Cerpen
Disukai
16
Dilihat
4,139
GADIS BALI DITANAH PASUNDAN (Kisah Cinta Yang Terulang)
Romantis

Setelah Aldi lulus dari SMP, Aldi dan Orang tuanya mulai mencari-cari SMA Negeri untuk mendaftar, padahal Nem atau Nilai Akhir Aldi tidak cukup untuk masuk Sekolah Negeri, karena Bapaknya Aldi bersikeras untuk supaya Aldi bisa disekolah Negeri, akhirnya setelah kesana kemari Bapaknya Aldi mengajak untuk mendaftar disalah satu SMA Swasta dikota Bandung, yang terletak di jalan Balong Gede Bandung, Karena Aldi pun sudah pasrah untuk bersekolah dimana saja, karena merasa diri hasil Nem nya tidak cukup untuk bersekolah di Negeri.

Akhirnya Aldi pun bersama Ayahnya berangkat daftar ke Sekolah Swasta Tersebut, tidak disangka, ternyata Sekolah Swasta tersebut sudah mulai melakukan MOST atau OSPEK, walau begitu masih banyak beberapa orang tua yang mendaftarkan Anaknya disekolah tersebut,Aldi salah satunya dan bahkan ada yang tidak diterima, saking sudah membludaknya pendaftar, akhirnya Aldi diterima dikelas X-O, kelas paling terakhir didalam angkatan 2005 sekolah tersebut dan juga kelas yang tidak menikmati jadwal jam pagi dibanding kelas lainnya yang masih bisa gantian per semester, karena keterbatasan ruangan.

Akhirnya Aldi menikmati dua semester sekolah siang, karena jarak sekolah Aldi yang lumayan jauh dan dipusat kota dibanding ketika SMP , sehingga Aldi harus terbiasa naik kendaraan umum (Angkot) pada waktu itu, karena Bapaknya belum bisa membelikan Sepeda Motor pada saat itu, akhirnya Aldi pun sudah resmi berseragam putih abu berangkat setiap siang , dengan suasana teman baru, sekolah baru dan membuka lembaran baru.

Disela-sela kegiatan selama berseragam putih abu, ada 1 orang gadis keturunan Bali yang bersekolah ditanah pasundan bernama nimade yang mencuri perhatian Aldi, bedanya dengan Rani ketika SMP, Nimade ini merupakan teman sekelas Aldi, hanya saja Aldi seperti biasa, hanya bisa memendam tanpa bisa langsung mengungkapkan, apalagi disaat teman teman sebayanya menggunakan motor Aldi masih menggunakan kendaraan umum (Angkot), semakin membuat rasa gengsi nya tinggi.

Ada suatu moment Aldi menatap kosong ke arah papan tulis.Suara ibu guru terdengar seperti angin lalu di telinganya Pikirannya sedang sibuk berkelana. Sibuk memikirkan satu hal.Atau lebih tepatnya, satu orang.Ni Made.Gadis berambut hitam legam dengan senyum yang selalu bisa menenangkan badai di hatinya. Hari itu, seperti biasa, Ni Made duduk di bangku depan. Tertawa kecil bersama teman-temannya.

Aldi memperhatikan dari kejauhan. Tak berani mendekat.Takut merusak pemandangan sempurna itu. Baginya, Ni Made seperti lukisan indah yang tak pantas disentuh. Hanya cukup dipandangi. Dinikmati diam-diam Semua bermula di awal semester pertama ini. Namun dunia seolah sengaja mengatur semuanya. Menyatukan dua hati yang tadinya asing.

Pada hari pertama, Aldi duduk tepat di belakang Ni Made. Saat itu, tanpa sengaja, pulpen Ni Made jatuh. Aldi memungutkannya. Jari mereka bersentuhan sejenak. Singkat. Tapi cukup untuk menggetarkan hati Aldi Sejak saat itu, Aldi mulai memperhatikan Ni Made lebih sering. Setiap tawa kecilnya.Setiap gerakan tangan saat ia menulis.Bahkan aroma sampo kelapa dari rambutnya.Aldi menyadari satu hal. Ia jatuh cinta.

Diam-diam Dalam-dalam Rasa itu tumbuh liar seperti ilalang di padang kosong Tak bisa dikendalikan Tak bisa dihentikan.Waktu berjalannAldi semakin dekat dengan Ni Made Mereka sering satu kelompok dalam tugas. Sering pulang bareng jika kebetulan searah Meski hanya di halte. Aldi menikmati setiap detik bersamanya. Bahkan saat harus pura-pura santai padahal jantungnya nyaris meledak Ni Made pun tampak nyaman.

Ia selalu tertawa lepas di dekat Aldi. Bercerita tentang keluarganya di Bali Tentang keinginannya menjadi arsitek Tentang mimpinya membangun villa di Ubud Aldi mendengarkan semuanya dengan penuh perhatian Menghafal setiap detail Setiap kata. Seperti menulis surat cinta di hatinya sendiri.Tanpa tinta.Tanpa kertas. Hanya kenangan Namun Aldi tetap belum berani menyatakan perasaannya. Ada ketakutan yang menjerat langkahnya Takut segalanya berubah Takut kehilangan

Sampai suatu sore, saat hujan turun rintik-rintik, mereka berteduh bersama di halte angkot. Aldi melihat kesempatan itu.Kesempatan yang mungkin hanya datang sekali. Ia mengumpulkan seluruh keberaniannya Denyut nadinya berpacu Tangannya berkeringat dingin "Made," panggil Aldi pelan. Ni Made menoleh, matanya berkilat lembut.

"Aku suka sama kamu," ucap Aldi akhirnya,

nyaris berbisik, Kalimat itu meluncur seperti anak panah dari busur yang lama ditarik. Lepas. Tak bisa ditarik kembali.

Untuk beberapa detik, dunia seakan berhenti berputar. Hanya ada Aldi, Ni Made, dan rintik hujan. Ni Made tersenyum Tapi bukan senyum yang Aldi harapkan Ada kesedihan di sana Ada luka yang samar.

"Al, kamu baik banget..." jawab Ni Made pelan.

"Tapi aku sebentar lagi harus pindah ke Bali. Papaku dapat tugas kerja di sana. Aku... gak mau ninggalin janji di sini."

Kalimat itu menampar Aldi lebih keras daripada apapun. Ia terdiam. Tak tahu harus berkata apa.Hari-hari setelah pengakuan itu terasa aneh.Canggung.Sepi. Mereka masih berbicara. Masih tertawa. Tapi selalu ada jarak yang tak terlihat. Seperti dua pulau yang perlahan terpisah oleh pasang surut ombak. Aldi hanya bisa menatap punggung Ni Made semakin jauh.Tak bisa berbuat apa-apa. Tak bisa menahan.

Hari terakhir Ni Made di sekolah, Aldi datang lebih awal Ia membawa surat kecil. Ditulis tangan semalam suntuk. Isinya sederhana, Tentang rasa sayangnya.Tentang doanya untuk kebahagiaan Ni Made Tentang harapannya untuk bertemu lagi suatu hari nanti Ia menyelipkan surat itu di laci meja Ni Made Saat upacara perpisahan kecil yang dibuat wali kelas kami saat itu, kami dikumpulkan di Aula kecil, Aldi berdiri di tengah kerumunan Matanya mencari Ni Made. Akhirnya menemukannya. Ni Made tersenyum dari kejauhan Mengangkat tangan melambai.Aldi membalas lambaian itu Senyumannya getir Mereka saling mengerti Tanpa kata Tanpa janji.

Setelah itu, Ni Made benar-benar pergi Menghilang dari hidup Aldi seperti embun yang menguap saat matahari terbit Aldi kembali duduk di bangkunya Belajar seperti biasa Namun setiap kali melihat bangku kosong di depannya, hatinya terasa diremukkan perlahan Waktu berjalan Bulan berganti Aldi tetap menjalani hidupnya Namun setiap senja, setiap hujan turun, bayangan Ni Made selalu kembali Menyapanya diam-diam.

Kadang Aldi membuka kembali surat balasan dari Ni Made yang sempat ia terima sebelum gadis itu pergi Surat itu sudah lusuh Tulisannya sedikit pudar Tapi setiap kata tetap hidup di hatinya.

"Terima kasih sudah mencintaiku dalam diam dan berani menyatakannya, Aldi. Jangan benci aku karena harus pergi.

Suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi di tempat di mana langit dan laut bersatu. Aku percaya itu."

Aldi menutup surat itu pelan Menatap langit jingga di luar jendela Menunggu Masih menunggu Meskipun tahu mungkin Ni Made sudah melupakan Mungkin sudah mencintai orang lain Mungkin sudah melangkah jauh, Walaupun Nimade bukan cinta pertamanya Tapi Aldi terkadang sulit melupakannya Bagi Aldi, Ni Made tetaplah bagian dari senjanya Bagian dari musim yang pernah datang sebentar Tapi meninggalkan jejak selamanya Dan setiap kali hujan turun, Aldi akan tersenyum kecil. Mengingat gadis Bali berambut wangi aroma kelapa Yang pernah mengisi hatinya Yang pernah menjadi dunia kecilnya. berbeda dengan perasaannya kepada Rani (cinta pertamanya ketika di SMP) Nimade sangat berkesan

Sampai saat ini, Aldi masih berjalan ke halte angkot masa masa SMAnya itu sesekali. Berdiri di tempat di mana ia pernah menyatakan cintanya Merasakan rintik hujan di pipinya Mencari sosok yang tak pernah benar-benar hilang dari hatinya Mungkin suatu hari nanti, mereka akan bertemu lagi Mungkin tidak Tapi Aldi tahu satu hal pasti Cinta itu pernah ada Pernah nyata Dan itu cukup Walau harus kembali berakhir sedih.







Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)