Apakah kamu akan memberikan Novel ke ?
Berikan Novel ini kepada temanmu
Masukan nama pengguna
Blurb
Ingin rasanya membawa diri lari dari dunia sejauh mungkin. Menjauh sejauh-jauhnya hingga tak ada yang hinggap kembali. Aku kini telah larut dalam transaksi aneh, kesedihan yang kubayar dengan senyum pura-pura.
"Bersabarlah," mereka cuman bisa berbicara seperti itu.
"Apa mereka sadar atau sudah gila, apa arti bersabar jika dia tidak ada lagi. Bersabar bisa menghentikan pendarahan itu? Emangnya bersabar bisa mengembalikan nyawanya?". Gumam Ahmad
"ikhlaskan saja," kata mereka yang kembali berseru.
"Bagaimana mengikhlaskan dia yang pergi tanpa pamit, menjauh tanpa pesan, dan ditambah lagi dia tak pernah mengajariku arti mengikhlaskan" hati Ahmad yang kembali bergumam dengan air mata yang mulai menetes
"Ini sudah takdir," kembali lagi dengan kata-kata mereka yang kini semakin memelas.
"Bagaimana ini sebuah takdir? Apa tuhan menciptakanku untuk segera mati menderita?" kinu dengan suara yang lantang tersuarakan bersama isak tangis.
Keberadaan jiwa yang sudah menghilang membawa perih seribu tusukan. Hati yang mencintai kini membenci takdir yang memisahkan. Jarak, bukan perkara tentang jauh dekatnya. Tapi, sudah tidak dapat bertemu lagi. Rasa terpukul kuat, sungguh berasa betul.
Ayah Ahmad, seorang penjual sayur-mayur di pasar. Gardu yang sempit menemani hari mengadu nasib. Ragu melangkah, ada apa ini? Kekhawatiran, logika, dan rasa mulai terkoyak-koyak tak henti,
Tubuh kekar itu, tergeletak terbanting diatas aspal. Semua orang ketakutan. Simbahan darah yang berceceran deras. Ada apa ini tuhan?
Wanita berdaster memeluk kepergiannya. Erat sangat erat bersama darah yang masih mengalir.
Ambulance menggotong Ayah Ahmad yang kini tak bernyawa.
Di depan rumah bertengger bendera putih dan keranda.
"kenapa ini bisa terjadi,"
"Ibu, bagaimana bisa!" teriak Ahmad yang histeris.
Ahmad orang kedua yang merasakan keputusasaan setelah ibunya. Rasa untuk melepaskan sungguh sangat sulit. Batinnya tersakiti sedalam dalamnya,
***
Kepedihan membawanya dalam titik ini. Tingkahnya mulai berubah. Kini semenjak naik SMA, dia selalu membuat onar. Pasti ada seseorang yang akan membawa kebahagiaan dan kehangatan. Satu pesan dari almarhum ayahnya "Jangan buat air mata berjatuhan karena tingkahmu,"
Untuk sementara, tiap sore dia membantu ibunya mencari nafkah. Bukan hanya sekedar menjadi laki- laki remaja saja tapi, juga harus menjaga harta yang paling indah yaitu keluarga.
Menghabiskan malam dengan seduhan secangkir kopi panas. Aku bisa merasakan ketenangan dalam diri. Walau itu sangat sedikit dan itu sangat melegakan.
"Bersabarlah," mereka cuman bisa berbicara seperti itu.
"Apa mereka sadar atau sudah gila, apa arti bersabar jika dia tidak ada lagi. Bersabar bisa menghentikan pendarahan itu? Emangnya bersabar bisa mengembalikan nyawanya?". Gumam Ahmad
"ikhlaskan saja," kata mereka yang kembali berseru.
"Bagaimana mengikhlaskan dia yang pergi tanpa pamit, menjauh tanpa pesan, dan ditambah lagi dia tak pernah mengajariku arti mengikhlaskan" hati Ahmad yang kembali bergumam dengan air mata yang mulai menetes
"Ini sudah takdir," kembali lagi dengan kata-kata mereka yang kini semakin memelas.
"Bagaimana ini sebuah takdir? Apa tuhan menciptakanku untuk segera mati menderita?" kinu dengan suara yang lantang tersuarakan bersama isak tangis.
Keberadaan jiwa yang sudah menghilang membawa perih seribu tusukan. Hati yang mencintai kini membenci takdir yang memisahkan. Jarak, bukan perkara tentang jauh dekatnya. Tapi, sudah tidak dapat bertemu lagi. Rasa terpukul kuat, sungguh berasa betul.
Ayah Ahmad, seorang penjual sayur-mayur di pasar. Gardu yang sempit menemani hari mengadu nasib. Ragu melangkah, ada apa ini? Kekhawatiran, logika, dan rasa mulai terkoyak-koyak tak henti,
Tubuh kekar itu, tergeletak terbanting diatas aspal. Semua orang ketakutan. Simbahan darah yang berceceran deras. Ada apa ini tuhan?
Wanita berdaster memeluk kepergiannya. Erat sangat erat bersama darah yang masih mengalir.
Ambulance menggotong Ayah Ahmad yang kini tak bernyawa.
Di depan rumah bertengger bendera putih dan keranda.
"kenapa ini bisa terjadi,"
"Ibu, bagaimana bisa!" teriak Ahmad yang histeris.
Ahmad orang kedua yang merasakan keputusasaan setelah ibunya. Rasa untuk melepaskan sungguh sangat sulit. Batinnya tersakiti sedalam dalamnya,
***
Kepedihan membawanya dalam titik ini. Tingkahnya mulai berubah. Kini semenjak naik SMA, dia selalu membuat onar. Pasti ada seseorang yang akan membawa kebahagiaan dan kehangatan. Satu pesan dari almarhum ayahnya "Jangan buat air mata berjatuhan karena tingkahmu,"
Untuk sementara, tiap sore dia membantu ibunya mencari nafkah. Bukan hanya sekedar menjadi laki- laki remaja saja tapi, juga harus menjaga harta yang paling indah yaitu keluarga.
Menghabiskan malam dengan seduhan secangkir kopi panas. Aku bisa merasakan ketenangan dalam diri. Walau itu sangat sedikit dan itu sangat melegakan.
Tokoh Utama
Ahmad
Noer
Ulasan kamu
Ulasan kamu akan ditampilkan untuk publik, sedangkan bintang hanya dapat dilihat oleh penulis
Apakah kamu akan menghapus ulasanmu?
Disukai
0
Dibaca
215
Rekomendasi dari drama
Novel
Turtles All The Way Down
Mizan Publishing
Novel
Tough Woman
Anggi faizta
Novel
Penjara Suci
Maqbul HS
Novel
Reverse
Rebecca Jemima Pasaribu
Novel
Eyes
Cumiplutoo
Novel
Perfect Zoom
A.D.S
Novel
Other Pages
Wiwin Setyobekti
Webtoon
Mataram In Memory
Uco Penguin
Novel
Menghapus Temu
Istri Sah Woo Do Hwan
Webtoon
Seperti yang Aku Mau
Cikie
Novel
EPILOG: Abhakalan
Manusia Purba
Novel
Nakalnya Anak Muda
putra ramadhan
Webtoon
Paralel Signal
[Raven_Owl]
Novel
INITIAL
Rein
Novel
8154's Letter Behind You
Niswahikmah