Cerpen
Disukai
1
Dilihat
6,107
Detektif Arman Dan Dendam Sang Arwah
Misteri

Babak Pertama : Pemakaman

Ketujuh orang itu masih duduk mengelilingi sebuah pusara yang mulai ditinggalkan oleh para pelayat. Hanya ada keheningan dan sesekali suara hembusan angin sore yang membuat pohon-pohon disekitar mereka mengeluarkan suara ranting dan dedauan yang saling bersentuhan.

Seorang ibu masih menangisi kepergian putra tercintanya didalam pelukan sang menantu yang terlihat tidak jauh berbeda keadaanya, menangisi kepergian suami tercinta yang telah menikahinya enam bulan lalu.

Wajah kelima pemuda terlihat begitu lelah dengan mata sembabnya, setelah semalaman bercengkrama menemani jenazah sahabat mereka saat disemayamkan di rumahnya, seorang sahabat yang telah bersama mereka semenjak dunia mereka hanya sebuah petualangan bagi anak laki-laki menjelajahi desa kecil mereka yang terletak disebuah area kaki gunung.

Keheningan masih menjelma menjadi suasana duka dengan sesekali terdengar isak tangis bergantian diantara mereka, yang mungkin karena teringat kenangan mengaharu biru dengan seorang anak, suami dan sahabat.

Suara adzan Ashar terdengar jelas walaupun area pemakaman itu berada ditengah-tengah persawahan, dan mereka masih berduka disana.


***

Bagian Kedua : Tragedi Masa Lalu


Salma menatap Bayu yang duduk termenung, menatap kosong entah pada matahari yang mungkin kurang dari satu jam lagi hilang dari cakrawala atau menatap pantai di bawahnya dengan ombaknya yang mulai menguat. Dia lalu menghampiri Bayu dan duduk disampingnya, disebuah perahu kayu yang kemungkinan sengaja diletakkan diatas tebing untuk menarik perhatian para pengunjung Pantai. Dan akhirnya tatapan kosong itupun menular padanya.

Salma tersenyum, "Sekarang aku paham kenapa mas Surya begitu mencintai tempat ini."

"Dan kamu Bayu, juga Rian, Agus, Rozak dan Ilham," lanjut Salma.

Sosok pemuda duapuluh enam tahun itu masih terdiam. Wajah pucatnya mulai tersamar dengan siluet senja, namun rambut tipisnya tidak bisa berbohong saat angin yang mulai kencang membuatnya terombang ambing.

"Tapi entah kenapa dia tidak pernah membawaku kesini."

Bayu terkejut dan menoleh pada Salma, "Benarkah? Bukankah beberapa kali kalian pernah ke pantai-pantai disini."

"Tapi tidak pernah singgah kesini. Mungkin karena ini tempat sakral bagi kalian untuk mengasingkan diri."

Bayu yang kembali dengan tatapan kosongnya, tersenyum lemah saat mendengar ucapan Salma, selemah tubuhnya yang telah kehilangan beberapa kilo.

"Tidak ada hal semacam itu, mungkin dia hanya ingin membawa istri tercintanya ke tempat yang berbeda dari sahabat-sahabatnya."

"Aku bercanda Bay." Salma tertawa diikuti tawa kecil dari bibir Bayu.

Suasana hening kembali merayap diantara mereka, hanya suara deburan ombak yang keras menghantam tebing di bawah mereka.

"Tapi aku merasa sebelum mas Surya meninggal, aku melihat hanya kalian berdua yang pergi kesini dan bukan dengan kalian berenam."

"Mungkin karena hanya aku yang pengangguran," sahut Bayu ringan.

Salma menoleh dengan wajah terkejut, "Bay ..."

Bayu tertawa lemah lalu beberapa detik kemudian Salma ikut tertawa.

"Ilham sibuk dengan peran baru sebagai bapak, lalu Agus setelah sekian lama hidup sebagai pemancing, akhirnya mengiklaskan diri menjadi guru olah raga honorer."

Sebuah jeda yang diikuti tawa dari Salma.

"Rozak yang katanya sibuk dengan kuliah yang entah kapan dia selesaikan, lalu Rian yang sibuk menghabiskan uangnya, hasil kerja dikapal pesiar dengan entah wanita mana lagi ..."

Kali ini sebuah jeda dengan keheningan diantara mereka.

"Kata mas Surya, cintamu pada Vespa kelak akan membawamu pada pekerjaan yang akan kamu cintai, dan itu sudah terlihat walaupun tidak selalu ada."

Ada sedikit senyum diwajah Bayu walaupun sesaat, mendengar ucapan penyemangat Salma

"Sudah sebulan berlalu, dan aku masih belum percaya dan menerima kepergian sahabat terbaikku."

"Suami terbaik," ucap Salma lirih.

"Hei ada yang tahu kenapa ada garis polisi di jalan masuk tadi?"

Suara dan kedatangan Rozak mengejutkan Bayu dan Salma.

"Jadi seperti ini pemandangan diatas tebing, aku tidak pernah seklipun naik kesini." Rian datang dan langsung duduk disamping Bayu, mulutnya sibuk dengan rokok ditangannya.

"Seorang perempuan bunuh diri sepuluh hari yang lalu, kata pemilik penginapan, dia melompat ke laut dari sana?"

Semua mata tertuju pada bibir tebing begaris polisi didepan mereka, tepat kearah telunjuk Ilham.

"Serius?" Keterkejutan Rozak mewakili semua yang ada disitu. Semua menatap kearah Ilham yang hanya menjawab dengan sebuah anggukan.

"Dan mereka belum menemukan tubuh perempuan itu." Agus yang datang terakhir menambah keterkejutan mereka, "Dan dia tinggal di tempat kita menginap."

Semua terdiam mendengar kalimat terakhir Agus, sebuah keheningan yang cukup lama.

Rian menyeringai dan melempar rokok ditangannnya setelah hisapan terakhir, "Jangan bilang kalian takut lalu memilih pulang, Bayu telah susah payah merencanakan dan membiayai perjalanan ini khusus untuk kita mengenang Surya."

"Bukan aku yang merencanakan dan membiayai perjalanan ini."

Bantahan Bayu membuat semua terkejut.

"Maksudmu Bay ...?" Salma menatap penasaran pada Bayu.

"Selamat Sore."

Semua dikejutkan dengan sebuah suara berat dari belakang mereka. Semua menoleh ke belakang dan mendapati Ibu Irma sedang berdiri dengan seorang laki-laki berpenampilan rapi dengan jas panjangnya.

"Ibu ..." Salma bangkit berdiri dan menghampiri Ibu Irma.

Laki-laki itu mempersilahkan Ibu Irma dan Salma untuk duduk kembali, dan dia mengikuti duduk dihadapan mereka.

"Seperti tidak asing?"

"Iya seperti ..."

"Detektif Arman." Bayu menjawab tanda tanya dari Ilham dan Agus dan membuat semua terkejut.

"Yang mengungkap misteri kematian artis yang jatuh dari lantai 19." Wajah keterkejutan Ilham tidak bisa disembunyikan.

"Paling tidak kuliah hukummu yang tidak pernah selesai itu berguna," ejek Rian yang sedari awal tidak suka dengan kehadiran tamu asing didepannya.

"Rian ..." Suara lembut ibu Irma mencoba menenangkan ketegangan antara Rozak dan Ilham.

"Mereka membesar-besarkannya," Detektif Arman tertawa, "Kalian tahukan media seperti itu? Sebuah kasus mudah yang sebenarnya masih banyak kasus yang lebih sulit dari itu yang tidak pernah tertangkap oleh media."

"Seperti kasus ini." Detektif Arman mengeluarkan sebuah amplop dari dalam saku jasnya. Semua menatap dengan penuh ketegangan dan tanda tanya.

Satu persatu detektif Arman melempar foto-foto dari dalam amplopnya keatas meja kayu ditengah-tengah mereka. Ada senyum puas diwajah sang detektif saat melihat ekspresi terkejut dari orang-orang didepannya menatap foto-foto diatas meja.

Salma dengan wajah terkejut dan tangan gemetar mengambil sebuah foto. Sosok Surya, sang suami tercinta sedang berswafoto dengan seorang perempuan yang cukup cantik. Dia menatap sekeliling lalu kebelakang dan tersadar mereka berfoto ditempat dia duduk saat ini.

"Siapa perempuan ini?" teriak Salma sambil terisak dan meremas foto ini dengan penuh kemarahan.

Kelima pemuda itu terdiam, sesekali saling menoleh satu sama lain kebingungan kecuali Bayu yang terlihat tenang.

"Dia ..."

"Dia hanya rekan kerja, lebih tepatnya pemilik cafe tempat Surya bekerja. Kami ... Surya sering mengajaknya ke pantai atau ke gunung bersama kami dengan alasan Surya merasa kasian karena dia tidak memiliki siapa-siapa di kota." Rian memotong kalimat Bayu.

"Hanya sebatas itu, dan yah ... sesekali kami datang ke cafe untuk sekedar nongkrong,"

Bayu hanya tersenyum sinis mendengar setiap kalimat Rian, yang seolah-olah melakukan sabotase agar keempat temannya tidak bebrbicara didepan sang detektif.

Salma menatap sahabat-sahabat Surya bergantian, "Kenapa aku tidak pernah mendengar tentangnya, ... ?"

"Diana, namanya Diana."

Semua menoleh kearah Bayu, termasuk Rian yang melotot padanya.

"Diana atau siapapun dia, kenapa aku tidak pernah mendengar tentangnya, di foto ini kalian terlihat begitu dekat dengannya, bukan sekedar seseorang yang sekali atau dua kali bertemu."

"Kenapa kalian merahasiakannya, apa ada hubungannya dengan mas Surya yang terlihat begitu dekat dengannya dibandingkan dengan kalian?" Salma menangis di bahu Ibu Irma yang mulai menenangkannya dengan membelai rambut Salma.

Bayu memegang erat tangan Salma, "Tidak perlu membawa-bawa Surya yang sudah tenang disana, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini."

"Dan kita tidak ada kepentingan untuk menjelaskan masalah ini padanya." Tatap Rian seolah-olah memperingatkan pada Sang Detektif.

"Tentu ... tentu kalian akan memberikan penjelasan untuk membantu proses penyelidikan, jika nantinya semua ini berhubungan dengan kematian sahabat kalian." Dengan tenang dan penuh wibawa , Detektif Arman memberikan elemen keterkejutan diakhir kalimatnya.

"Apa ... apa maksudnya?" ucap Rozak gugup.

"Jangan mempermainkan kami." Rian tetap dengan amarahnya.

Detektif Arman berdiri berbalik membelakangi mereka dan menatap samudra dihadapannya.

"Sahabat kalian dibunuh oleh seseorang, yang aku yakin dia sedang duduk bersama kita."

Semua yang menatap sang detektif terkejut, Rian tiba- tiba bangkit dengan amarahnya.

"Apa yang kamu bicarakan, Surya meninggal karena sakit autoimun dan gagal ginjal, jangan mengada-ada atau aku laporkan ..."

"Pada wakil polres yang kebetulan bapakmu yang duduk disana." Detektif Arman tersenyum.

"Benarkan Surya dibunuh?" Suara lemah dari Bayu mampu menarik perhatian semuanya.

Sang detektif menatap sejenak Ibu Irma yang terisak dan memegang lembut tangannya dan setelah anggukan dari Ibu Irma, dia melepas tangannya.

"Seminggu yang lalu secara rahasia, kami melakukan autopsi pada jenasah sahabat kalian."

"Hasil awal dari proses autopsi menunjukkan adanya zat beracun dalam tubuh korban ..."

"Bajingan ... Asu kamu Rian ..." Bayu dengan puncak kemarahannya, tiba-tiba berdiri dan menyerang Rian, mendorong tubuh Rian hingga terjatuh lalu memukul wajahnya hingga berdarah.

"Bayu ..." Agus dibantu Rozak menarik tubuh Bayu menjauh dari Rian yang tubuhnya juga ditarik menjauh oleh Ilham.

Salma dan Ibu Irma hanya terisak menyaksikan pertengkaran antara Bayu dan Rian, sedang sang detektif menyaksikan drama didepannya dengan tenang tanpa ada keinginan untuk melerai.

"Kamu pembunuh bajingan, kamu membunuh sahabat kita," teriak Bayu dengan tubuh lemahnya berusaha untuk melepaskan diri dari Agus dan Rozak.

"Diam kamu bangsat, kamu ..."

"Rian ..." Ibu Irma melangkah dengan terisak mendekat kearah Rian lalu memegang lembut tangan Rian, yang sedang menyingkirkan darah dari hidung dan mulutnya.

"Apa yang disampaikan Bayu itu tidak benar bukan, Surya sudah seperti saudaramu, saudara kalian." Ibu Irma menatap kelima pemuda dihadapannya.

"Mereka pernah memiliki rencana untuk menyingkirkan Surya."

Semua terkejut dengan ucapan Bayu, tak terkecuali sang detektif.

Ibu Irma limbung, segera Salma berjalan dan meraihnya lalu mereka duduk sambil terisak.

"Tapi kenapa? Apa salah anak ibu hingga kalian ingin membunuhnya, kalian sahabat Surya sejak kecil, yang juga sudah ibu anggap sebagai anak ibu sendiri, kenapa ..." Ibu Irma tidak sanggup melanjutkan kalimatnya dan terisak dipelukan Salma.

"Tega kalian semua, katakan siapa yang membunuh mas Surya ..." Salma berteriak kearah sahabat-sahabat Surya yang hanya terdiam dengan wajah bersalah mereka.

"Diana, semua bermula dari Diana."

Semua menatap kearah Bayu yang sedang menunjuk kearah foto-foto yang tercecer di meja.

"Bayu ..." Agus, Rozak dan Ilham berteriak bersamaan.

Bayu menatap ketiganya, "Tidakkah kalian lelah dengan dosa-dosa yang kita bawa sejak dua tahu lalu. Mungkin sudah saatnya Diana mendapatkan keadilan atas perbuatan kita, dan mengungkap siapa pembunuh Surya, sahabat kita."

"Apa yang kamu bicarakan Bay, apa hubungannya dengan mas Surya ..." Salma masih terisak, "Rian ..."

"Katakan apa yang terjadi dua tahun lalu hingga salah satu atau mungkin kalian semua tega menghabisi nyawa sahabat kalian." Derektif Arman duduk seolah-olah siap menyaksikan adegan drama selanjutnya.

"Kehadiran Diana kami terima dengan baik di tengah-tengah persahabatan kami, Surya merasa Diana kesepian karena sebatangkara di kota, tanpa keluarga dan teman. Berkemah di gunung atau pantai, dia selalu ada tanpa kami merasa canggung karena sosok dia yang perempuan diatara kami yang laki-laki."

Suara ombak dan angin yang mulai bertiup kencang memecah keheningan sesaat.

"Apakah kalian juga akan bercerita dibagian dimana kalian semua jatuh cinta dengan sosok sahabat baru kalian."

Semua terkejut dengan ucapan detektif Arman dan menatapnya saat sang detektif mengeluarkan foto yang sama dari dalam amplop lalu menatapnya satu persatu dan meletakannya dimeja setelahnya.

Salma mengambil foto yang sama dengan yang dia ambil tadi, foto saat suaminya sedang berswafoto dengan Diana. Dia terisak dan meremas foto itu kembali.

"Sebuah tragedi tentang cinta bertepuk sebelah tangan." Detektif Arman berdiri lalu membelakangi mereka, "Katakan apa yang terjadi malam itu, sebuah awal dari penghianatan pada sahabat kalian."

"Dia memperkosanya," dengan lantang Bayu berteriak dan menunjuk Rian yang terkejut dan memandang penuh amarah pada Bayu.

"Dia memperkosanya malam itu di tenda, saat aku dan Surya sedang mencari ranting. Dan tidak ada satupun dari kalian mencegahnya, bangsat." Bayu menunjuk Rozak, Agus, llham yang hanya tertunduk.

"Kamu sengaja membuat Diana mabuk, padahal kamu tahu dia berjuang selama bertahun-tahun untuk bebas dari alkohol akibat pergaulannya saat menjadi TKI di Jepang."

"Sejak malam itu, semuanya tidak lagi sama. Diana menghilang bagai ditelan bumi dan Surya harus menjalani rasa bersalahnya setiap hari. Kita tahu siapa yang sebenarnya memenangkan hati Diana."

"Tidak mungkin mas Surya ..." Diana terisak dan meremas foto ditangannya.

"Surya menjalani hidup dalam rasa bersalahnya selama dua tahun ini, dan berencana melaporkan kejadian malam itu, walaupun dia merasa terancam olehmu." Bayu menunjuk Rian dengan tatapannya.

"Dan kalian membunuhnya karena merasa terancam akan rencana Surya." Detektif Arman masih berdiri membelakangi mereka.


***

Bagian Ketiga : Pengungkapan.


"Aku tidak membunuh Surya, itu hanya sebuah rencana yang tidak pernah terjadi." Suara Rian mulai terdengar tanpa amarah.

"Sebuah amarah dan ketakutan sesaat, tapi ini Surya, saudara dan kakak, yang kami memukulnyapun tidak akan pernah tega."

Ibu Irma berdiri lalu menghampiri Agus yang ucapannya membuat Ibu Irma terharu.

Tiba-tiba Agus bersimpuh di kaki Ibu Irma dan menangis, yang kemudian diikuti oleh Ilham, Rozak dan Rian yang butuh waktu beberapa saat.

"Maafkan kami bu," ucap mereka sambil menangis.

Salma dan Bayu hanya berdiri ditempat mereka dan terisak.

"Aku percaya mereka." Ibu Irma menatap sang detektif.

"Aku tidak percaya pada mereka sampai beberapa menit yang lalu." Detektif Arman berbalik.

"Maksudmu mas Surya tidak dibunuh." Salma terlihat bingung.

Sebuah suara pesan masuk berbunyi, sang detektif membuka pesan di telepon genggamnya lalu memasukkannya lagi di saku celana.

"Dia dibunuh, dan kecurigaannku sekarang sudah terkonfirmasi."

"Tapi kamu bilang kamu percaya bukan kami pembunuhnya." Rian dan yang lain berdiri.

"Aku percaya apa yang kalian lakukan itu menjijikkan dan harus dipertanggungjawabkan. Tapi aku tidak percaya kalian pembunuhnya karena aku sudah mendapatkannya," ucap sang detektif tegas.

"Siapa? katakan ... kami akan datang padanya dan membalas perbuatannya." Bayu menghampiri sang detektif diikuti keempat sahabatnya.

Detektif Arman tersenyum, "Kita tidak perlu menghampirinya, dia ada disini."

Bayu dan sahabatnya terkejut lalu berbalik menatap Ibu Irma dan Salma.

"Kamu gila kalau kamu berpikir Ibu ..."

"Aku tidak mengatakannya ..." Detektif Arman memotong ucapan Bayu.

"Salma ..."Ibu Irma terkejut lalu terisak.

"Salma ..." Ada raut kekecewaan dari wajah Bayu, tampak berbeda dari sahabatnya yang lain yang terlihat terkejut.

"Mana mungkin aku membunuh mas Surya, kalian percaya." Salma terisak lalu lari kearah Ibu Irma, "Ibu percaya padaku, aku tidak membunuh mas Surya, Salma mencintai mas Surya bu."

"Aku pikir, itu hanya sebuah kebencian saat kamu meremas foto yang kamu ambil. Tapi hal sama kamu lakukan kembali, dan umpanku kamu makan. Kamu mencoba menghilangkan jejak masa lalumu."

Sang Detektif mengeluarkan foto yang sama dengan foto yang Salma ambil dua kali tadi. Bayu menerima foto itu, memperhatikan dengan seksama, tubuhnya tiba-tiba lemas seolah tidak percaya.

"Kamu bilang kamu tidak pernah kesini."

Yang lain segera meraih foto itu dan terkejut melihat sosok Salma yang tidak sengaja tertangkap kamera saat Surya dan Diana sedang berswafoto walaupun dia terlihat jauh menatap Surya dan Diana.

"Itu tidak membuktikan apa-apa, aku ..."

"Bagaimana dia meracuni Surya?"

"Bayu ..." teriak Salma disela-sela isakannya.

"Thalium, ... Diberikan dengan dosis kecil secara teratur menyebabkan kerusakan organ secara perlahan. Autoimun, gagal ginjal, pelemahan otot, masalah pencernaaan, ramburlt rontok. Tidak asing bagimu saat inikan?" Detektif Arman memegang pundak Bayu, "Bukti itu juga ada didalam tubuhmu sekarang dan juga di laboratorium, pabrik elektronik tempat Salma bekerja."

Semua terkejut.

"Gila kamu Salma, bagaimana kamu tega melakukan itu pada Surya dan Bayu," teriak Agus.

Salma menatap Ibu Irma, "Mereka diam-diam bertemu dengan permpuan itu disini, dan mas Surya akan meninggalkanku."

"Dan ibu yakin, kamu akhirnya tahu kalau dulu anak ibu akan menikahi Diana sebelum kejadian buruk itu terjadi."

Salma tertunduk lemas, menangis dan menjatuhkan tubuhnya lalu memeluk kaki Ibu Irma.

"Diana menemuimu?” tanya Bayu penasaran.

"Dendamnya menyelamatkanmu." Detektif Arman menunjuk kearah tebing.


***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)