Masukan nama pengguna
TERSANJUNG!
Tetapi ini bukan tentang keseruan cuplikan episode suntingan fluxcup yang aku suka tonton semasa sekolah bersama teman-temanku.
Aku mau cerita perihal sanjung, menyanjung dan seekor tokoh yang tengah tersanjung, yaitu Aku. Dih, Aku tuh tersanjung banget. Pokoknya banget!
Soalnya, dari semua pujian yang Aku dapatkan, semacam, 'Wah! dia itu cakep ya?'
Terus, 'Wah dia itu pinter amat! Jago public speakingnya, pengen bisa juga seperti dia.'
Lalu, 'Betapa dewasanya dia.'
Sampai, 'Semoga menjadi orangtua dari anak-anak yang kumiliki.'
Tidak ada yang sebanding dengan caramu menyanjungku. Menurutku, satu-satunya yang paling membuatku merasa tersanjung adalah: bagaimana kamu secara sengaja meminta amarahku untuk mendobrak pintumu. Di saat tamu yang nakal, brutal, dan suka merusak itu sering kali diusir dan dibenci orang-orang, Kamu merangkul api-apinya tanpa memaksa untuk memadamkan. Kamu membelai, membuai, dan menyayanginya dengan lembut sekali. Kamu selalu menanti-nanti dan menemani keberadaannya.
Setelah itu, semua pujian yang pernah Aku dapatkan tidak lagi berarti.
Selepas menerima undangan untuk bersenang-senang, Kamu dan Aku, kita bertualang dengan udara keleluasaan. Mereka bergelantungan di antara helai-helai rambutku. Hembus sapaan mereka penuh kasih sayang dan penerimaan. Mereka melakukan tarian sebagai pembuka. Sebab itu, kita berlomba-lomba melawan angin, menggunakan kecepatan penuh kita melaju di hamparan sawah, ibarat belalang, dengan sumringah kita lompat-lompatan di atas kasur-kasur ladang.
Kamu mengajak aku untuk berbaring di rerumputan. Aku membuka baju tanpa maksud jorok. Niatku sejujur-jujurnya memperlihatkan tanggul dada yang jebol. Secara gamblang menunukan tulang-tulang yang pecah dan patah. Kamu menemukan bahwa jantungku telah di-cokot paksa. Di bawahnya, sekitaran kantung kemih, tidak tersusun, demikian pula tidak terhingga kumpulan reruntuhan dari kemelekatan, menceritakan betapa gagalnya Aku, hingga nama Aku kadang-kadang berubah menjadi Asu.
Kamu menyembunyikan pertanyaan itu, padahal Aku pandai membaca raut wajahmu tengah mengkhianati. Jelas, aku membaca kata demi kata yang dicegat amandelmu. Kok bisa seperti ini, sih?
Sedangkan Kamu, ketimbang melontarkan pertanyaan tadi, Kamu lebih memilih untuk bilang, "Mau lihat trik sulap?" Sambil berhati-hati, jari-jarimu lihai mengeluarkan utas demi utas sutra yang lembut dari tenggorokan.
Baiklah, seraya menunggu rajutan benang itu selesai. Pertama-tama, seperti yang sudah-sudah, jawaban ini akan panjang dikali lebar dikali tinggi dikali alas dikali lain-lain. Akan tetapi, karena apa yang disebut sebagai selamanya merupakan ia yang tidak sabar, bersumbu pendek, bercumbu sering dan selalu terlepas dari genggaman, izinkan Aku menjelaskan di dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Waktu itu, aku membiarkan lolongan dari kamar terlepas melalui cerobong asap. Sebagai serigala, tentu Aku akan menjadi bahan-bahan gunjing, ekorku dibabat habis supaya gagal mengibar-ngibarkan kejujuran, bulu-bulu tubuh, bulu kaki serta-merta bulu jembut pun dicukur biar tidak ada trik-trik untuk melarikan diri.
Setelah berhasil terlepas, nyatanya benarlah itu yang terceletuk dari bibir orang-orang, bahwa mengobati bekas luka tembak tidak semudah yel-yel anak pramuka, meskipun pelurunya sudah dikubur bersama memori-memori lama. Barangkali Aku ini perlu direhab, dipertemukan dengan Pak Ustadz untuk disucikan dari tungau-tungau bekas penjamahan, bertemu terapis, biar berhenti menangis.
Begitulah kira-kira, mari kita arahkan perhatian kembali kepada Kamu. Kamu hampir menyelesaikan rajutan itu. Melihat airmataku yang hampir jatuh itu, Kamu merentangkan selimut. Itu membuat kulitku yang kisut melonjak-lonjak kesenangan. "Barangkali ini bisa menjadi tamengmu."
Keesokan pagi setelah serangkaian peristiwa antara Aku dan Kamu, seseorang mengetuk pintu rumah kita. Sewaktu Aku membuka pintunya malah tidak ada siapa-siapa. Dalam pandanganku, si pengetuk misterius hanya meninggalkan satu bungkusan berisi potongan gambar yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Bingkisan potongan gambar itu disertai tulisan tata cara.
Kata orang-orang di internet, itu mainan yang susah dan mulai memudar keberadaannya. Apabila mau, kita bisa bersihkan supaya layak dimainkan kembali. Dengan kesepakatan bersama, kita merawat potongan gambar itu seperti anak semata wayang.
TATA CARA DAN ATURAN BERMAIN BADEK-BADEKAN.
- Kita mesti telanjang.
- Bukan sebatas alasan mengangkang.
- Bebas membangkang.
- Simbol tukar barang.
- Berang-berang.
- Makan kerang.
- Banyak bersulang.
- Binatang.
- Mengerang.
- Gamblang.
- Tiadakan perang.
Untuk sepuluh lagu lama durasinya, bola mata kita jungkir balik demi memahami suratan tertera di dalam kotak. Tangan kita juga memutar-mutar kertas itu. Kita tidak berhasil menemukan apapun, yang jelas, belum pernah ada yang bisa menuntaskan makna dari pecahan-pecahan ini. Maka dari situ, kita berdiri mengatasnamakan kesejahteraan manusia, kita akan memecahkan misteri ini sama-sama!
Walau sejatinya, potongan gambar itu membuat kita agak ngeri. Pada cekikikannya penuh kekikuk-kikukan, diam-diam kegirangan mengintip kegiatan kita berdua. Potongan gambar yang acak-acakan itu memaksa untuk masuk, menyusup sempitnya daging-daging rusuk, sampai-sampai mengganggu dan memotong-motong sisi dirinya atau sisi-sisi sekitarnya. Berlendir, bau amis, gak beraturan, gak rapi. Ya, agak menjijikkan bilamana dilihat-lihat.
Potongan gambar itu berdiri setelah berlanting penuh gelak tawa, kemudian tanpa rasa malu sedikitpun ia memperkenalkan dirinya.
Kita saling platat-plotot, mengernyit dan mengangguk, saling setuju bahwa dia lebih amburadul dari kotoran, kumpulan untai rambut dan jembut kamar mandi. Siapapun yang melihat potongan gambar itu pasti enggan suka. Setelah perundingan yang lebih penting dari konferensi meja bundar tersebut, kita muntah berbarengan di ruang tamu. "Najis, kok bisa sih, dia hadir ke kehidupan manusia?"
Awalnya, dia hanya berkedut, kecil - kecil - kecil - kecil, terus, pelan - pelan - pelan - pelan, lama kelamaan, dia menjelma guncangan yang menerpa celah Aku dan Kamu. Dengan segenap kerisihan digandeng kegelisahan, Aku sempat terpikir untuk membuang potongan gambarnya. Gak ada kesadaran di kepalaku potongan gambar itu bakal menghantui hingga ke mimpi-mimpi, mengagetkan Kamu, karena datang tanpa dugaan seperti perjalanan kita, tetapi lebih mengusik Aku karena dalam dugaanku, Aku meyakini memang tidak akan ada kepentingan di antara Aku atau Kamu.
Bolak-balik kedua mataku mencari rencana itu. Sungguh, kedatangan potongan gambar itu memang bencana tanpa rencana! Setidaknya ... begitulah untuk Aku.
Kamu juga sama. Ternyata Kamu punya satu yang melekat di dalam dirimu. Penuh angan-anganmu sampai berangin-angin, sepusing-pusingnya puting beliung membingungkan diri. Potongan gambar itu menggedor-gedor relung dadamu sembari bersungut-sungut, "Kasih saya makan sekarang! Cepat! Saya lapar!"
Aku mencoba untuk ikut memahami potongan gambar yang tidak menyenangkan itu. Kalau Aku lawan, rengekannya semakin besar. Kalau Aku tahan, barang-barang habis termakan. Semasa Aku hancurkan, Aku juga ditimpa peleburan. Sejenak, Aku memilih diam, masalahnya, sangking asingnya potongan gambar itu, dia ikut menggemakan perbedaan di antara kita berdua.
Kita jadi sama-sama bingung, terus memutuskan, apa benar-benar kita buang aja ya, si sialan malapetaka ini, kita sobek paksa dari jantungmu dan jantungku? Agar kemalangannya berhenti mengganggu Aku, terutama berhenti mengoyak kesibukan-kesibukan Kamu yang selalu seru.
Namun untungnya, Aku pemaaf dan Kamu penyabar, Aku dan Kamu memilih untuk saling berpegangan tangan menelusuri kebingungan-kebingungan itu, sambil dipeluk-peluk tanda tanya yang berkabut. Tersesat sama-sama, bingung sama-sama, terus heran sama-sama, mengumpat 'hah-heh-hoh' sama-sama. Kita coba lagi, kita coba terus, kita coba menggunakan semua cara. Pakai resep alkimia, pakai resep dokter, pakai perhitungan matematika, satu ditambah satu, dua ditambah dua, tiga ditambah tiga, meskipun nilai matematika kita sama buriknya.
Tetapi ya, akhirnya, tanda tanya ditambah tanda tanya sama dengan ... tidak tahu?
Lalu, datanglah seseorang yang entah dari mana untuk menepuk pundakku, meyakinkanku bahwa ketidaktahuan adalah sebuah mukjizat! Aku berusaha untuk percaya, tapi setelahnya, Aku masih gigit-gigit jari, soalnya, bagaimana sekiranya dalam ketidaktahuanku, ketidaktahuan kita berdua. Potongan gambar itu tersirat sedang merusak kita berdua?
Sembari bertengger, potongan gambar itu bergelayutan. Si kecil yang tidak imut itu melonggarkan kedua tangannya, kita meleleh dan pasrah dalam pelukannya, membuat kita kerasukan: Aku meraung, Kamu mengeong. Aku menggonggong, Kamu merongrong. Sekutil hingga berkutil-kutil, sebagian setelahnya sebagian, seinci selanjutnya seinci. Aku memakan, Kamu dimakan, serentak lama-lama kita liwetan. Kita nikmati apa yang kita punya. Kita ciptakan apa yang kita bisa. Memuncak buas, menempuh setinggi-tingginya kebinatangan, terlepas dari kandang, intrusif dan kadang-kadang bisa jadi impulsif.
Bbrt!!! Secara iseng, bunyi borku menyapa bunyi bormu !!!!Brrt
Ddrr!!! Lalu Kamu memasukkan paku pada lubang itu !!!!Ddrr
Dok! Kita hantam bersama-sama hingga paku itu mentok !Dok
Prsshhhh.. Gemericik basah tidak mengganggu kita berdua ..Prsshhhh
Sksksksk sksksksk Beginilah suara kain yang berisik penuh terburu-buru.
Kritkrikkritkritkrit Begitulah suara besi-besi lihai berdansa sesuai tempo.
Kekekekekeke Tawa cicak meragam kegiatan kita. Kekekekekeke
Kikikikikikiki Tawa kuntilanak meragam cicak. Kikikikikikiki
Krikkrikkrikrik Tawa jangkrik meragam mereka berdua. Krikkrikkrikrik
Kekkirikkekkirik Beragam suara malam menyuasanai kita. Kekkirikkekkirik
Crot! Crot! Crot! Penuh warna, penuh warna dan penuh warna.
Sim salabim jadi apa? Prok! Prok! Prok! Semua tepuk tangan!
Sembari diiringi musik latar Universial Sewu-dino, tetetet tet ... tetetetetet jeng! jeng!
Lahirlah anak kita: Mahakarya yang akan mengguncang dunia! Buku best-seller tiada duanya!
Hingga keasyikan-keasyikan kita merembet ke jendela tetangga. "Itu yang lagi bersukacita, kecilin suaranya, woy!"
Barulah Aku dan Kamu mengingat Tuhan. Ya Tuhan! Kami digrebek warga!
Sebentar lagi mereka memasung, terus meruqyah. Misuh-misuh bergentayangan dan berseteru pada atap rumah, aur-auran bertawuran dengan setan-setan sinting yang senangnya buang sampah sembarangan. Sebagai penganut aliran ekshibisionisme, semua yang sempat menyaksikan menganggap kita gila dan sisa-sisa baju kita yang berada di lantai menjadi saksi. Sebentar lagi kita akan diarak, mungkin digantung di Museum Louvre Perancis, diletakkan pada posisi paling bawah, atau mungkin yang terhina, sekadar dikurung di gudangnya. Tak apa, yang terpenting Museum Louvre Perancis.
Satu-satunya yang aku pahami, kita telah menjadi ungu di antara mereka yang masih merah dan biru. Meski dalam mahir pujianku selalu berbunyi, "Kamu itu sangatlah girl in red coded, kini melantunkan watch you sleep kepadamu sudah menjadi kegiatan favoritku."
Keringat menjalar, banjir menyebar. Sebiji jagung, dua biji jagung, beribu biji jagung berjatuhan dari kening kepala. Air telah mencapai lutut, tidak ada pelampung, tidak ada waduk yang bersedia untuk menampung. Di sisi lain, kadang-kadang kecemburuan adalah hujam batu karam, mengepung ombak yang berkali-kali menghantam Aku. Akan tetapi dalam kekangan air yang begitu syahdu bersamamu, Aku rela dimakan penyakit, serta kegilaanku sendiri. Barangkali semisal ada yang melihat keadaanku, kenaasanku, ketidakwarasanku, secara spontan mereka akan berdoa, sembuhkanlah si sinting ini dari penyakitnya, dari gangguan potongan gambar yang mengikat kita berdua, potongan gambar yang bernama Cinta.
Lalu, seusai habis masa kita saling manggut-manggut memaklumi satu sama lain. Kali ini, Aku dan Kamu sibuk main tunjuk-tunjukkan seraya lomba nyanyi metal kreatif: Barangsiapa yang jeritannya paling nyaring dan paling malang, kian menderita hingga memecahkan dirinya sendiri, dialah pemenangnya. Kursi-kursi, meja dan kasur menjadi juri-juri. Bantal dan guling adalah penonton. Kegelisahan menjadi suara-suara sorak meramaikan.
AUDISI ITU DIMULAI DARI SEKARANG!
Coba aku tanya, siapa yang ngide buat mainin badek-badekan tolol ini? Aku atau Kamu?!
Siapa yang salah pada akhirnya?!
Atau Aku!?
Atau Kamu?!
Atau Aku!?
Atau Aku?!
Atau Kamu!?
Atau Aku?!
Atau Kamu!?
Atau Kamu Kamu Aku Aku Kamu Aku Aku Kamu Kamu Kamu Aku Aku atau Aku Aku Aku Aku Aku Aku Aku Aku Aku Aku atau Kamu atau Kamu atau Kamu atau Kamu atau Kamu atau Kamu atau Aku atau Aku atau Kamu Kamu Kamu Kamu Kamu atau Aku atau Kamu Kamu Kamu atau Kamu atau Kamu atau Kamu atau Aku Aku Aku
?!?! ?! ?! ?!?! ?! ?!?! ?! ?! ?! ?! ?! ?! ?! ?! ?! ?! ?!?! ???!!! ??!!?!?!?!?!???!!! ??! ?!! ?!?? ?!!? ?????!!!!! ????????!!!! ?!?!?!?!?!?!?!? ?!?!! ?!!??! ???!! ?!?!? ?! ?!?!?!?!?! ?!?!!!! ?!?!?!!!!???? ??!!???!!??? ?!?!?!?!?!?????!!! ??!!!?!??!??!??? ?!?! ?! ?!?!?!? ?! ??!! ?! ?!??! ?!!??! ?!!?! ?!!?!!? ?!?!? ?!???!? ?!??? ?!?? ??!?! ??! ??!?? ?!?!?!? ??!?!?? ?!!? ?!? !!? ?!?!???? ?????????!!!!!!!!!!!!!!!!!! ?!??!?!?!!!!?? ?!?!?!!!?? ???!!!?? ?!??!!!?? ?!?!?!??!!!?? ??!?!??! ?!??!?!?!?? !?!??!?!? ?!??!?!?!!!! ??! ?! ?!?!?! ?!?!? !? ?!?!?!? ?!?? !??!?!? ?! ?!?!??! ? !? !? ?!? ?!?!? ?! ?!??!?!? ?!? !?!??!?!? !??!? !? ?!? ?!??! ?!? ?!?! ?!? ?!??!?!? ?!?? !? !??!
Atau siapa?!
Siapa?
S s s s s s s s s s i i a a a a p a a a a a ? Si? Si? Si? Apa? Apa? Apa? Apa? Si? Apa? Siapa? Si a pa pa ka ka ka mu ak ak ak si apa a a a mu mu mu mu ka ka ku ku kapa kapa si apa si si aku si kamu si apa kamu si apa? ?? ?? ?? ?? ?? !! !! !! !! !! Amusiakuapakapakamuapasiapakuapakasimusimua?! Kakakakapapapapakakakukukusisisisikakakamumuiapiapiapiap?!
Si? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! A? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Pa?
A? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Pa? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Si?
Pa? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Si? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! A?
Si? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Pa? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! A?
A? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Si? !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Pa?
SERI!
DI DALAM BINGKAI ITU KITA HANCUR BERSAMA-SAMA!
BAHKAN TANAMAN PAKU IKUT MENYIARKAN BERITA ITU KEPADA TETANGGA!
"Nggak boleh nguping, bu Sarti!"
"Bukan begitu, saya ini cuma pecinta geopolitik!"
Setamat semua kegiatan yang tidak penting itu, aku terbangun, tiba suatu pagi di mana semuanya terasa hening. Sangat hening, bahkan terlalu hening. Tidak ada burung-burung yang berkicau, tidak ada angin yang saling bertiup. Ternyata potongan gambar itu lenyap diikuti dengan kepergianmu.
Sungguh, rasa asing dan kehampaan itu membakar Aku. Berhari-hari sendok, garpu dan piring berceloteh sendiri, lantai yang diam dan tembok semakin kikuk. Sebab, potongan gambar yang tidak nyambung dan tidak masuk akal itu sebelumnya telah memaku, membolongi dadaku dengan ketidakhadirannya. Kalau begitu, beritahu Aku, Aku harus isi lubang-lubangnya dengan apa? Sedangkan, sisa-sisa dari Kamu sudah tidak ada.
Aku mencoba untuk menikmati itu semua. Tatkala ketiadaanmu, Aku mulai menyapa tiga tamu asing, satu yang bernama Ury Siniel, dua lainnya si kembar 'Ashley dan Lenka'. Aku paham betul bagaimana tamu-tamu ini lebih akrab sama Kamu. Tetapi, selepas interaksi yang tidak boleh basa-basi, kami sepakat untuk bekerja sama. Lebih giat, lebih produktif, kami setuju untuk melakukan adegan-adegan dewasa semacam bertumbuk dan bercumbu. Pada kolaborasi yang liar dan berbobot itulah Aku mendambakan persalinan atas tiga anak yang baru, manis dan lucu: Suaraku, Bahasaku, dan Jalanku. Meskipun tidak akan pernah ada yang mendengarkannya, tidak akan pernah ada yang bisa memahaminya dan tidak ada yang pernah bisa melihatnya, terkecuali Kamu.
Berdoa, memupuk semoga-semoga tidak ada yang melihat bagaimana Aku sangat keras berusaha untuk mewujud seasli-aslinya tiga perihal itu.
Bersyukur, Tuhan, terima kasih telah ciptakan Aku sebagai Gen Jot dalam era paska-modernisme ini. Biarpun kekasihku, Kamu, lebih lihai menuturkan kebebasan paska-modernisme, biarpun Aku rindu dengan relik-relik awal duaribu. Ikhtiarku tak akan lepas dari menyurati setumpuk rasa syukur. Seumpama Engkau ciptakan Aku sebagai seorang edgy milenial yang gagal move on atau boomer yang doyan merajut budaya trauma paska-kolonialisme dan krisis moneter sembilan delapan, seonggok kanvas-kanvasku sudah mati tergelapar, tewas mengenaskan terkekang dalam jeruji kotak.
Semoga tetaplah begini terus. Di mana kanvas-kanvasku tetap memiliki suara dan selamanya suara itu didengarkan.
Di akhir cerita, kukira akan ada suatu adegan di mana Kamu berucap, "Saya terima sisa hidupnya, beserta masa lalunya, seperangkat kekurangannya, juga ditambah masa depannya, dan sedih-susah-senang-makan-tidur, serta mencret-mencret kehidupan yang akan dihadapi bersama-sama."
Nyatanya, ini bukan film layar lebar. Sementara Aku dan Kamu, kita bukanlah tokoh utama, melainkan orang-orang biasa yang terjerat dalam potongan gambar yang dimuseumkan.
Seseorang di sana menoleh, lalu bertanya kepadaku. "Ini artinya apa?"
"Artinya ... tidak tahu." Maksudnya, mana mungkin aku bisa memahami ketiadaanmu.
Namun, semua peristiwa ini membuatku mengerti bahwa: Aku dan Kamu tak lebih dari sekadar badek-badekan berdebu, yang hanya akan dibahas sewaktu acara keluarga, sesaat gabut, semasa nongkrong, tetapi Aku ataupun Kamu, tidak ada satupun orang yang benar-benar kenal mengenai diri kita, tepatnya, tidak ada yang mau.
Kecuali, Aku dan Kamu seorang.
Para pengamat seni dan kurator pulang ke rumah masing-masing, sisanya hanya Aku dipeluk geming. Dia bilang, dia mau mengantarkanku pulang. Setidaknya ada kebisingan yang bisa kunikmati daripada harus lanjut menghayati lubang-lubang bekas potongan gambar.
Angin begitu riuh, terlalu riuh dan aku terlalu sibuk dipenuhi keheningannya, melewatkan sebuah kotak tanpa nama pengirim di tengah jalan menuju pintu rumahku. Aku melepaskan seutas misteri yang mengikat kotak itu, di situ tertulis:
Dia tidak pandai bicara, tidak pula sekusut benang merah, tetapi ia bernama Rindu.