Cerpen
Disukai
0
Dilihat
7,033
LUKA
Romantis

Menurut orang lain, tempat ternyaman adalah rumah.

Lain halnya dengan Suci, tempat yang seharusnya menjadikan kenyamanan untuk seorang anak, malah menjadi neraka, memberikan luka fisik juga luka batin.

Jika saja bisa memilih, Suci tidak ingin dilahirkan, dia memilih mati saja di dalam kandungan. Sedari kecil Suci tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, mereka ada di dalam rumah yang sama, namun keberadaan mereka seakan tidak terlihat. Saat masih bayi pun, Suci di urus oleh Baby Sitter sampai umurnya menginjak 8 tahun. Setelah berumur 8 tahun, Suci di tuntut menjadi mandiri dan dewasa. 

Di saat anak-anak seusia nya bermain, Suci harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Orang tuanya pun tidak pernah memperhatikan dirinya, seakan Suci hanyalah orang asing yang menumpang hidup. Setiap orang tua nya pulang, mereka akan saling memaki, bahkan tak segan melempar barang.

Orang tua Suci memang tidak pernah akur, keduanya menikah karena Perjodohan dan di tuntut memiliki anak untuk meneruskan keturunan. Yang Suci dengar, Ayahnya sudah menikahi wanita lain dan Ibunya menggaet suami orang. Kedua orang tuanya selalu saling menyalahkan, apalagi setelah kehadiran Suci, mereka seperti membenci kehadiran anak kecil yang tidak tahu apa-apa. 

Suci bak patung yang di beri nyawa, hanya menurut tanpa membantah, pun tidak pernah ada ekspresi apa pun di wajah cantiknya. Saat memasuki SMA, Suci menutup diri dan tidak mau bersosialisasi. Dia merasa sangat tidak pantas berada di dekat siapa pun, apalagi jika mereka mengetahui kehidupan aslinya. 

"Si Suci namanya doang yang Suci, ternyata Mamanya Pelakor, Bapaknya punya Istri baru" Celetukan itu terjadi saat SMP, di mana awalnya Suci memiliki teman bernama Nara, Suci yang nyaman berteman dengan Nara menceritakan semua hal di keluarganya kepada Nara, karena Suci merasa Nara adalah orang yang dapat di percaya. Namun ternyata Nara tidak sebaik yang Suci kira, Nara menceritakan aib Suci di depan Kelas dengan suaranya yang lantang. Mulai saat itu, olokan dan hinaan datang bukan hanya dari Teman-teman sekelasnya, tapi juga dari Kelas lain, bahkan ada juga Guru yang terang-terangan menyindir Suci. Setelah kejadian itu, Suci tidak ingin memiliki Teman lagi. 

Sendiri memang membuat sepi, tapi Suci sudah terbiasa. Menurut orang-orang, Suci adalah manusia aneh, spesies langka yang tidak ingin mereka ajak berteman. 

Saat istirahat di SMA, Suci akan pergi ke Perpustakaan, tempat paling sepi di Sekolahnya. Suci akan duduk di pojokan dengan sebuah Novel yang ia baca, juga headset yang terpasang di kedua telinga. Satu bulan dengan rutinitas yang sama, Suci merasa terganggu dengan orang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya bahkan tanpa permisi.

"Gue Ardi, lo Suci 'kan?"

Saat itu Suci hanya menatap Ardi tanpa ekspresi, dia merasa tidak mengenal manusia di depannya, kenapa Ardi malah sok akrab dan tahu namanya. 

"Ngga bosan setiap istirahat di Perpustakaan terus?" Tanya Ardi lagi saat tidak mendapat jawaban dari Suci. Tanpa menghiraukan atau menjawab pertanyaan Ardi, Suci kembali membaca buku. 

"Suci, setiap manusia itu saling membutuhkan, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Orang yang meninggal pun di bantu Tetangga-tetangganya" Ucap Ardi yang membuat Suci menutup Novelnya. 

"Kamu berisik" Dua kata dengan nada datar itu membuat Ardi tersenyum. 

"Bersosialisasi itu penting, apalagi saat memiliki Teman-teman, lo akan di ajak jalan-jalan, saling curhat, menginap bareng, dan masih banyak hal lainnya"

Suci tersenyum sinis mendengar ucapan Ardi, "Apa yang kamu bicarakan itu sama sekali ngga sesuai dengan fakta, karena nyatanya orang-orang terdekat lah yang paling menyakiti"

Setelah membuat Ardi tertegun dengan ucapannya, Suci buru-buru pergi ke Kelas karena bel masuk akan berbunyi. Sedangkan tidak butuh waktu yang lama untuk Ardi mengartikan maksud dari perkataan Suci. Ibu Ardi adalah seorang Psikolog, dan sedari kecil Ardi di ajari hal-hal mengenai kesehatan mental seseorang, oleh sebab itu dia merasa harus mendekati Suci. 

Setelahnya, Ardi bahkan hampir setiap hari akan ke Perpustakaan menemui Suci dan membuat gadis itu merasa risih. Gosip hangat mengenai mereka langsung menyebar begitu saja saat seorang Siswi datang ke Perpustakaan dan melihat Ardi duduk berdampingan dengan Suci. Untuk menghindari Ardi, Suci sampai bersembunyi di Toilet saat jam istirahat.

---

Di rumah Suci, tidak pernah ada kehangatan, hanya ada rasa dingin yang menusuk ke tulang. 

"KAMU CERAIKAN SAJA AKU MAS, LAGI PULA BUKANNYA KAMU SENANG BISA MENIKAH DENGAN WANITA ITU!" Suara Ibunya menyambut Suci yang baru pulang Sekolah. 

"KAMU GILA! APA KATA ORANG-ORANG KALAU AKU SUDAH MENIKAH LAGI? APALAGI IBU BELUM MEMBERIKAN BAGIANKU. SEHARUSNYA KAMU YANG BERHENTI BERHUBUNGAN DENGAN SUAMI ORANG, KALAU SAMPAI ORANG-ORANG TAHU BAGAIMANA HAH?" Balasan Ayahnya tidak kalah keras. 

"POKOKNYA AKU MAU PISAH! AKU SUDAH MUAK DI RUMAH INI!" Ujar Ibu Suci dengan nada yang semakin tinggi. 

Ayah Suci melempar Vas Bunga ke arah tembok hingga menimbulkan bunyi nyaring. 

Suci berjalan melewati kedua orang tua nya seakan mereka tidak ada, namun suara Ayah nya membuat Suci berhenti melangkah. 

"DASAR ANAK NGGA TAHU SOPAN SANTUN! NGGA IBUNYA NGGA ANAKNYA SAMA SAJA!"

Tidak ingin di salahkan, Ibu Suci menyahut. "JANGAN SALAHKAN AKU DONG, KAMU JUGA SADAR DIRI MAS, DIA JUGA ANAK KAMU"

"Anakku ya cuma DION" Ujar Ayahnya membuat Suci kembali melanjutkan langkah dengan perasaan sesak. 

Setelah sampai di dalam Kamar, Suci menangis dalam diam. 

---

Lelah dengan Ardi yang tidak menyerah mengejarnya, Suci akhirnya mau menerima pertemanan Ardi walau pun dengan terpaksa. Semakin hari, Ardi lebih sering bercerita apa pun meskipun Suci hanya menjawab sekena nya. Ardi sendiri tidak memaksa Suci untuk menceritakan kehidupannya, hal itulah yang membuat Suci merasa nyaman berteman dengan Ardi. 

Sedikit-sedikit Suci sudah bisa tertawa mendengar cerita-cerita lucu yang Ardi ceritakan, Ardi senang melihat Suci perlahan mulai berubah dan tidak lagi sekaku dulu. 

Sore itu sepulang Sekolah, Ardi mengajak Suci ke Rumahnya, dia sudah sering menceritakan Suci kepada Ibunya dan Ibunya ingin bertemu dengan Suci. Awalnya Suci menolak, namun dengan segala bujukan Suci mengiyakan. 

Kedatangan Suci di sambut hangat oleh Ibu Ardi, Suci sendiri merasa iri dengan Ardi yang mempunyai Ibu sehangat itu. 

"Suci tidak perlu sungkan ya sama Mama, Anggap saja Mama seperti Ibu kamu sendiri" Ujar Ibu Ardi. 

"Iya Tante"

"Panggil Mama, bukan Tante" Ujar Ardi membuat Suci tersenyum tipis. 

"Loh ada apa nih rame-rame?" Seorang lelaki paruh baya datang dengan senyuman hangatnya. 

Suci menatap lelaki itu terkejut, pun lelaki itu yang ekspresinya langsung berubah. 

"Ayah? Ayah Kenal sama Mamanya Ardi?" Tanya Suci dengan ekspresi tercekat. 

Lelaki paruh baya itu menatap tajam Suci yang badannya sudah bergetar. Ibu Ardi menatap suaminya meminta penjelasan, juga Ardi yang tidak mengerti. 

"Mas? Jadi dia ... "

"Tante sudah tahu kalau Ayah sudah menikah dan punya anak?" Tanya Suci dingin. Padahal tadi dia bercanda tawa dengan Ardi dan Ibunya. 

"Kamu juga Ardi? Kamu sengaja mau menambah hancur hidup aku? Iya 'kan?" 

"Suci, aku ngga tahu apa-apa" Jawab Ardi. 

Sekali lagi, Suci merasakan hancur setelah memberikan kepercayaan kepada orang lain. Mungkin Tuhan tidak ingin melihat Suci merasakan kebahagiaan, itu lah yang ada di pikiran Suci yang sudah putus asa menjalani hidupnya.

Lagi-lagi Suci kembali sendirian, lagi-lagi orang yang ia percaya kembali membuat kecewa.

---

Setelah memiliki banyak uang dari hasil bekerja part time, Suci memilih pergi dari rumah dan kota tempat ia dilahirkan, gadis itu akan hidup sendirian di suatu tempat di mana tidak ada orang yang ia kenal. Memilih hidup baru jauh dari keramaian membuat Suci merasakan ketenangan yang sesungguhnya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)