi terperanjat dari lamunannya. Kevin menyerahkan selembar kertas yang sudah bermaterei dan mempersilahkan Fifi membacanya.

“Jadi bagaimana?” Kevin pun menatap Fifi lekat.

Fifi masih mencerna setiap kata yang tertera pada kertas tersebut, dan betapa terkejutnya Ia membaca baris terakhir dan menatap tajam ke arah Kevin yang malah tersenyum menatap kembali Fifi yang terlihat menahan emosinya.

“Saya bayar lunas tanpa cicilan dan juga akan menanggung semua biaya tambahan bila perlu. Saya akan bertanggung jawab mengganti semua kerugian yang saya perbuat.” Rasa gugup Fifi menguar entah kemana setelah membaca perjanjian konyol yang diserahkan oleh Kevin.

“Ni cewek boleh juga, dia nggak termakan umpan gue.” Ujar kevin dalam hati seraya menatap Fifi lekat. “Memangnya kamu punya uang segitu banyaknya, biayanya tidak sedikit.” Nada bicara kevin pun serasa meremehkan Fifi.

Fifi pun rasanya ingin tertawa mendengar ucapan Kevin yang Ia anggap sinting “Saya punya uang, sekalipun saya tidak punya uang pun saya tidak akan menjadi cewek yang bergelantungan pada pria seperti anda.”

Kevin langsung bertepuk tangan kala mendengar ucapan Fifi, Ia pun bangkit dan memandang Fifi “Cewek kayak lo berani juga ya.” Kevin mengeraskan rahangnya menahan amarah. 

Hati Fifi memanas mendengar ucapan Kevin “Memangnya cewek kayak gue kenapa? Cuma bisa jadi cewek pelampiasan para pria hidung belang yang bayak duit kayak lo.” Fifi pun bangkit dang segera melangkah keluar ruangan tetapi langsung ditahan oleh Kevin “Lo berani sama gue?” tantang Kevin yang tidak terima Fifi menantangnya. 

Fifi pun menepis tangan Kevin “Memangnya Lo itu siapa yang harus gue takuti. Lo juga manusia kayak gue, sama sama makan nasi jadi gue nggak takut sama lo dan satu lagi untuk semua kerugiannya gue ganti secara kontan.” Fifi pun melenggang pergi meninggalkan Kevin yanng masih terpaku dengan tingkah Fifi.

Baru kali ini ada cewek yang menantangnya dengan berani. Selama ini semua cewek hampir bertekuk lutut jika Kevin menawarkan sejumlah uang tidak ada satu cewek pun yang berani menolaknya.

Kevin pun menyeringai bahwa ia akan mendapat mangsa baru yang empuk. Kevin pun meraih ponselnya dan mendial nomor yang tertera pada kontaknya.

Emosi Fifi sudah berada di ubun ubun siap menguar ke udara, Fifi pun melangkah menuju toilet untuk membasuk wajahnya, Ia ingin mendinginkan hatinya yang sedang berkobar api.

“Emangnya gue cewek apaan? Sinting tu cowok emang.” Gumam Fifi sambil membasuh wajahnya dan menatap cermin.

***

 BAB 3. PERTEMUAN

Fifi berjalan sambil melihat ke kiri dan kanan tapi tak menemukan Karin, Fifi pun mencoba menghubungi Karin, nomornya sibuk. Fifi pun berjalan menuju lobi dan terus menghubungi Karin tapi nihil, nomornya sedang sibuk.

“Lagi telponan ama siapa sih Karin?” gumam Fifi pelan, otak Fifi pun bagaikan kaset kembali memutar beberapa memori yang masih tersimpan rapi dalam album kenangannya. Pertemuannya dengan Karin adalah salah satu keajaiban terbesar dalam hidupnya setelah bertemu dengan Karin hidupnya bagai mimpi. 

Satu hal yang tersimpan rapi dalam hatinya adalah malaikat tanpa sayap yang selalu senantiasa berada di sisinya kala ia membutuhkan bantuan. Malaikat itulah yang menjadi salah satu alasan Fifi tetap bertahan dari apapun juga. Ia percaya bahwa malaikat itu ada dan nyatanya memang ada.

Tepukan pelan pada pundak Fifi membuyarkan lamunannya dan menoleh ternyata Karin yang sudah berdiri disampingnya “Lamunin apa lo?”

“Ada deh, mau tahu aja lo.”

“Jadi gimana pertemuan lo sama Kevin?” tanya Karin yang langsung mengambil tempat duduk disamping Fifi. 

“Emang saraf tuh bocah, gila aja ngasih persyaratan yang nggak masuk akal.”

Karin pun terkejut bukan lantaran emosi Fifi melainkan ucapan Fifi yang nggak pernah disaring terlebih dahulu kala sudah berada diluar pekerjaan. Jika dalam ranah pekerjaan Fifi sangat profesional.

Karin hanya menggeleng pelan “Emangnya dia kasih persyaratan apa sih?”

“Gue nggak nyangka sama jalan pikirannya, dia pikir gue wanita murahan yang seenak jidat mandang uang adalah segalanya, gue akui emang gue mata duitan tapi nggak murahan juga kali.” Dengus Fifi kesal.

“Emang lo nggak tahu siapa Kevin?” tanya Karin penasaran.

Fifi menggeleng pelan “Gue nggak punya waktu untuk mencari tahu siapa itu Kevin dan Time is Money.”

Karin pun menghela napas perlahan kemudian menggandeng lengan Fifi berjalan menuju parkiran, bersamaan dengan keduanya pun terlihat Kevin masuk kedalam mobil tanpa menghiraukan Fifi dan juga Karin yang masuk bersamaan kedalam mobil. 

---------- 

“Adi bagaimana sudah dapat?” pertanyaan Kevin membuyarkan keheningan yang terjadi selama perjalanan dari kantor.

“Sudah Bos, dia tinggal Griya Uniq. Memiliki seorang adik laki laki bernama Buya yang berkerja dibawah naungan Yayasan Green Garden dan merangkap sopir pribadi dari Arial Bimasena dan juga sudah berkerja selama lima tahun. Setelah bekerja di Idol Shoe kehidupannya berubah total dan mulai tinggal di Griya Uniq.” Adi memaparkan apa saja yang menjadi poin penting dari pencariannya dan membuat Kevin tampak serius dengan ucapannya.

“Baiklah kalau begitu, game start.” Ucap lirih sambil tersenyum kala mengingat bahwa Fifi telah menantang orang yang salah.

“Bos tidak jatuh hati pada wanita tersebut bukan?” ucapan yang spontan membuat Kevin memberikan pelototan tajam ke arah sang asisten yang terkadang suka kelewatan jika berkata. 

“Adi, apa kamu salah minum obat setelah bertemu dengan wanita tadi?”

“Tidak Bos.” Terkadang Adi tidak mengerti dengan jalan pikiran sang Bos, tapi dilihat dari gelagatnya seperti dugaan Adi jikalau Kevin sudah mulai menaruh hati pada wanita yang bernama Fifi karna Adi bukan mengenal Kevin kemarin sore.

“Jauhkan semua dugaan dalam otakmu Adi, karna aku tidak akan jatuh hati pada wanita bernama Fifi.” Kevin dengan tegas memperingatkan tapi hanya dibalas senyuman oleh Adi. 

----------

Mobil yang dikendarai oleh Karin sudah memasuki halaman rumah yang telihat asri serta hijau, Karin pun mematikan mesin dan keluar dari dalam mobil diikuti Fifi yang memandang heran dengan tingkah sahabatnya. Ada yang salah setelah kembali dari kantor Kevin. Ia pun ingin bertanya tapi ia urungkan terlebih dahulu niatnya lantaran Karin sudah melangkah masuk dengan langkah gontai.

Fifi pun merasa lelah dengan serangkaian kejadian hari ini dan memilih untuk beristirahat. Sepertinya waktu untuk istirahat belum berpihak padanya lantaran sang lelaki yang suka menyita waktu istirahatnya pun telah nampak.

“Tumben pulang jam segini?” sapanya kala melihat Karin dan juga Fifi tengah menghempaskan tubuhnya pada sofa bed yang berada diruang TV.

Tanpa menjawab pertanyaan sang lelaki, Fifi pun kembali bertanya “Tumben juga jam segini sudah ada dirumah.” 

“Besok libuuur.”

Karin langsung menatap sang lelaki yang tersenyum seolah mengerti akan maksud tatapan dari Karin.

“Big Bos sedang ingin sendiri.” jawab sang lelaki yang masih menatap Karin kemudian beranjak ke dapur. Fifi yang bingung pun bertanya pada Karin maksud dari sang lelaki yang tak lain adalah sang Adik. 

“Eh Buaya, mumpung besok libur lo harus antar gue ke kantor.”

“Gue mau tidur.”

“Terus lo ngapain tidur disini? Biasanya juga lo nggak pulang?”

“Berisik banget si ni Nenek peot, dih emangnya ini rumah lo.”

“Apa lo bilang? Nenek peot, eh Buaya buntung gue nggak mau tahu pokoknya besok lo harus antar gue ke kantor.” 

Adu mulut antara Kakak beradik yang tak habis membuat Karin hanya menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan, sudah menjadi makanan sehari hari Karin melihat percekcokan antara Fifi dan juga Buya. Keduanya akan terlibat adu mulut yang berakhir pada adu jotos. 

“Ya udah besok lo ama gue aja kali Fi.” Ucap Karin yang merasa tenaganya terkuras habis, padahal yang bertengkar Fifi.

“Noh, ada yang ngasih tumpangan tu.” Teriak Buya dari dapur yang langsung mendapat semprotan dari Fifi.

“Emang lo bangun jam berapa Ibu?” tanya Fifi yang memang merasa penasaran lantaran setiap kali dirinya berangkat Karin belum juga menampakkan batang hidungnya. 

“Lo aja yang bangunnya tengah malam, dasar kelelawar siang.” Imbuh Karin yang langsung disambut tawa oleh Buya.

“Lo nggak pulang emang?”

“Lo ngusir gue Fi?”

Fifi dengan cepat menggeleng “Bukan ngusir tapi nggak ada yang nyariin lo ya? Biasanya lo baru aja duduk udah ditelepon. Tumben banget bodyguard lo nggak nyariin.”

“Gue udah bilang, gue nginap dirumah lo.”

Fifi pun mengangguk tanda paham. “Makan dulu baru mandi terus tidur.” Ujar Fifi yang sudah menuju dapur di ikuti Karin. 

Pagi ini terasa berbeda lantaran Fifi berangkat bersama Karin, aroma roti bakar mnyeruak kala Fifi berjalan ke arah dapur, ternyata sang Adik yang tengah berkutat di dapur menyiapkan sarapan.

“Duh so sweet banget si ni Buaya, gue jadi iri deh sama calon istri lo nanti.” Seru Fifi yang sudah duduk manis menghadap sang Adik, Buya menoleh sekilas dan memutar bola matanya malas mendengar ucapan sang Kakak yang terlalu dramatis.

“Kok gue nggak lihat si Karin?”

“Lo tuh ya, sopan dikit napa? Karin itu bukan temen lo, pake “Kakak napa?”

“Dih Karin itu Cuma beda berapa bulan doang sama gue, lo itu yang ketuaan.”

Malas berdebat pagi ini lantaran membuat moodnya bisa berubah, Fifi pun tak menggubris dan langsung melahap sarapan yang baru saja di hidangkan oleh sang Adik.

Suara klakson membuat Fifi bergegas keluar setelah menyelesaikan sarapannya dan di antar oleh Buya menuju depan rumah yang ternyata Karin sudah menunggunya.

“Hati hati lo dijalan dan ingat jangan bikin masalah ya.” Ujar Buya yang memberi perhatian layaknya induk ayam yang akan melepaskan anaknya untuk pergi.

Fifi pun memberikan senyuman manisnya kepada sang Adik, biar bagaimanapun juga mereka berdua saling menjaga walaupun sering adu mulut tapi tak sampai dihati. Itulah yang membuat Fifi serta Buya saling melengkapi dan menyayangi satu sama lainnya. 

Buya melambaikan tangannya kepada Karin dan juga Fifi sambil tersenyum menatap kepergian kedua orang yang sangat ia sayangi. Setelah mengantar kepergian Fifi, Buya pun kembali ke dalam rumah dan menuju ke alam mimpi karena hari ini hari liburnya maka Ia akan menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk tidur.

----------

Seperti biasa Karin dan juga Fifi sudah melakukan tugasnya masing masing. Mbak Ria selaku manager pun datang menghampir Fifi dan juga Karin.

“Hari ini akan ada kunjungan dadakan, karena Salon dan juga Idol Shoe dibawah satu naungan maka dari itu bisa saja kita juga mendapat kunjungan, tapi entah masuk dalam daftar atau tidak tapi setidaknya kita harus menyiapkan dan memberikan yang terbaik.”

Fifi mengerutkan keningnya pertanda heran “Kunjungan dadakan Mbak? Dalam rangka apa ya Mbak?”

Mbak Ria pun menjelaskan bahwa kunjungan dadakan seperti ini biasanya dilakukan hanya untuk melihat bagaimana kinerja para karyawan dan kepuasan pelanggan.

Fifi pun mengangguk pelan dan berusaha mencerna ucapan Mbak Ria “Rin, kalau kunjungan dadakan begini siapa yang datang?”

“Biasanya sih kalau nggak yang punya yang mewakili.”

“Emangnya ini punya siapa?”

Karin pun mengangkat bahunya enteng dan tersenyum “Nggak tahu sayang.” 

Karena rasa penasaran Fifi pun menuju meja Mbak Ria dan berbisik “Mbak, emang yang punya ini siapa Mbak?”

Mbak Ria pun tersenyum “Yang pasti oranglah Fi.”

Ucapan Mbak Ria sontak membuat Ayu yang sedang berada di dekat pun tertawa terbahak bahak, Karin pun geleng geleng melihat Fifi dan juga Mbak Ria.

Karin, Fifi dan juga Ayu pun kembali melakukan pekerjaan masing masing dan tak terasa waktu kunjungan yang dibicarakan pun tiba, sang pemilik langsung menuju Salon dan juga Butik yang berada dilantai satu, salah satu staff yang berada di lantai bawah pun memberitahu Mbak Ria. 

Selesai melakukan pengecekan di lantai satu, sang pemilik pun beranjak menuju lantai dua tempat Fifi dan juga Karin berada. Semua berada dalam posisi siaga menyambut sang pemilik. Fifi yang baru pertama kali bertemu pun merapikan beberapa helai anak rambut yang terurai dan melatih otot wajah dan tersenyum. 

Langkah kaki terdengarpasti sedang menuju lantai dua menggunakan tangga, rasa gugup pun menghampiri Fifi, mungkin karena ini pertama kali. Fifi pun tertunduk dan mengangkat wajahnya kala suara bariton terdengar menyapa.

Mbak Ria pun menyambut dan langsung berjabat tangan sambil tersenyum. Fifi langsung terhipnotis kala melihat sang pemilik dari tempat kerjanya, bagaimana tidak terpesona kala menatap pahatan dewa yunani yang sedang berada dalam pandangannya.

Pertemuan pertama membuat Fifi terkesan dengan dengan wajahnya semakin lama menatap Fifi seolah tersadar bahwa wajahnya terasa tidak asing, Fifi pun berpikir dimana ia melihat iris netra coklat yang begitu menenangkan hatinya.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)