Masukan nama pengguna
Namaku cinta. Ibu memberi nama itu, berharap aku tumbuh menjadi seseorang yang kelak akan mencintainya dan juga sesama. Sekarang aku sudah remaja, dan aku sangat mencintai ibuku. Aku bisa mencintainya. Meski aku berharap bisa lebih dari itu. Bisa membanggakannya.
"Nasi uduk... Nasi uduk..."
Seruan Ibu menggema setiap pagi, memecah keheningan kampung demi menjajakkan jualannya yang dilakukan secara berkeliling. Aku yang sesekali ikut berjualan dengannya hanya bisa menahan perih kala melihat wajahnya secara diam-diam yang tampak begitu ikhlas berjuang sendiri untuk menghidupiku setelah Ayah harus pergi karena kecelakaan di saat aku masih bayi.
Matahari terbenam. Bulan dan bintang berganti menghiasi langit. Di depan rumah aku dan ibu duduk berdampingan menatap ke atas langit.
"Ibu harus terus berada di sampingku sampai aku bisa bersinar seperti bintang di atas sana," ujarku seraya terus menatap ke langit.
Ibu menoleh lalu menggenggam tanganku. Aku melihatnya tersenyum tulus ke arahku.
"Di mata Ibu, kau sudah bersinar melebihi bintang itu. Kau sudah tumbuh menjadi anak yang patuh, sangat mencintai Ibu, dan juga solehah, itu sudah lebih dari cukup bagi ibu."
Ibu tersenyum seraya membelai pipiku dengan satu tangannya.
"Jangan bebani dirimu hanya untuk membuat Ibu lebih bahagia."
Di kesunyian malam, aku menangis mengingat kalimat Ibu saat berdoa di atas sajadah.
Tepat pukul empat pagi, kududukkan tubuh menghadap laptop, melanjutkan cerita yang ku buat dengan penuh semangat dan harapan. Berharap kelak novel yang kutulis bisa terbit. Dan aku bisa menjadi penulis bestseler, hingga aku bisa membanggakan sekaligus membantu ibuku.