Masukan nama pengguna
"Pokoknya kamu harus ikut aku, Ma?" Ujar Sopian dengan nada penuh penekanan pada Mawar. Wanita hamil tua itu tergopoh - gopoh mengikuti langkah Sopian.
"Kita mau kemana, Yan? Aku nggak kuat lagi." Mawar memegang pinggang dengan tangan kanan dan tangan kiri mengelus perut. Rasanya sakit sekali, seluruh tubuh terasa kram.
Sopian menggelengkan kepala. "Kemana saja asal jauh dari Iwan."
"Tapi Iwan teman kamu, Yan." Mawar melepaskan genggaman tangan Sopian.
"Sejak Dia menyakitimu berarti Dia bukan temanku lagi. Seorang teman tak mungkin melanggar janjinya."
Iwan pernah berjanji akan menjaga Mawar. Selalu memberikan kebahagian padanya. Namun janji itu tak pernah ditepati oleh Iwan. Mawar selalu mengadu padanya, jika Iwan terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga sering mengacuhkan kehadiran Mawar. Apalagi saat Mawar mengandung. Tak pernah sekalipun Iwan mengantarnya ke dokter kandungan. Iwan lebih mencintai kariernya dibanding bersama Mawar.
Dulu mereka adalah sahabat. Mawar, Sopian dan Iwan berteman sejak duduk di bangku sekolah putih abu-abu. Kemudian mereka tetap berteman hingga masuk perguruan tinggi walau beda jurusan. Setelah wisuda, mereka tetap berteman. Sering ketemuan tempat favorit mereka dari dulu. Karier Iwan lebih menonjol daripada kedua temannya. Iwan sudah menjabat manager disaat usianya masih muda yakni dua puluh lima tahun.
Suatu hari Iwan mengutarakan cintanya pada Mawar. Cinta yang telah lama Iwan pendam. Ternyata cinta Iwan tak bertepuk sebelah tangan. Mawar juga telah jatuh cinta pada Iwan sejak mereka pertama kali bertemu. Namun saat itu Mawar berusaha menepis rasa cintanya pada Iwan. Kala itu, Ia hanya ingin berteman saja dengan Iwan dan kebetulan Sopian berada diantara mereka berdua. Hubungan mereka sudah terlanjur dimulai dengan pertemanan. Dan Mawar tak ingin mengubah suasana keakraban mereka yang penuh canda dan gelak tawa menjadi sesuatu yang serius.
Tinggalah Sopian sendiri gelisah tak menentu setelah mendengar bahwa Mawar dan Iwan menjalin hubungan spesial.
"Jangan khawatir. Kamu tetap akan menjadi teman kami," kata Iwan ketika memberitahu perihal tentang hubungannya dengan Mawar.
Saat itu Sopian menanggapinya dengan santai dan memberikan ucapan selamat. Tapi sebenarnya hati Sopian sangat hancur.
Sopian juga mencintai Mawar dengan segenap hatinya.
Sopian semakin terluka mengetahui Iwan dan Mawar akan melanjutkan hubungan mereka kejenjang pernikahan.
Apalah mau dikata kebahagiaan mereka diatas segalanya. Tanpa sedikitpun menghiraukan perasaan Sopian.
Hari itu hujan turun rintik-rintik. Iwan sedang bertugas keluar kota dan berjanji akan pulang saat satu minggu sebelum kelahiran anak mereka.
Namun satu hari berlalu dari tanggal yang telah ditentukan, Iwan tak kunjung pulang.
"Aduh... Perutku sakit sekali. Sepertinya sudah saatnya."
Mawar merasakan kakinya basah. Mawar jatuh tersungkur di jalan pada malam yang sangat gelap.
Sopian panik mencari taxi. Tapi tak ada satupun yang lewat. Kembali kerumah untuk menjemput mobil Mawar juga tak mungkin dengan kondisi Mawar seperti ini.
Sopian mencoba memesan mobil ojol. Ada satu yang menerima pesanannya. Sambil menunggu mobil datang menjemput, Sopian menggopong tubuh Mawar. Wanita idamannya itu tak bergerak. Mawar pingsan karena tak kuat menahan sakit.
Ketika sampai di rumah sakit, nyawa Mawar dan jabang bayinya tak terselamatkan.
"Arrrggghhh."
Jeritan pilu terlontar dari mulut Sopian. Berulangkali Ia memukul tangannya pada dinding rumah sakit.
Iwan datang melihat tubuh Mawar terbujur kaku.
Rasa penyesalan tiada tara tak terbendung menghinggapi jiwanya. Ingin sekali Ia pergi bersama Mawar dan calon buah hati mereka.