Flash
Disukai
0
Dilihat
6,050
BERNAPAS PUN SALAH
Drama

Bukan tidak mau terima. Tapi kalau harga diri sudah di injak-injak dan kita tak punya kendali, rasanya bernapas pun adalah suatu kesalahan. Batin Eliana sambil menelan saliva dengan susah payah. 

Rasanya ia tak punya pilihan lain untuk pergi. Tapi, ia merasa terjebak dalam situasi ini. Ia tak bisa meninggalkan tempat itu, sebab ia masih ada tanggung jawab di dalamnya. Satu tahun lagi... 

Eliana hanya bisa memendam perasaannya. Sementara, pikirannya bergerumul oleh ingatan bagaimana ia diperlakukan tidak adil oleh teman-teman di sekolahnya. 

Eliana seperti terjebak dalam sebuah lingkaran setan yang tidak ada ujungnya. Tak seberharga itukah Eliana di mata teman-temannya? Batinnya hancur berkeping.

"Bernapas pun sepertinya suatu kesalahan yang tak perlu aku miliki lagi, Eliana." Gumamnya sambil memandang kesibukan ibu kota dari atas fly over.

Eliana. Mereka menganggap bahwa dirinya hanyalah sebuah benda yang tidak memiliki nilai dan makna. Tiba-tiba, suara ponselnya berdering. Memecah kesunyian dalam keributan kota yang sibuk. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. "Kalau gini, aku gak jadi mati." Gumamnya saat membaca isi pesan yang membuat hatinya tersayat oleh belati. 

Nak, kapan pulang? Ibu sudah masak makanan kesukaanmu. Kamu hati-hati di jalan.

"Mati?" Katanya lagi menatap kesibukan di bawah sana. "Apa dengan mati masalah akan selesai? Gimana kalau malaikat nanti tanya aku?" 

Eliana menggeleng. "Gak! Aku gak mau mati dulu! Aku harus melanjutkannya karena ini belum selesai! Apalagi Ibu. Aku gak mau buat Ibu kecewa." 

Eliana menelan saliva dan berjalan menelusuri jalanan menuju rumah. Hingga sepuluh puluh menit berjalan kaki, akhirnya ia tiba di sebuah bangunan sederhana tempat ternyaman untuk ia bersembunyi di balik pelukan sang Ibu. 

"Kamu sudah pulang?"

Eliana mengangguk. 

"Nak, Kamu kenapa?" Kata Ibu lihat wajah Eliana yang tampak pucat dan lemas. Matanya sembab dan seragam yang dikenakannya pun basah juga bau. "Apa yang terjadi padamu?"

Eliana tersenyum. "Aku tadi jatuh bu." Katanya dengan nada bergetar, berusaha menyembunyikan hal yang sebenarnya terjadi bahwa seseorang telah menumpahkan air cucian piring ke wajah dan tubuhnya dengan hinaan yang kembali terngiang di telinganya. Itu sungguh menyakitkan. Tapi Eliana tak ingin Ibu tahu hal ini. 

"Jatuh? Kok bisa?"

Eliana tersenyum melawan kesedihan. "Namanya juga celaka, Bu. Siapa yang tahu."

Sang Ibu masih berusaha mencerna penjelasan Eliana. 

"Bu. Aku bersih-bersih dulu, ya." Kata Eliana segera bergerak cepat menuju kamar mandi. Ia mengunci pintu dengan rapat lalu menangis sesenggukan. Ia tak bisa menahan diri untuk meluapkan kesedihan yang Ia alami selama ini. Perlakukan menyamitkan mereka seperti binatang buas bahkan setan yang tak dapat Ia cegah oleh rapalan doa dan harapan. Diskriminasi... Perundungan... Pembulian.... Kekerasan... Mereka semua bangsat! 

"Nak..."

Eliana terkesiap. 

"Kamu baik-baik aja? Kamu nangis? Apa yang terjadi? Mereka melakukan hal macam-macam padamu lagi?"

Eliana membuka pintu kamar mandi dan segera memeluk sang Ibu saat mendapati wanita itu ternyata mengikutinya dan berdiri di ambang pintu. "Bu..."

"Nak, orang yang merendahkan kamu... artinya, kamu sedang berada di atas. Dan, balas dendam yang terbaik adalah menjadikan kamu pribadi yang lebih baik lagi. Maka mereka akan berlutut padamu suatu saat nanti. Waktu yang akan menjawabnya. Percayalah!"

****

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)