Masukan nama pengguna
Seorang pria menyapa Mimi dan tampak sedang berjalan menuju kearah gadis yang masih terbaring di tempat tidurnya itu.
Mimi merasa senang karena pujaan hatinya datang dan hendak menciumnya di saat itu juga. Setelah pria itu mendekat...
Tok... Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu terdengar keras membuat Mimi terbangun dari tidurnya. Sambil terus mengucek mata, Ah, ternyata hanya mimpi ya? siapa ya, yang menggedor pintu pagi-pagi begini, padahal aku hampir saja dicium oleh seorang pangeran tampan, bisiknya pelan.
"Hei, buka pintunya gadis pemalas. Sudah terang begini kau masih saja tidur lelap begitu. Buktikan kalau kamu itu seorang gadis," ocehan seseorang dari luar pintu tak berhenti sejak tadi.
Dengan malas Mimi bangkit dari tempat tidur, dan berjalan kearah pintu tersebut untuk membukanya.
"Ah..! bibi rupanya? Aku kira tadi siapa? Ayo bi, kita masuk ke dalam dulu." Mimi berbasa-basi menyuruh pemilik kost itu masuk ke dalam ruangan kamarnya.
"Tidak mau, kau tahu tidak? Uang sewa kamar ini belum kamu bayar selama tiga bulan. Sekarang saya mau minta uang itu sekarang, sesuai dengan janjimu." bibi kost itu menengadahkan tangannya untuk meminta uang yang ditagihnya.
Mimi tampak tersenyum,"Maaf ya bi, aku belum bisa bayar sekarang. Jika bulan depan gaji ku cair baru aku bisa bayarnya Bi, pokoknya bibi tenang aja ya, yang penting sekarang bagaimana bibi kembali saja bi. Aku juga sebentar lagi juga akan pergi kerja kok".
Bibi Nurul melihat sekeliling kamar itu yang di penuhi dengan lantai yang penuh dengan semua pakaian Mimi yang sudah berserakan di lantai.
"Lihatlah kamarmu itu, sama kayak kandang babi! Kau sama sekali malas membersihkan nya. Kau tahu anak gadis sepertimu tak akan ada orang yang mau meminang kamu jika begitu," kata bibi Nurul lagi. Ia masuk kedalam kamar Mimi untuk melihat lebih jelas keadaan dalam rumahnya.
"CK, CK, CK, astaga! Parah sekali gaya anak gadis satu ini. Ayo cepat bereskan semua, sebelum kamu aku usir dari sini." bibi pemilik kost-an itu terlihat geram karena tak sanggup melihat keadaan kamar itu.
Mimi berusaha membersihkan kamarnya saat itu juga, ia menepikan barang-barangnya dengan kaki.
"Sudahlah bibi, kau tak usah kepo lagi dengan keadaanku di sini. Nanti kamar ini jadi bersih lagi setelah aku mulai merapikannya." ujar Mimi santai.
"Dasar kamu ini..! Kau harus ingat ya, sebelum akhir bulan harus melunasi nya, jika tidak kau harus mengosongkan tempat ini," kata bibi itu lagi. Kemudian ia segera beranjak dari sana untuk kembali pada pekerjaan rumah yang sempat tertinggal.
Mimi hanya diam tak menjawab perkataan sang pemilik rumah kost tersebut. Kemudian ia melihat ke arah jam dinding, "Astaga..! Aku harus berangkat kerja sekarang." ujarnya panik.
Ia pun segera mengambil handuk, dan mandi secepat kilat supaya tak terlambat untuk pergi ke toko aksesoris tempat ia bekerja.
Setelah selesai mandi, ia memakai pakaian sopan serta hijab segiempat berwarna pink muda. "Nah, selesai.." Mimi tersenyum puas ketika melihat dirinya dari dalam pantulan cermin.
Tak lupa ia poleskan sedikit lip glos berwarna pink, "Sekarang sudah sempurna..!," ujarnya sambil tersenyum puas melihat bayangannya itu.
Sebelum pergi ia membawa sebuah tas kecil yang berisi mukena serta ponsel dan lengkap dengan dompet dan bedak padat untuk serap setelah berwudhu nanti.
. Kemudian ia segera keluar dari rumahnya dan memanggil tukang ojek yang ada di pangkalan dekat di persimpangan jalan. "Bang ojek," serunya sambil melambaikan tangan ketika ia melihat tukang ojek tersebut melihat ke arahnya.
Dengan diantar tukang ojek, Mimi tiba di tujuan dan langsung turun. "Ini ongkosnya bang," kata Mimi sambil memberikan selembar uang lima ribuan pada tukang ojek tersebut.
Dilihatnya beberapa orang sudah mulai membuka tokonya pagi itu. Mimi segera menghampiri toko tempat dia bekerja dan juga ikut membuka serta mengelar dagangan aksesoris untuk pajangan di luar toko tersebut.
Para pembeli mulai berdatangan kesana untuk melihat jenis aksesoris terbaru. Sebagian dari mereka ada yang pergi begitu saja tanpa membelinya.
Setelah semuanya pergi, Mimi duduk beristirahat sambil bermain ponsel karena melihat ada beberapa pesan singkat dari nomor WA.
Mimi yang sebenarnya masih seorang pelajar, terpaksa berhenti sekolah karena depresi sejak meninggalnya sang ayah. Apalagi ia juga tak memiliki siapa-siapa lagi. Mamanya juga meninggal ketika ia masih bayi. Ia memilih bekerja karena tak ada lagi yang bisa di andalkan untuk kebutuhan dirinya sendiri.
Sebuah pesan singkat yang masuk ke ponselnya dari seorang pemuda yang masih kuliah dan secara kebetulan mengenalnya karena saking seringnya berkunjung ke tempat Mimi bekerja.
(Pagi Mimi, apa kabar dek!) Sebuah pesan masuk yang dibuka Mimi itu berasal dari Kevin, hal itu membuatnya langsung membalas pesan tersebut.
Sambil tersenyum, Mimi membalas pesan itu, ( Pagi juga kak, tumben nih pagi-pagi udah kirim pesan duluan?) Mimi mengirim balasan pesan tersebut pada pesan yang di kirim oleh Kevin.
Tak lama balasan muncul seiring nya dengan bunyi notifikasi, (Dek, gimana jawaban kamu masalah yang kemaren? Apa kamu udah pikirkan jawabannya?)
Mimi masih bingung mau menjawab apa, ia masih belum membalas pesan tersebut karena datangnya seorang pembeli lagi.
"Dek, bisa lihat kalung ini tidak?," tanya pembeli tersebut.
Mimi langsung melihat barang yang di maksud oleh pelanggan tersebut tanpa memperhatikan wajah orangnya, "Mimi..?" raut wajah pelanggan itu tampak terkejut sekaligus senang melihat Mimi.
Saat menoleh, ia langsung mengenali pemilik suara itu, "Bang Andre..?," ujarnya tak percaya.
Sambil tersenyum lebar, "Kamu kerja di sini dek?," sahut Andre penasaran.
Mimi mengangguk, "Ini harganya sekitar 25 puluh ribuan bang, kalau sama kamu, aku kasih deh harga diskon. Jadi abang beli aja 17 ribu," ujarnya memberi tahu.
Andre tampak memperhatikan barang yang akan ia beli, "Ya udah, aku mau beli ini aja," ujarnya sambil membuka segel plastik dari kalung tersebut.
Bersamaan dengan itu, ponsel Mimi terus menyala karena panggilan masuk dari orang yang mengirimi pesan singkat tadi. Mimi melirik sekilas, kemudian menghidupkan mode silent supaya tak menganggu transaksi jual beli dari pelanggan nya.
"Eh, kamu punya hape baru ya? Boleh nggak aku minta nomor handphonenya?," ungkap Andre sambil menyodorkan ponsel miliknya, "kamu masukkin aja nomor kamu di sini, nanti aku Miss call kamu deh!," lanjut Andre lagi.
Karena mereka juga saling mengenal sejak lama, dengan senang hati Mimi segera memasukkan nomor WA nya ke dalam daftar kontak dalam handphone milik Andre.
"Sudah bang," Mimi kembali memberikan ponselnya pada Andre.
Andre meraih ponselnya sambil tersenyum senang,"Makasih ya dek. Oya, ini uang buat belanja kalung abang tadi dek, hampir aja lupa," ujarnya sambil terkekeh.
Mimi kembali melihat ponselnya yang masih juga berdering tanpa berhenti, "Makasih ya bang," ujarnya tanpa peduli lagi dengan orang yang ada di hadapannya.
Andre pun langsung pergi dari sana, setelah membayarnya.
Mimi terlihat kesal, karena melihat panggilan yang tak kunjung di hentikan oleh si pemilik nomor tersebut. Setelah pelanggannya pergi, akhirnya Mimi mengangkat panggilan tadi, "Halo, Assalamualaikum".
"Wa'alaikumssalam dek, kamu marah ya sama kakak?," tanya suara itu dari seberang telepon.
"Nggak kok kak! Aku sama sekali nggak marah. Tadi itu aku hanya kedatangan seorang pelanggan, jadi aku harus melayani pembelinya dulu. Makanya aku nggak sempat angkat panggilan kakak dari tadi," sahut Mimi dengan nada suara datar.
"Oh, syukurlah kalau kamu nggak marah. Jadi gimana yang kemaren dek? kakak penasaran apa jawaban kamu. Tapi nggak boleh sampai bikin kakak kecewa ya..!".
"Tapi kak..." jawaban Mimi terputus ketika Kevin kembali mengulang perkataannya tadi. Akhirnya Mimi pun terpaksa menjawabnya dengan kalimat 'Ya'.
Panggilan pun berakhir, setelah Mimi berkata demikian. Mimi sering di kirimi stiker dan pesan singkat yang berisi kata-kata romantis dari Kevin.
Malamnya setelah shalat isya, ponsel Mimi kembali berbunyi. Dilihatnya di sana sebuah nomor tak dikenal yang memanggilnya. Dengan agak malas, ia langsung mengangkat panggilan lagi. "Assalamualaikum".
"Wa'alaikumssalam." Kemudian setelah jawaban salam itu suara tawa yang terkekeh membuat Mimi merasa heran dari panggilan tersebut.
"Ini siapa sih? Kok malah ketawa sendiri, nanti aku matiin aja nih panggilannya," ujarnya dengan nada ketus.
Seketika, tawa tadi berhenti menjadi sosok suara seorang pria, "Mimi, ini aku. Jangan di matiin dong! Kamu nggak ingat kalau aku minta nomor WA kamu kemaren," tanya pria itu.
Mimi berpikir sejenak, "Owh, jadi itu kamu bang? Kok nggak di bilang sih daritadi. Kalau tahu aku nggak bakalan sewot kayak gini," lanjutnya sambil sedikit cemberut.
"Ya udah, maaf deh! Abang cuma mau ngerjain kamu aja tadi, kirain kamu nggak bakalan marah, ternyata malah..."Andre menghentikan ucapannya ketika ia mendengar suara tawa cekikikan dari seberang teleponnya.
"Loh? Kok malah ketawa sih?," tanya Andre merasa heran.
"Nggak kak, cuma lucu aja. Emangnya malam-malam gini lagi dimana bang?," tanya Mimi lagi.
"Lucu gimana sih? Kebetulan nih, aku lagi di rumah teman. Soalnya aku di undang sama mereka buat makan bersama. Kamu lagi ngapain dek?," ujar Andre balik bertanya.
"Lagi nyantai bang," sahutnya singkat.
Andre tampak manggut-manggut, kemudian mereka melanjutkan percakapan mereka untuk saling bertanya tentang kegiatan sehari-harinya.
Sejak saat itu, di mulailah hari-hari Mimi dengan saling bertukar kabar saat ia bekerja di siang hari dan kemudian saling telponan pada malam harinya.
Semua itu membuat Mimi menjadi terhibur. Walaupun begitu mereka masih berstatus sebagai teman dekat.
Sementara Kevin, juga masih sering mengirim chat pada Mimi. Sehingga ia pun terpaksa menerima panggilan yang berselang-seling dengan Andre yang kebetulan juga sering menghubunginya.
Sampai pada suatu hari, tepatnya pada hari Senin. Seseorang mengirimkan sebuah pesan, bahwa Andre mengakui kalau Mimi itu adalah pacarnya.
Tentu saja hal itu membuat Mimi merasa kurang berkenan, karena teman Andre itu ternyata juga merupakan teman kuliah Kevin. Mimi takut jika nanti kesalah pahaman itu malah membuat pertengkaran. Maka dari itulah Mimi langsung menghubungi Andre sebagai orang yang bersangkutan.
Mimi mulai mencari nomor telepon tujuannya, yaitu nomor Andre. Dengan segera ia langsung menekan tombol panggil, panggilan pun tersambung.
"Halo bang, kok kamu bilangnya gitu sih?," tanya Mimi sedikit terbawa emosi.
"Emangnya aku bilang apa?," sahutnya dari seberang.
"Abang bilang kalau aku ini pacarnya kamu, nanti kalau orang lain dengar gimana? Padahal kan kita nggak ada hubungan apa-apa cuma sebatas teman aja.
Andre menghela nafas panjang, karena Mimi tak terima, dengan ucapannya itu.
"Ya, benar dek! Aku memang suka sama kamu dek! Maaf kalau abang telat bilang. Tapi ini beneran serius dari hati yang terdalam. Aku juga ingin jawaban yang bikin hati ini puas. Karena kalau nggak gitu, lebih baik aku balik aja ke kampung halaman lagi. Ngapain juga repot-repot di sini sendirian tanpa sanak famili." jelas Andre yang akhirnya berterus terang.
Seketika Mimi terdiam mendengar perkataan Andre tadi. Jujur sebenarnya waktu pertama ia mengenal Andre ketika masih usia SMP. Waktu itu Mimi pernah menyukai Andre, namun karena Andre saat itu juga memiliki pacar, Mimi terpaksa membuang jauh perasaan itu. Dan kini akhirnya terjawab, kalau sepertinya perasaan yang pernah singgah itu akan menjadi kenyataan pada hari ini juga.
Mimi kembali meletakkan gagang ponsel tadi di telinganya, "Bang, kamu masih di sana kah?," tanya Mimi dengan suara bergetar.
"Ya, aku masih menunggu jawaban kamu. Sudah cukup lama juga hubungan kita ini dekat, kita juga sering chatingan, jadi nggak mungkin juga kan kamu nggak mengetahui isi hati kamu sendiri," ujar Andre menjelaskan.
"Ba-iklah bang, ki-ta mulai hu- bungan kita dari awal lagi. Nggak apa-apa kan bang?," sahut Mimi sedikit tergagap.
Mendengar jawaban itu, tempat diketahui Mimi, Andre langsung memasang wajah gembira, disertai dengan tawa riuh yang sudah ia pendam sejak tadi.
"Kamu serius kan?,"tanya Andre meyakinkan.
Mimi langsung mengiyakan nya, dengan mantap.
Hari itulah dimulai hubungan mereka yang tanpa diketahui ternyata Mimi juga punya hubungan lain dengan Kevin.
Sebenarnya Mimi sangat takut untuk berkata jujur bahwa ia betul-betul tak mempunyai perasaan apapun pada kevin.
Sampai suatu hari, Mimi diajak pergi jalan-jalan setelah pulang bekerja dan singgah ke sebuah warnet. Di sana ia memperbaharui status media sosialnya dengan status hubungan bahwa ia sedang berpacaran, dengan hari jadian pada tanggal sesudah menerima pernyataan cinta dari Kevin.
Besok paginya, sebangun Mimi dari tidur. Dilihatnya beberapa panggilan serta pesan yang masuk ke notifikasinya.
Mimi membuka pesan tersebut, isinya tak lain adalah beberapa ucapan perpisahan dari Kevin. Kemudian di susul dengan beberapa kata-kata yang menyatakan kalau Kevin sebenarnya sudah mempunyai tunangan.
Mimi langsung membalasnya dengan permohonan maaf. Dalam pesan tersebut, ia selipkan bahwa sebenarnya ia tak mempunyai perasaan apapun pada Kevin. Tak apa pesan itu tak dibalas nya, yang penting Mimi sudah berkata jujur sebelum hubungan yang terlanjur menjadi menyakitkan.
Ternyata Andre juga mengetahui itu. Tapi untunglah Mimi sudah menyelesaikan masalahnya tepat waktu. Namun ia cukup senang, karena Mimi memilih dirinya sebagai kekasih. Jujur dalam hati sebenarnya Andre sangat gembira, begitu mengetahui kalau dirinya tengah bersaing dengan pria lain yang akhirnya memenangkan persa
ingan itu.
Dan sejak itulah, hubungan mereka terjalin dengan baik dan akhirnya menemui jenjang pernikahan.
End