Flash
Disukai
0
Dilihat
6,719
Lambat Bukan Berarti Tak Berguna
Misteri

Lollipop melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Mukanya cemas ketika tak sengaja melihatku lewat ujung matanya, sebelum kabur. Sebelum aku ikut berlari mengejarnya.

"Arun! Berhenti gak! Arun!" Seruanku menggema di lorong yang sempit—diapit kelas di sisi kanan dan dinding pembatas dari kaca di sisi kiri—namun lumayan banyak murid berlalu-lalang. Ini lantai dua.

Lollipop sempat menoleh. Tak sampai sedetik. Lalu semakin mempercepat gerak kakinya. Ah, tunggu. Menurutku, lari gadis itu terlalu cepat untuk dilakukan di lorong ini. Walau sepanjang penglihatanku, ia cukup gesit. Menghindar, berkelit dan jalan dengan badan miring tanpa memelankan laju.

Aku masih mengejarnya sekuat tenaga. Walau dengan napas patah-patah. Berusaha sedekat mungkin dengannya.

"Arun!" panggilku lagi.

Gadis yang rambutnya diikat satu ke atas tersebut kembali menoleh. Mengangkat sebelah sudut bibirnya kemudian langkahnya sedikit memelan. Masih dengan kepala miring ke kanan, mulutnya komat-kamit mengatakan "payah" tanpa suara.

Aku membulatkan mata. Menyadari jarak kami tidak sejauh tadi. Itu membuatku semakin semangat mengejarnya.

Lollipop kembali menghadap ke depan. Ia kembali ke kecepatan awalnya tepat ketika di depannya ada siswi jurusan pertanian yang berjas hijau tua membawa setumpuk buku tulis. Mereka bertabrakan. Buku-buku berhamburan di lantai lorong. Lollipop hanya berhenti sejenak, membungkuk dan mengucapkan maaf, setelah itu berdiri lagi. Lari lagi.

Kupelankan langkah. Berhenti kemudian jongkok memunguti buku-buku berserakan yang terjangkau lenganku. Menumpuknya jadi satu lalu menyerahkannya ke gadis tadi.

"Terima kasih banyak," katanya sambil tersenyum tipis.

Aku cuma mengangguk. Lantas menyisir pandang ke sekeliling. Keberadaan Lollipop tak lagi tampak. Aku pun memutuskan untuk berjalan lurus dengan dada naik turun.

***

"Bagaimana? Dapat?" 

Suara Kapten terdengar begitu aku masuk ke ruang informasi. Clek dari kunci slot pintu terdengar setelah itu disusul debam sesuatu yang diletakkan dengan kasar ke meja.

"Bagus," katanya puas. "Kalian melakukannya dengan baik. Walaupun sepertinya Bubble Gum tidak begitu suka lari. Mau minum?" Kapten menoleh padaku, menyodorkan botol berembun dengan cairan bening di dalamnya.

Aku segera menerima lalu meneguk sampai tersisa setengah. Ketika aku melirik ke samping, Lollipop sedang tersenyum mengejek seperti sedang mengatakan, "Kapten hanya memujiku, bukan kau." Dan aku hanya membalas dengan lengosan malas.

Namun ketenangan di ruangan ini segera pecah oleh ketukan pintu. Aku yang membukakan. Yang datang adalah Caramel, seorang gadis dari jurusan peternakan unggas. Rambut panjangnya berantakan, jas kremnya agak lusuh dan wajahnya berpeluh.

"Lapor, Venellope menyadari ada buku yang hilang," katanya begitu menghadap Kapten. "Ia mencurigai Bili."

Aku mengerang kesal. "Padahal jelas-jelas tadi kuberikan semua buku padanya! Kenapa dia bisa curiga denganku, sih?"

Lollipop malah terkikik. "Mukamu terlalu mencurigakan untuk enggak dicurigai, Bil." Ia mengejek lagi. "Lagian, sebagai cowok, larimu lamban sekali." Gadis itu tertawa keras.

"Sudah, Bil. Jangan terlalu kesal." Kapten menepuk pundakku pelan. "Dari awal aku sudah bilang kalau tugas organisasi ini tidak akan pernah mudah. Venellope tidak akan berhenti melakukan tindakan bullying jika tak ada yang menghukumnya. Hilangnya buku ini akan sedikit menyusahkannya. Pelajaran kecil tentang menghargai dan tanggung jawab akan dia dapatkan ketika pemilik buku protes padanya."

"Dan kau menjadi bagian dari kelompok yang memberikan pelajaran bagi tukang risak itu, Bil." Lollipop melanjutkan. "Meskipun kau lamban, tapi kupikir kau cukup berbakat dalam akting. Terima kasih, loh sudah menggantikanku sebagai tersangka."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)