Masukan nama pengguna
Sebuah rumah di suatu desa telah lama ditinggalkan. Konon, rumah itu adalah warisan seorang musisi bangsawan Spanyol yang garis keturunannya terputus setelah berabad-abad. Sang pewaris terakhir, terlibat dalam kecelakaan maut dalam perjalanan bisnisnya. Setelah itu, di tahun yang sama sebuah koran asing meringkas kisah kehidupannya yang menggemparkan semua orang. Berita utama yang menggambarkan betapa tragisnya kematian sang pewaris dihubung-hubungkan dengan berbagai spekulasi tentang kutukan yang menimpa keluarga musisi tersebut. Artikelnya tercetak di tiap lokasi, menarik minat para kolektor properti pada masanya. Dan dari situlah, rumah megah era Victoria itu kemudian menjadi ajang perebutan lelang yang diincar-incar oleh para orang kaya yang haus wilayah.
Tepat di tengahnya, menjulang seperti raksasa pencakar langit mendung, menara jam berwarna hitam legam di atas kuburan sang musisi, supaya beliau dapat mengawasi pekarangan sekitar rumahnya setelah kematiannya. Pekarangannya yang ditumbuhi rumput liar tampak suram dari balik pagar. Rumah tua yang ditinggalkan tidak terawat, dibiarkan seperti itu oleh penduduk di sana karena khawatir dengan kutukan yang melekat padanya.
Warga desa juga kerap kali mendengar suara nyanyian di tengah badai petir. Suara yang amat teduh dan sewaktu-waktu melengking di keheningan malam. Suara yang mengundang tanya sepanjang tahun, sehingga semua orang takut bukan main kalau melewati rumah itu. Lalu, sebuah keluarga petani datang menempati rumah itu, karena sang suami adalah pembantu dari pemenang lelang. Dan sang majikan dua minggu lalu tiba-tiba ditemukan tak sadarkan diri di kediamannya yang berada di luar kota. Ia begitu saja meninggal, kehilangan denyut terakhir yang mengabur bersama kesunyian. Kini, keluarga petani tersebutlah yang menempati tempat itu, seakan tidak pernah tahu sebelumnya tentang apa yang sebenarnya terkubur di dalamnya.
Setelah kedatangan keluarga petani itu, ketakutan orang-orang kian bertambah. Bukan, mereka tak mengkhawatirkan ketiga orang baru itu, melainkan mereka tahu apa yang akan dilakukan oleh arwah musisi itu jika seorang pun menempati tanah kehormatannya.
Namun, malam berlalu seperti tak ada tanda kemarahan. Anehnya juga, nyanyian yang mengganggu tiap sore dan tengah malam tidak datang-datang. Kelegaan muncul di wajah desa itu, berharap ke depannya pun akan selalu begini damainya.
Esoknya, pagi-pagi buta, seorang wanita pedagang sutera di pasar ditemui oleh seorang anak laki-laki. Sedih, melihat penampilan anak itu yang begitu mengoyak hati. Kakinya lecek, penuh garis-garis merah seperti bekas cambukan. Kulitnya berwarna kecoklatan, gosong oleh matahari, tetapi tidak cukup menyembunyikan lebam ungu kehitaman yang muncul di sana-sini seperti racun. Ujung bibirnya kelihatan menghitam. Meski begitu, ia berusaha berkomunikasi sebisanya. Dengan tersendat-sendat, anak itu mengutarakan kalimat patah-patah yang nyaris seperti orang bisu mengejakan alfabet.
Pedagang sutera itu berhenti. Ia tak tega, melihat keadaan anak ini yang berhasil selamat dari kejadian yang ia tak tahu apa pun. Di sekitar tempat ia berjualan, ada jalan yang menghubungkan desa lain dengan pasar itu. Pastilah anak ini berasal dari desa itu.
Tetapi, sebab rumor-rumor tentang desa itu lama membuatnya bertahan untuk tak masuk ke sana, maka wanita pedagang sutera itu kembali berpikir-pikir. Membuat anak itu menunggu lama, rupanya ia merasa bersalah. Akhirnya, selama seminggu, anak itu tinggal dan dirawat oleh wanita itu. Namanya sekarang adalah Ethan, karena wanita itu dulunya menyukai karya para musisi klasik. Tak terkecuali sang musisi kebangsaan Spanyol yang meninggalkan kisah tragis tersebut.
Wanita itu mulai mengajari Ethan cara berbicara, membaca, dan berperilaku selayaknya manusia. Ia membantu Ethan beradaptasi dengan makanan yang tidak pernah dia sukai. Selain itu, Ethan juga tidak menolak semua kasih sayang yang diberikan wanita itu padanya. Selebihnya, ia menjadi jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali bertemu wanita itu. Kini, bocah itu fasih berbicara selayaknya anak pada umumnya.
Beberapa hari lamanya, sebuah surat dikirim ke rumah wanita itu. Betapa tercengangnya ia melihat alamat pengirimnya. Salah seorang dari desa itu baru saja memberikan pesan bahwa orang itu mendengar kabar anaknya yang hilang ada padanya. Orang tua Ethan yang asli. Wanita pedagang itu tersenyum, ketika Ethan kecil bertanya-tanya ke mana ia akan dibawa. Ternyata perjalanan tidak begitu jauh, mereka tiba dengan cepat disambut deretan perumahan tanpa seorang pun berkeliaran.
Tiba-tiba tampak oleh mereka sebongkah jasad di tepi sungai, terkapar dengan kulit putih pucat. Bukan hanya satu, ada puluhan tubuh. Mereka semua tidak bernyawa, sebagian terbawa arus deras yang mirip saluran pembuangan. Tubuh-tubuh itu bergelimpangan dan berserakan, seakan ada badai besar yang menimpa desa itu dan menenggelamkan mereka dalam sungai.
Wanita itu merinding. Namun, Ethan meringkuk di belakangnya, seolah menyembunyikan diri dari apa yang ada di hadapan mereka. Karena ia juga melihatnya dari sini, rumah itu.
Menara jam hitam itu mengarah pada mereka, ketinggiannya yang memukau tampak mengintimidasi. Rasanya seperti ada mata raksasa yang mengawasi kehadiran mereka. Mata besar yang jahat dan menakutkan. Dalam sedetik kemudian, tangan wanita itu terasa beku. Bukan udara dingin yang membekukannya, tetapi sebab ia sadar genggaman kecil di tangannya berpindah ke belakangnya.
"Mama, maafkan saya."
Bilah besi panjang tahu-tahu sudah menembusi jantungnya bersamaan dengan lolongan mengerikan. Anak itu menekannya lebih dalam ke punggungnya, merobek setiap inci organ tubuhnya hingga ujung bilah besi merobek kulit dadanya. Suara tawa renyah bercampur dinginnya benda yang menyatu dengan jantungnya itu saling beradu, mengaduk-aduk indra tubuhnya yang masih bekerja. Ethan tertawa-tawa dengan gembira, melihat wanita yang berhasil dibawanya. Untuk sepersekian detik, napas terakhir wanita itu sampai juga menguap ke udara, persis seperti saat Ayah Ethan melakukannya. Ayahnya yang mati dengan nama tersohor, "Garis Pewaris Bangsawan Spanyol Berakhir". Meski kenyataannya orang-orang berpikir bahwa kabar itu benar, tetapi Ethan tahu yang sebenarnya. Ia bertahan dengan mencuri, membunuh, memakan dan selebih-lebihnya dengan bantuan arwah kakeknya, sampai akhirnya ia akan beranjak dewasa dan mengakhiri kutukan itu.
Tidak seorangpun yang mengetahui keberadaannya di sana. Sekarang, wanita itu telah mati bersama yang lainnya.
"Mama, saya tidak sendirian lagi."
Ethan menoleh ke seluruh penjuru pekarangan yang amat luas itu. Berkat wanita itu yang mengajarinya membaca, menulis dan meniru tulisan orang lain, ia bisa membuat surat palsu itu tanpa khawatir ketahuan. Sewaktu-waktu, ia akan kembali ke pasar dan mencari yang lainnya. Mencari tubuh untuk dijadikan "Ayah". Proyek besarnya akan segera berakhir. Membentuk keluarga yang utuh. Keluarga yang tidak akan meninggalkannya karena kutukan itu. Ethan akan menjadi satu-satunya yang memiliki keluarga itu.
Sebelumnya, tubuh-tubuh yang bergelimpangan di sekitar desa itu adalah tetangga-tetangganya. Ketika mereka menemukan kehadiran bocah itu, ia membunuh tanpa ampun. Ia tak ingin diketahui, dihina, diinjak oleh manusia lemah. Kini, ia punya tujuan. Misi yang harus diselesaikan. Besok ia akan kembali ke pasar.