Masukan nama pengguna
"Akhirnya CIKA mendapatkan tas impiannya, dengan harga jauh lebih mahal dari apapun yang bisa dibayar oleh siapapun yaitu kehilangan seorang DONI. Kadang, cinta paling tulus baru terasa ketika ia tak lagi ada untuk menyaksikan air mata penyesalanmu."
Hari itu DONI terbangun, Matanya berat, tulangnya berderak, tapi tekadnya tetap Berkobar. "Aku harus bekerja lebih keras," bisiknya, sambil menatap foto CHIKA yang terpajang di dinding ruang tamu, wajah yang selalu ada dipikiranya dan senyumnya yang selalu ia dambakan.
Tapi entah mengapa, semakin banyak DONI memberi, semakin dalam CHIKA mengeluh.
"Kapan kita bisa liburan seperti tetangga?"
"Handphoneku sudah kuno, DON. Lihat punya temanku?"
"Kok kita masih di kontrakan ini?"
Setiap keluhan itu seperti pisau yang menggerogoti hati DONI. DONI diam, menelan semua luka, lalu bekerja lebih keras lagi. Shift malam di pabrik, lembur di akhir pekan, bahkan menjual tenaganya sebagai kuli bangunan saat hari libur. Tubuhnya mulai menyerah, sakit pinggang, migrain, dan sesak napas kerap meyerangnya. Tapi selama CHIKA masih bisa tersenyum ketika ia membawakan hadiah kecil, DONI merasa semua rasa sakit ini sepadan dengan penderitaannya.
Hingga suatu malam,
CHIKA marah besar karena DONI lupa membelikan makanan favoritenya yang ia inginkan. "Kamu selalu gagal memberiku kebahagiaan!" teriaknya, tanpa tahu bahwa DONI baru saja pingsan di tempat kerja karena kelelahan.
DONI terdiam. Air matanya jatuh, tapi tak terdengar. "Maafkan aku, Sayang," bisiknya, suaranya serak dan parau.
Keesokan harinya, DONI tak bisa bangun dan dibawa ke rumah sakit. Tubuhnya terbaring lemah karena Serangan jantung, kata dokter. Ini karena Kelelahan. CHIKA gemetar memegang tangan DONI yang kasar dan penuh luka. Baru saat itulah ia melihat betapa hancurnya pria yang mencintainya dengan sepenuh jiwa.
Di atas meja, disamping ranjang tempat doni terbaring, CHIKA menemukan catatan DONI.
"CHIKA, maafkan aku kalau aku tak Seperti apa yang diharapkan. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum dan bahagia… sekali saja, tanpa ada air mata."
Dan untuk pertama kalinya, CHIKA menangis tak terbendung, bukan karena kecewa, tapi karena menyadari kebahagiaan yang selama ini ia cari, sebenarnya sudah ada di didepan mata.
Tapi apakah kesadaran CHIKA datang terlambat?
CHIKA memandangi wajah DONI yang pucat di ranjang rumah sakit. Monitor jantung memancarkan garis hijau yang lemah, terdengar seperti hitungan mundur. Dokter berkata “kondisi DONI kritis”.
"Tolong bangun, bangun DON... Aku butuh kamu," desis CHIKA sambil menekan tangan DONI yang dingin. Tapi DONI tetap diam tak ada respon, hanya napas pendek yang keluar dari mulutnya.
Lalu Kilas balik menghantam CHIKA seperti mimpi buruk.
CHIKA teringat semua hal sepele yang dulu ia keluhkan, makanan yang kurang enak, gaji yang tak pernah cukup, rumah yang sempit. CHIKA bahkan kerap membandingkan DONI dengan suami teman-temannya. "Lihat tuh, suaminya bisa belikan mobil baru," ucapnya suatu hari, tanpa melihat mata DONI yang tiba-tiba redup.
Sekarang, di ruang ICU yang sunyi, CHIKA baru menyadari bahwa DONI tidak pernah mengeluh.
Tidak ketika tangannya terluka karena mesin pabrik.
Tidak ketika ia pulang larut malam dengan baju yang basah karna kehujanan.
Tidak ketika CHIKA marah dan membanting Pintu kamarnya.
"Aku... aku monster," bisik CHIKA, air matanya menetes deras.
Hari Ketiga.
Monitor jantung tiba-tiba mengeluarkan bunyi panjang “Tiiiiiiiiiiittttt”
Dokter dan perawat bergegas, tapi CHIKA sudah tahu. Jantung DONI berhenti.
Di antara kepanikan itu, CHIKA hanya bisa terduduk, tubuhnya lemas. Ia memeluk jasad DONI, berharap ada sedikit kehangatan yang tersisa.
"Maafkan aku... Aku tak pernah merasa bersyukur..."
Tapi sudah terlambat.
Dua minggu kemudian, CHIKA memandangi makam DONI, sambil memegang surat yang ditemukan di laci baju DONI, sebuah surat yang tidak sempat CHIKA baca sebelumnya.
"CHIKA sayang,
Aku tau aku tak bisa memberimu dunia. Tapi percayalah, setiap tetes keringatku adalah untukmu. Jika suatu hari aku tak lagi di sampingmu, ingatlah bahwa kebahagiaanmu adalah doaku yang terakhir.
DONI, yang selalu mencintaimu dalam diam."
CHIKA menangis tersedu-sedu. Ia baru mengerti sekarang bahwa kebahagiaan bukan tentang memiliki segalanya, tapi tentang mencintai apa yang sudah ada.
Tapi DONI kini sudah pergi dantak akan pernah kembali.
Dan CHIKA harus hidup dengan penyesalan yang tak akan pernah berakhir.
Kadang, cinta yang paling tulus baru terasa ketika dia sudah tiada.
Beberapa hari setelah pemakaman DONI, CHIKA memberanikan diri untuk membereskan barang-barang DONI. Tangannya gemetar saat membuka laci kecil di meja kerjanya yang sederhana. Di balik tumpukan dokumen dan kuitansi usang, matanya menangkap sebuah buku tabungan kecil.
"Tabungan untuk CHIKA", menjadi judul sampul dengan tulisan DONI yang khas.
Jantung CIKA berdegup kencang saat membukanya. Halaman demi halaman dipenuhi setoran kecil, 50 ribu, 100 ribu, terkadang hanya 20 ribu yang disisisihkan dari uang makan dan transportasi DONI. Di halaman terakhir, tertera saldo yang cukup untuk membeli tas branded yang selalu CIKA idam-idamkan.
"Target: 6 bulan lagi. Biar CHIKA bisa senyum di hari ulang tahunnya."
Tapi sayangnya Usia DONI tidak sampai ke hari ulang tahunnya CIKA tahun ini.
CHIKA memeluk buku tabungan itu erat-erat, tubuhnya terguncang oleh isak tangis yang tak terbendung. Ia baru menyadari betapa DONI selalu mendengarkan setiap keluhannya, bahkan yang diucapkan sekilas.
CHIKA teringat suatu malam ketika DONI pulang dengan mata sembab. Saat itu, CHIKA malah mengomel karena DONI lupa membeli makanan pesananya.
"Kerja terus, tapi hal kecil aja dilupakan!" hardik CHIKA.
Yang tidak CHIKA tau, malam itu, DONI baru saja ditipu oleh calon klien, menghilangkan separuh gajinya. Tapi alih-alih marah, DONI hanya memeluknya erat dan berbisik, "Aku akan berusaha lebih baik, Sayang."
Di sudut buku tabungan, CHIKA menemukan secarik kertas terlipat:
"CHIKA, maaf selama ini aku belum bisa memberikan apa yang kamu inginkan. Tapi aku janji, tahun ini kamu bisa pilih tas yang kamu mau. Aku mau lihat kamu tersenyum..."
Tulisan itu basah oleh air matanya.
Akhirnya CHIKA mendapatkan tas impiannya, dengan harga jauh lebih mahal dari apapun yang bisa dibayar oleh siapapun yaitu kehilangan seorang DONI.
Di hari ulang tahunnya yang pertama tanpa DONI, CHIKA datang ke pemakaman dengan sebuah kotak berisi tas mewah yang masih terbungkus rapi.
"Ini untukmu, DON... Aku tidak mau memakainya. Aku lebih ingin kamu kembali."
Angin berbisik pelan, seakan membawa suara DONI yang selalu CHIKA rindukan:
"Bahagiakan dirimu, Sayang... Itu cukup untukku."
Tapi bagaimana mungkin CHIKA bisa bahagia, ketika orang yang paling tulus mencintainya justru pergi karena keegoisannya dirinya sendiri!
Kadang, cinta paling tulus baru terasa ketika ia tak lagi ada untuk menyaksikan air mata penyesalanmu. TAMAT.