Cerpen
Disukai
1
Dilihat
14,417
Hujan Musim Panas
Drama



"Pokoknya aku minta putus, aku gak bisa melanjutkan hubungan ini. Orangtuaku juga gak merestui, karena kamu kere."


Kalimat hinaan yang ia terima melalui panggilan, melukai batin Alex. Orang yang sudah 2 tahun berhubungan dan semua materi ia korbankan, putus begitu saja seperti sia-sia ia mengeluarkan keringat untuknya. Darimana ia bisa membeli handphone merk terbaru dan tas mahal jika bukan ia yang memberikan? Kemana itu semua, setelah begitu lama dan ia menemukan orang baru untuk dicintainya, ia berpaling dan mengatakan hal itu? Alex merasakan patah hati untuk pertama kalinya, sungguh ia kira Lea adalah pilihannya, tapi ternyata salah, ia salah memilih wanita. 


Alex kemudian memutuskan untuk mengunjungi tempat. Ia pergi ke pantai untuk mencoba menyembuhkan dirinya sendiri. Ia yakin semua kenangan yang dihabiskan bersama Lea akan menghilang seperti mengalirnya air yang terseret ombak.


Alex berdiam diri disana memandangi keindahan pantai sampai menjelang langit kemerahan. Seorang perempuan datang pada Alex, "Kamu sedang apa? "


"Lea? "


"Siapa Lea? Pacar kamu? "


Alex mengira itu Lea, mantannya yang memutuskan nya tanpa merasa bersalah. 


"Oh, dia bukan siapa-siapa. "


"Apa kamu habis diputusin? "


Alex terbelalak ketika perempuan itu mengetahui isi hatinya.


"Bagaimana kamu tahu? Apa kamu temannya? "


"Bukan, aku tidak tahu orang yang tadi kamu sebutkan, aku bisa tahu karena semua orang sering datang diwaktu sore seperti ini biasanya sedang galau, entah habis diputusin atau apapun itu. "


Alex begong mendengar ucapan perempuan itu, ia terdiam sejenak. 

"Apa kamu sudah terbiasa melihat orang yang datang sepertiku dan beranggapan aku habis diputusin? "


"Emm.. Ya! Kamu tidak sadar ya, sudah 3 jam kamu disini seperti orang gila yang tidak tahu harus berbuat apa, kalau mau bunuh diri silahkan, karena banyak juga kok yang langsung nyebur gitu aja. "


"Haha.. Aku bukan orang yang mau melakukan hal gila seperti itu. "


"Terus kamu mau disini terus? "


Alex terbangun lalu berdiri sambil membersihkan pakaiannya yang terkena pasir pantai. 


"Nama kamu siapa? "


"Mia! " Ucap perempuan itu tegas. 


"Heh, kamu orang sini? "


"Aku memang rumahnya dekat sini, aku sering berjalan-jalan disini dengan bebas."


"Oh, apa kamu seorang seniman? "

Alex melihat salah satu tangannya ada bekas cat dan menanggapinya bahwa perempuan itu seorang pelukis. 


"Iya, tujuannya sih aku mau melukis pantai, eh tiba-tiba datang seorang cowok yang gak jelas, lalu duduk gitu aja. Aku tungguin dan kamu masih tetap disini."


Alex tertawa kecil melihat Mia yang memperagakan tingkahnya dengan sama persis. Mia pun ikut tertawa dan dibawah langit kemerahan menjadi titik awal pertemuan mereka. 


Melalui pertemuan tak terduga ini, Alex dan Mia menemukan kenyamanan dan kesamaan di antara satu sama lain. Mereka saling memahami tanpa kata-kata, menyelami kerentanan dan rahasia yang mereka simpan dalam hati mereka sendiri. 


"Apa kamu mau ikut ke desa? Gak jauh kok. "

Kata perempuan itu mengajaknya. 


Alex juga tidak bisa menolaknya, karena ia juga sedang lapar, siapa tahu setelah ikut dengan Mia, ia akan mendapatkan makanan enak. 


Mereka pun pergi dan sampai saat menjelang maghrib disebuah tempat yang baru dikunjungi Alex untuk pertama kali.


"Kak Mia! " Ucap salah satu anak kecil didesa itu. 


"Hey, kamu sudah sholat? "


"Sudah kak! Ya sudah masuk dulu sana, kakak akan menyusul. " Ucap Mia dan anak kecil itu pun pergi menurutinya. 


"Dia adik kamu? "


"Bukan, dia salah satu anak yang sedang mengaji di gubuk ayahku. "


"Jadi ayahmu mengajar?"


"Ya, setelah maghrib, aku juga biasa membantu ayahku mengajar mereka. Dan hari ini karena ayahku sedang rapat di kepala desa, jadi aku yang menggantikannya. "


"Selain seniman, kamu juga mengajar ya. Hem.. " Alex termenung sejenak memikirkan semua tingkah Mia dan anak kecil tadi, ada satu kata yang menyadarkannya. Kata yang sudah lama tidak dia laksanakan, sholat. Alex selama ini sudah jauh dari namanya sholat bahkan hampir tidak ingat.

Alex termenung begitu lama, Mia pun membangunkannya. 


"Hey, kenapa melamun? Ayo kita sholat dulu, keburu isya, aku juga mau ngajar. Kamu jadi imamnya ya. "


"Apa? Imam? Aku gak bisa."


"Hah? Maksud? "


"Emm.. Maksud aku gak bisa jadi imam. "


"Oh, gak apa-apa kita belajar. Ayo!" Ajak Mia kepada Alex yang terlihat kaku karena ia sama sekali sudah lupa bagaimana caranya sholat. 


Alex pun berwudhu, terlintas dibenaknya membayangkan waktu kecil pertama kali di ajarkan berwudhu dan sholat oleh ayahnya. Ia mengingat-ingat bacaannya, mungkin saja ada yang masih di ingatnya. 


Mereka pun sholat dengan Alex yang menjadi imamnya.


Selesai dari sembahyang, Mia pergi ke gubuk untuk mengajar anak-anak. Disana begitu ramai dipenuhi tawa anak. Alex merasakan kebahagiaan selama disana dan mulai memahami bahwa didunia ini masih ada kebahagiaan. Carilah kebahagiaan itu sampai dapat dan jangan lepaskan. 


Alex memandang wajah Mia yang begitu cantik tersorot lampu. Wajahnya bercahaya karena air wudhu dan keceriaannya memancarkan pesona yang beda bagi Alex. 


"Apa kamu mau tetap disini? Gak pulang? "

Tanya Mia ketika selesai mengajar. 


"Aku akan menginap dulu, boleh ya? "

Ucap Alex senyum tipis. 


"Boleh sih, tapi ijin sama bapak dulu. "


Alex mengerti dan turun untuk menemui ayah Mia lalu meminta ijin perihal menginap digubuknya. Setelah diizinkan menginap, Alex kembali ke tempat mengaji anak-anak, Mia berjalan mendekati gubuk dengan membawa selimut dan bantal. 


"Aku bawain kamu selimut dan bantal. "


"Oh, makasih. "


"Sendiri gak apa-apa ya? Aku tinggal loh. "


"Oh, gak apa-apa kok. Tinggalin aja. "


Mia pergi dengan berjalan ringan meninggalkan gubuk dengan seorang pria yang baru dikenalnya. 


Esok hari langit begitu cerah, Alex dan Mia berjalan-jalan disekitar desa karena permintaan Alex. Tapi entah mengapa tiba-tiba gerimis lalu membuat mereka kebasahan. Saat hujan dan panas beriringan, tak surut untuk menghentikan langkah mereka, mengeksplorasi desa kecil tersebut bersama-sama, menemukan keindahan dalam momen-momen kecil bahwa ada kekuatan penyembuhan dalam memberikan dan menerima kasih sayang.


Namun, saat hubungan mereka semakin dalam, rahasia dan ketakutan masa lalu mereka mulai menghantui mereka. Keduanya harus belajar untuk menghadapi dan melepaskan beban masa lalu mereka sendiri, sebelum mereka dapat membuka hati sepenuhnya satu sama lain. Dengan bantuan satu sama lain dan dukungan dari orang-orang di sekitar mereka, Alex dan Mia memperoleh keberanian untuk melawan ketakutan dan kebimbangan mereka.


Di tengah gerimis dan keajaiban musim panas yang basah, mereka akhirnya menemukan kebebasan dan kesembuhan yang telah mereka cari. Hujan musim panas bukan hanya menjadi metafora bagi perjalanan emosional mereka, tetapi juga simbol tentang bagaimana menjalani kehidupan yang baik dan buruk, meskipun terkadang hidup kita begitu penuh dengan kesedihan dan kehancuran, tetap ada harapan dan keindahan yang dapat kita temukan di tengah kegelapan.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)