Cerpen
Disukai
4
Dilihat
25,355
Ice Cream Rasa Yang Pernah Ada Namun di Sia-siakan
Drama

-Pov Dante-

Ini salahku bukan salah dia, aku terlalu berharap eh tidak juga. Ini masalah dihargai. Aku akan cari tempat dimana aku dapat dihargai meskipun aku kecil. Setidaknya kamu tolak dengan baik jangan melampiaskan kemarahanmu pada orang lain. 

Kupikir dia berbeda ternyata sama saja. Nilai plus seseorang dapat dinilai dari bagaimana dia mengendalikan emosinya bukan pencapaiannya.

-------------

Tiga bulan yang lalu Dante bekerja di sebuah PT. Aslinya dia hanya seorang pria barbar yang menjalani kehidupan dengan santai. Setelah lama menganggur, dia mengambil lowongan sebagai OB berkat ajakan temannya. Daripada nganggur, lumayan dapat duit. Pikirnya. 

Sambil nyari lowongan lain yang cocok dengannya. Sebenarnya dia tak punya keahlian apa-apa.

Di bulan pertama, semua berjalan normal. Menurutnya ini pekerjaan yang tidak terlalu membosankan, dimana kamu hanya datang di pagi hari sebelum karyawan dan boss datang, lalu membersihkan dan mengantar makanan atau kopi pada staf yang meminta. Dan kamu tetap berada dalam ruangan yang dingin tak terlalu berkeringat, sangat nyaman untuk mendapat tidur di sela waktu kerja.

Bulan kedua, hatinya mulai tercolek-tercolek oleh satu spesies betina, ini membuat dia bertahan dalam pekerjaannya. Betina yang goodlooking untuk dia yang butiran debu. Cek per cek wanita tersebut adalah karyawan di departemen keuangan bernama Rianti. Keduanya masih lajang di usia dua puluh lima tahun.

 Dante tidak tahu bagaimana secepat itu terjadi, seiring waktu... Dirinya beberapa kali ke ruangan Rianti. Dia tak pernah melewatkan curi-curi pandang pada wanita yang memiliki bola mata indah, rambut hitam gelombang, senyum memikat. Itu sudah cukup membuat hati Dante berantakan, jantungnya cenat-cenut tiap melihatnya. 

 Dante mulai menyenter-nyenter jauh wanita yang ditaksirnya. Dia juga selalu mencuri tugas temannya saat mengantarkan kopi atau membawa sesuatu ke ruangan crushnya semata-mata untuk mengambil kesempatan kenalan. Dia sama sekali tak membandingkan perbedaan jarak profesi di antara mereka.

Bulan ketiga dirinya bekerja. Dante mulai mengetahui beberapa hal tentang Rianti. Dari kebiasaannya, makanan kesukaannya. Ya tidak susah karna Rianti tipe wanita yang monoton dan publik. Rianti adalah salah satu ciri wanita setia menurut Dante. Dilihat dari kebiasaannya, jika menyukai satu hal maka dia akan di jalur itu terus. Seperti bagaimana dia terlalu sering memesan kopi, tuntutan pekerjaannya untuk melawan rasa kantuk. 

Dia wanita dermawan, wibawa, suka membantu dan mengayomi rekannya, dia termasuk karyawan andalan. Dia adalah tipeku, dia berbeda. Ya Itu penilaian Dante sejauh ini.

****

Suatu hari Dante menegurnya dengan perhatian, ketika membawakan nasi kotak makan siang untuk Rianti di mejanya.

“Hei kamu tahu, tidak baik perempuan terlalu sering minum kopi”

“Ya aku tau, tapi kalau aku tidak minum kopi kepalaku akan sakit. Apalagi aku harus selesaikan ini” Rianti menatap tabel dan angka depan layar komputernya.

“Itu karna kamu sudah kecanduan, ketergantungan”

“Iya dan saat malamnya aku kesulitan tidur, efek minum kopi di siang hari” keluhnya.

“Serba salah yah”

“Yah begitulah. Jadi aku harus bagaimana dong?” Rianti mengangkat kedua bahunya sambil tersenyum. Senyumannya membuat meleleh menusuk ke hati Dante.

“Mungkin aku harus memperingatimu. Maksudku, aku akan memberimu jarak minum kopi. Misalkan sehari di kantor kamu pesan tiga kali, mulai sekarang aku akan memberimu dua kali dengan jarak beberapa jam. Itu kalau kamu nggak keberatan, bagaimana?”

Rianti tampak berpikir sebelum merespon lalu mengangguk. “Boleh juga” ide itu tidak buruk.

Senyum Dante mengembang. “Okey. Deal”

Dante kembali ke ruangan dengan wajah berseri-seri. Dante mendapat satu peluang, sementara Rianti tidak memikirkan apapun tentang Dante. Tak masalah bincang-bincang dengan OB. Dia tidak peka’ menurutnya itu hanya hal biasa, lagipula Dante sendiri yang menawarkan.

****

Hari hari berlalu. Dante melakukan tugasnya dengan baik dan penuh semangat. Dia tidak menggebu-gebu dalam mengejar Rianti, dia melakukannya pelan-pelan dari hal kecil, target pertama adalah menjadi teman terlebih dahulu. Dan sejauh ini perlakuannya tidak disadari oleh Rianti. 

Jam menunjukkan pukul lima sore. Wanita memiliki bola mata indah meminta satu kopi pada Dante

Dante berkata memperingatinya. “Kamu sudah minum dua kali hari ini, sebentar lagi kamu sudah check out”

“Ya, tapi kayaknya aku akan lembur hari ini”

“Baiklah, aku akan buatkan”

Segera Dante membuat segelas kopi pada cangkir putih, setelah itu langsung membawanya di atas baki lalu meletakkan di meja Rianti yang sedari tadi sibuk didepan komputernya.

“Jika kamu butuh sesuatu, call me” ucap Dante.

“Siap. Kamu belum pulang?”

“Sebentar lagi”

Satu jam kemudian.

Dante bertanya sebelum dia pulang. “Apa kamu mau makan?”

“Tidak, aku mau cepat selesaikan ini. Nanti aku makan diluar saja” jawab Rianti tanpa memandang Dante berdiri di sampingnya.

Dante keluar kantor setelah langit mulai gelap dan bintang-bintang mulai menampakkan cahayanya. Entah kenapa dia sangat khawatir pada Rianti lembur. Dia pun memutuskan untuk tinggal sebentar ngopi di dalam warkop yang letaknya tepat didepan kantor. Hingga sampai jam sembilan malam, dia baru pulang setelah melihat Rianti keluar dari kantor.

****

Hari berikutnya, ada peningkatan pertemanan sudah hampir tujuh puluh persen. Komunikasi keduanya meningkat, walaupun belum intens untuk bahas privasi dan beberapa hal belum terjadi, seperti hangout bareng..

Dante mengamati Rianti saat lewat di depan ruangannya, ruangan siang ini tampak lengah. ‘Kenapa dia tidak ke kantin makan siang?’ pikir Dante.

Dante menghampirinya. “Kamu sudah makan siang?” 

“Belum” jawabnya sambil memijit pelipisnya.

“Ada sesuatu mengganggumu?”

“Aku hanya sedikit pening”

“Pening karna?”

“Mantanku tidak berhenti spam, dia minta balikan” tutur Rianti nada lelah.

“Lalu bagaimana denganmu?”

“Untuk saat ini aku tidak bisa”

Tanpa maksud toxic, Dante memberinya masukan. “Kalau kamu belum bisa, kamu katakan saja. Daripada dia spam terus, itu juga mengganggu waktu kerjamu”

“Aku sudah katakan, tapi dia tetap rusuh”

“Kalau begitu blokir saja dulu” kata Dante dengan enteng, dibalik itu dia sebenarnya jealous.

“Kalau dia masih kekeh, aku akan melakukannya” 

Tampaknya Rianti belum setega itu, batin Dante.

Rianti menambahkan. “Dia sudah mengecewakanku, dan aku tidak bisa memaafkan kesalahannya. Untuk teman aku terima, untuk balikan aku susah”

Ucapan Rianti seketika terdengar horor di telinga Dante, dia berpikir sejenak kalau dia harus hati-hati jika mau mendekati wanita di sampingnya. Jangan sampai ada kesahalan tekhnis atau semuanya akan berantakan.

“Aku mau keluar makan ice cream bersama Lola” kata Rianti.

Lola adalah rekan kerja seruangannya.

“Kamu suka ice cream?”

“Yup, makan ice cream salah satu moodbosterku. Aku tidak akan melewatkannya” seru Rianti.

“Oh begitu. Asalkan kamu tidak pening lagi”

Kedua sudut bibir Rianti terangkat menatap Dante.

“Dante, makasih yah sudah mau dengar keluhan-keluhanku” 

“Nggak apa-apa, aku malah senang kamu cerita sama aku”

Bahagia itu sederhana, bahkan hanya satu kalimat tapi jika itu di ucapkan oleh orang yang kamu harapkan, itu seperti mukjizat.

Dalam suasana hati yang baik Dante memberanikan diri mengutarakan perasaannya.

“Rianti, boleh aku mengatakan sesuatu, tapi please jangan sensitif”

“Iya, katakan saja”

“Sejujurnya... Aku suka melihatmu, aku suka saat kamu tersenyum, aku suka kepribadianmu. Ya bisa dikatakan aku seperti mantanmu, aku menyukaimu” ujarnya dengan lugas “Please aku hanya katakan, kamu tidak perlu menanggapinya jika itu sensitif buatmu” 

Sedangkan Rianti hanya memasang ekspresi datar.

Dia tak ada reaksi, itu membuat Dante merasa malu.

Raut mencerna terlihat pada Rianti, dia menghela napas dan berkata. “Hum Dante, aku tidak sensitif. Dan itu hak kamu, kamu bebas menyukai siapapun”

“Yup, aku hanya ingin kamu tau saja. Tapi izinkan aku menunjukkan ketulusanku padamu”

“Hm... Kamu nggak perlu khawatir, aku tidak masalah. Tapi untuk saat ini aku tidak berpikir ke arah sana”

“Tidak masalah, santai saja”

Ya begitu saja respon dari Rianti, agak tidak jelas. Tapi setidaknya dia tidak keberatan.

****

Beberapa hari kemudian, keduanya seperti hari-hari biasa. Hanya beberapa hal sikap Dante lebih agresif dari sebelumnya.

Dante mengetahui kalau hari ini adalah ulang tahun Rianti, itu karna dia mendengar beberapa karyawan seruangan Rianti mengobrol tentang hal itu. Dia tidak punya kado sebetulnya, lebih tepatnya dia bingung. Apa yang akan dia berikan? Apa yang Rianti sukai? Apakah dia akan menerima kado Dante yang tak se 'wow' rekan-rekannya, mungkin. Sejauh ini Dante lebih mengenal makanan dan minuman favoritnya. 

Suara riuh terdengar dari ruangan Rianti, rekan seruangannya memberikan surprize, membawa kue tar dan lilin menyala di atasnya. Mereka serempak menyanyikan lirik Happy Birthday untuk Rianti.

Rianti terharu campur senang, dia berdo`a sejenak lalu meniup lilin dan mengucapkan terima kasih pada rekan-rekannya. Beberapa rekan dekatnya memberinya kado dan pelukan hangat. Dia mendapat beberapa bungkusan kado dan paper bag di atas mejanya.

Dante menonton dari kejauhan, dia turut bahagia ketika melihat Rianti memancarkan sinar kebahagiaan di hari spesialnya. Betapa banyak orang disekitarnya yang menyayanginya. Tak ada pening, tak ada keluhan hari ini. 

****

Hari menjelang sore. Di dalam kantor Rianti berjalan menuju lift seorang diri. Ini waktunya Dante memberinya ucapan, segera dia menyusul ke dalam lift.

“Mau ke mana?” tanya Dante.

“Mau ke ruangan Boss, dia memanggilku”

Dante mengangguk paham. “Oh ya Rianti, selamat ulang tahun yah”

“Makasih Dante”

“Oh, aku punya sesuatu untukmu”

“Heh, kamu nggak perlu repot-repot”

“Tidak repot kok, aku ingat kamu suka ice cream. Aku mau ngasi kamu ice cream, sebentar aku bawa ke mejamu. Boleh?”

“Oh ya? boleh boleh” jawabnya ramah.

Dante menahan keriangannya karena Rianti menerima dengan terbuka.

Kemudian Rianti keluar dari lift lebih dulu.

****

Langit biru mulai berganti jingga, Dante bergegas ke kafe Ice Cream. Dia membeli satu Ice Cream ukuran sedang berbentuk kotak tapware dengan tiga rasa varian dalam satu wadah. Coklat, Strawberry, Vanilla. 

Setibanya di kantor, dia menyelidik ke dalam ruangan Rianti. Lalu meghampiri meja Rianti selepas karyawan lainnya pulang.

“Hi kamu belum pulang?”

 “Belum, ada pekerjaan tambahan dari boss. Dan aku disuruh menyelesaikannya” ketus Rianti.

“Kelihatannya kamu akan lembur lagi?”

“Ya sepertinya”

Dilihatnya wajah badmood Rianti, Dante menyodorkan bungkusan isi sekotak ice cream ke hadapannya.

Rianti menahannya. “Dante sebentar. Kamu tidak lihat aku sedang sibuk”

“Ya aku tau, aku pikir ini dapat menghilangkan badmoodmu sejenak karna pekerjaan ...”

Rianti memotong dengan suara kasar. “Iyya jadi tolong jangan ganggu dulu sekarang!”

Mulut Dante setengah terbuka seolah ingin mengatakan, ‘Aku tidak mengganggumu, aku hanya ingin memberikan ini sesuai janjiku. Dan kamu mengiyakan, bukankah kamu tidak mau melewatkan ice cream moodbostermu?’

“Rianti, kamu bisa makan ini dulu sebelum mencair, aku yakin setelah itu kamu bisa bekerja dengan mood yang baik” Dante mencoba menenangkannya.

Rianti menghirup napas dalam dalam, menoleh ke Dante. “Aku bilang jangan sekarang! Aku cuman mau kelarkan ini cepat-cepat. Harusnya karyawan lain yang mengerjakannya” bentak Rianti membuat wajah Dante pucat.

“Kamu bawa pulang saja! Atau kasi saja ke temanmu untuk makan kalau kamu takut itu mencair” sambungnya dan kembali fokus ke layar komputer.

Tampak wajah Dante tersisih, kata-kata Rianti sungguh diluar prediksi BMKG. Dia tak menyangka Rianti menunjukkan sikap sepert itu.

“Sorry” katanya dengan suara lemah lalu berbalik melangkah pergi.

Rianti hanya meliriknya sekali dan netranya kembali ke layar komputer, dia rungsing karna pekerjaan tambahan bossnya di saat tidak tepat. Dia harusnya keluar ke tempat janjian dengan rekan-rekannya untuk merayakan ulang tahunnya. 

Tanpa sadar dia melampiaskan kekesalannya pada Dante yang datang di waktu yang salah. Walaupun niatnya baik dan hanya menunaikan janjinya sebelum pulang.

Dengan hati terkoyak, Dante membuang ice cream tersebut ke tong sampah disudut lorong tak jauh dari ruangan OB. Ia masuk dan duduk di ruangan OB, berpikir sambil melihat tiga teman seprofesinya sedang bersiap-siap untuk pulang. 

Setelah bergelut dengan pikirannya, dia memutuskan memilihi mundur. Semua yang dia sukai pada Rianti buyar seketika. Ice cream rasa tiga varian berubah menjadi Ice rasa yang pernah ada namun di sia-siakan.

“Hei ada yang suka ice cream?”

Ketiga temannya menoleh padanya.

“Semua orang suka Ice cream” sahut salah satu dari ketiganya.

“Kenapa kamu nanya? Kalau kamu punya, bawa aja kesini. Makan yang dingin-dingin enak nih” seru satunya lagi.

Dante keluar dan mengambil ice cream yang masih utuh dalam bungkusannya lalu kembali ke ruangan, membuka dan menaruh di atas meja persegi didepan tiga temannya.

Ketiganya lekas mengambil sendok dan mulai menyantap bersama. Dante duduk mematung memperhatikan ketiganya makan dengan lahap sambil ngobrol. 

Entah kenapa perasaan sedihnya berkurang. Ketika melihat pemberiannya disantap dengan wajah bahagia oleh temannya, Ice Cream itu terlihat enak sebelum mencair. Tak lupa ketiganya mengucapkan ‘Terima kasih’ pada Dante. Dante melukiskan senyum mengembang. Ice Cream itu dilahap oleh orang-orang yang tepat.

****

Keesokan harinya Dante menghadap ke boss untuk resign. Ketiga temannya meminta alasan, Dante hanya menjawab bahwa dirinya,‘Hanya ingin mencari suasana baru’. Dante tak bertemu Rianti di hari terakhirnya di kantor, Rianti pun tak ada perasaan bersalah sama sekali. Entah itu disadari atau tidak olehnya. Dante lebih ingin melupakan perasaannya yang ada, kejadian waktu itu mampu mendorong rasa malasnya bekerja disana. 

Tak apa jika tidak bisa berteman, setidaknya kita pernah bertemu meskipun sesaat.

-Selesai-


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)